.webp)
Isu mengenai anggota DPR yang dinonaktifkan terus menjadi sorotan publik. Salah satunya berkaitan dengan pernyataan soal tunjangan DPR yang dinilai menyinggung masyarakat luas. Beberapa nama terkenal seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, hingga Adies Kadir akhirnya diputuskan untuk dinonaktifkan sementara oleh partai masing-masing.
Partai Buruh, melalui presidennya Said Iqbal, menilai langkah penonaktifan tidak cukup. Ia berencana mengadukan kelima anggota tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) agar ada keputusan tegas dan sanksi jelas.
Sikap ini memunculkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk Partai NasDem. Menariknya, NasDem justru menanggapi rencana pelaporan itu dengan santai. “NasDem soal Sahroni–Nafa Urbach diadukan ke MKD: silakan saja,” ujar Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim, pada Rabu (3/9/2025).
NasDem Soal Sahroni–Nafa Urbach Diadukan ke MKD: Silakan Saja
Menurut Hermawi, tidak ada masalah jika langkah hukum atau etik ditempuh. Partai NasDem menghormati mekanisme yang berlaku di DPR, termasuk melalui MKD. Hal ini dianggap bagian dari demokrasi dan transparansi lembaga legislatif.
Hermawi menegaskan bahwa NasDem sudah mengambil sikap dengan menonaktifkan kedua kadernya, Sahroni dan Nafa Urbach. Tindakan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab moral partai atas kegaduhan yang terjadi.
“Bagi kami, silakan saja kalau memang ada pihak yang ingin membawa kasus ini ke MKD. Kami menghormati proses itu. Yang jelas, kader kami sudah kami nonaktifkan sesuai aturan internal partai,” ungkapnya.
Siapa Saja yang Dilaporkan ke MKD?

Berdasarkan keterangan Said Iqbal, terdapat lima nama anggota DPR nonaktif yang akan dilaporkan:
- Ahmad Sahroni (NasDem)
- Nafa Urbach (NasDem)
- Eko Patrio (PAN)
- Uya Kuya (PAN)
- Adies Kadir (Golkar)
Mereka dianggap telah membuat pernyataan atau tindakan yang menyinggung publik terkait isu tunjangan DPR.
MKD: Nonaktif Bukan Sekadar Simbolik
Dilansir dari detik.com, Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, menegaskan bahwa status nonaktif bagi anggota DPR bukan hanya formalitas. Menurutnya, konsekuensi dari status tersebut cukup jelas: mereka tidak lagi menerima fasilitas atau tunjangan yang melekat pada jabatan.
“Dengan dinonaktifkan, otomatis mereka tidak bisa mendapatkan fasilitas ataupun tunjangan sebagai anggota DPR RI,” tegas Nazaruddin.
Namun, ada catatan khusus. Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, menjelaskan bahwa secara teknis anggota DPR nonaktif masih tetap menerima gaji pokok. Hal ini karena tidak ada aturan yang menghapus hak dasar mereka sebagai anggota dewan, kecuali ada keputusan pemberhentian tetap.
Kritik Said Iqbal: Nonaktif Tak Cukup

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyebut status “nonaktif” tidak dikenal dalam Undang-Undang tentang DPR maupun aturan MKD. Menurutnya, istilah itu hanya solusi setengah hati yang tidak menyelesaikan masalah.
“Nonaktif itu nggak ada di undang-undang. Karena itu, kami akan melaporkan mereka ke MKD. Biar MKD yang memutuskan sanksi apa yang tepat,” kata Said di Istana Kepresidenan.
Lebih jauh, Said berharap agar DPR tidak hanya berhenti di langkah nonaktif. Ia mendorong agar kelima anggota tersebut bisa diberhentikan secara resmi jika terbukti melanggar etika.
Penonaktifan Massal: PAN, NasDem, dan Golkar

Kontroversi ini memaksa tiga partai besar mengambil langkah serentak:
- PAN menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya.
- NasDem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.
- Golkar menonaktifkan Adies Kadir.
Langkah tersebut diambil demi meredam kritik publik setelah pernyataan-pernyataan mereka soal tunjangan DPR dianggap tidak peka terhadap kondisi masyarakat.
NasDem: Sikap Tegas dan Menghormati Mekanisme
Kembali ditegaskan, NasDem tidak keberatan jika masalah ini dibawa ke MKD. Menurut mereka, hal itu justru membuka ruang transparansi.
“NasDem soal Sahroni–Nafa Urbach diadukan ke MKD: silakan saja. Kami konsisten menjaga marwah partai dan menghormati keputusan lembaga etik DPR,” ujar Hermawi.
Dengan demikian, NasDem memastikan sikapnya netral dan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme yang berlaku.
Dampak Politik dan Citra Partai
Kontroversi ini bukan hanya soal individu, tetapi juga menyangkut citra partai politik. Beberapa analis menilai bahwa isu ini bisa menjadi ujian bagi partai-partai dalam menjaga disiplin kader dan membangun kepercayaan publik.
Partai Buruh sendiri menegaskan bahwa laporan ke MKD bukan bermaksud menyerang personal, melainkan untuk memastikan DPR benar-benar menjaga etika dan integritasnya.
Kasus ini menunjukkan bagaimana persoalan internal DPR bisa berkembang menjadi isu publik yang besar. Penonaktifan sementara dianggap belum cukup, sehingga Partai Buruh mendorong agar MKD mengambil langkah lebih tegas.
Partai NasDem, di sisi lain, bersikap terbuka dan menghormati jalannya proses. “NasDem soal Sahroni–Nafa Urbach diadukan ke MKD: silakan saja,” menjadi pesan bahwa mereka siap menghadapi konsekuensi sesuai aturan.
Bagaimana akhir dari kasus ini? Semua mata kini tertuju pada MKD, lembaga yang memiliki wewenang menentukan apakah sanksi yang lebih keras akan dijatuhkan kepada para anggota DPR nonaktif tersebut.

