
Viral Isu Gaji DPR Naik di Media Sosial
kornet.co.id – Belakangan ini jagat media sosial diramaikan oleh kabar gaji DPR naik hingga disebut mencapai Rp 3 juta per hari. Jika dihitung, jumlah tersebut setara dengan sekitar Rp 90 juta hingga Rp 100 juta per bulan. Kabar ini awalnya menyebar lewat sebuah unggahan TikTok dari akun @tahwa*** yang menampilkan tulisan “MANTAP! Gaji Anggota DPR RI Naik Jadi 3 Juta Per Hari”. Video itu sontak menarik perhatian publik dan sudah ditonton ratusan ribu kali.
Tak hanya di TikTok, isu yang sama juga beredar di Instagram. Akun @pandemic*** mengunggah informasi serupa dengan menyebut pernyataan anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin. Menurutnya, take home pay atau gaji bersih anggota DPR kini bisa menembus Rp 100 juta per bulan. Kenaikan tersebut, kata Hasanuddin, terjadi karena anggota DPR tidak lagi memperoleh fasilitas rumah dinas.
Reaksi Keras dari Pengamat Politik
Dilansir Kompas, isu gaji DPR naik ini tidak hanya menimbulkan rasa penasaran, tetapi juga menuai kritik keras. Pengamat politik Ray Rangkuti menilai kenaikan tersebut seperti bentuk pengabaian terhadap kesulitan ekonomi rakyat.
Menurut Ray, saat masyarakat berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari, para wakil rakyat justru terlihat sibuk membicarakan penambahan gaji. Hal ini, katanya, memperlebar jarak emosional antara DPR dengan rakyat yang mereka wakili.
“Kenaikan gaji ini seperti meledek kondisi rakyat. Bahkan sempat muncul tagar Indonesia Gelap,” ujar Ray.
Ia juga menilai, langkah ini menunjukkan strategi pemerintah untuk “meninabobokan” DPR dengan fasilitas dan bonus besar agar sikap kritis mereka meredup.

Sejalan dengan Kritik Lama terhadap DPR
Ray mengingatkan, fenomena ini mengulang pola lama yang pernah populer pada era Orde Baru, di mana DPR dicap sebagai lembaga “5D”: datang, duduk, dengar, diam, dan duit. Dengan memberikan gaji dan tunjangan besar, pemerintah dianggap dapat mengendalikan sikap DPR agar tidak terlalu vokal terhadap kebijakan.
Selain itu, Ray juga menyoroti bahwa kenaikan gaji DPR tidak konsisten dengan program efisiensi anggaran pemerintah. Banyak dana transfer daerah yang justru dipangkas, sehingga daerah terpaksa menaikkan pajak rakyat demi menutupi biaya pembangunan. Kondisi ini berpotensi memicu demonstrasi, seperti yang terjadi di Pati beberapa waktu lalu.
Suara dari Dalam DPR Sendiri
Di sisi lain, TB Hasanuddin berusaha menjelaskan besaran gaji tersebut secara terbuka. Ia menyebut, meskipun angkanya terlihat fantastis, pada dasarnya itu berasal dari uang rakyat. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, menambahkan bahwa mencari penghasilan yang benar-benar “halal” dalam dunia politik bukanlah perkara mudah.
Menurut Arse, praktik korupsi bukan hanya terjadi di kalangan politikus, melainkan juga di banyak sektor lain. Ia menegaskan, setiap orang seharusnya berusaha mencari rezeki dengan cara yang sah meskipun sulit.

Ketimpangan dengan Pendapatan Rakyat
Jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata masyarakat, kabar gaji DPR naik menjadi semakin kontras. Data BPS per Februari 2025 menunjukkan, rata-rata pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya sekitar Rp 78,6 juta per tahun. Bila dibagi 365 hari, berarti rata-rata penghasilan harian masyarakat sekitar Rp 215 ribu saja.
Artinya, dalam satu hari gaji seorang anggota DPR setara dengan sekitar 14 kali lipat pendapatan harian rata-rata rakyat Indonesia. Dengan jumlah itu, sebagian besar masyarakat tidak mungkin bisa menabung. Bahkan, data LPS mencatat Indeks Menabung Konsumen (IMK) pada Juli 2025 berada di level 82,2 — turun dibanding bulan sebelumnya karena meningkatnya pengeluaran rumah tangga.
Ketimpangan Sosial Semakin Nampak
Perbedaan mencolok antara gaji pejabat dengan penghasilan rakyat kecil mencerminkan ketimpangan sosial yang kian melebar. Ketika rakyat dihadapkan pada biaya pendidikan, kebutuhan pokok, hingga kenaikan harga, para wakil rakyat justru menikmati gaji dan tunjangan yang semakin besar.
Ray Rangkuti menegaskan, jika tren ini dibiarkan, akan muncul jurang kepercayaan antara rakyat dan wakil mereka di Senayan. Rakyat bisa merasa bahwa DPR hanya bekerja untuk kepentingan diri sendiri, bukan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan
Isu gaji DPR naik hingga Rp 3 juta per hari jelas mengundang pro dan kontra. Bagi sebagian masyarakat, angka tersebut terasa tidak adil jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi mereka yang kian terhimpit. Para pengamat juga mengingatkan bahwa kebijakan semacam ini justru bisa menurunkan kepercayaan rakyat terhadap DPR dan pemerintah.
Jika benar terjadi, kenaikan gaji DPR seharusnya diiringi dengan transparansi kinerja dan komitmen lebih besar dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Tanpa itu, kenaikan ini hanya akan memperdalam jurang ketidakpercayaan publik terhadap lembaga legislatif.

