
BMKG: Megathrust makin dekat, gempa dan tsunami mengintai! Peringatan itu bukan sekadar isu, melainkan hasil kajian ilmiah dari dua lembaga resmi negara: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
BRIN baru saja mengungkap bukti paleotsunami—jejak tsunami purba—di sepanjang pesisir selatan Jawa. Sementara BMKG menegaskan, Indonesia memiliki 13 segmen megathrust aktif yang bisa memicu gempa raksasa hingga magnitudo 9,2.
Kedua temuan ini menunjukkan satu pesan yang sama: bencana besar bukan soal “jika”, tapi “kapan” akan terjadi.
Jejak Tsunami Purba: Bukti dari Riset BRIN
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) BRIN, Purna Sulastya Putra, menjelaskan bahwa penelitian paleotsunami mampu membuka tabir bencana besar yang tak pernah tercatat sejarah manusia.
BRIN menemukan lapisan sedimen tsunami berusia sekitar 1.800 tahun di wilayah Lebak, Pangandaran, dan Kulon Progo. Analisis menunjukkan, lapisan itu merupakan sisa gelombang raksasa yang kemungkinan dipicu oleh gempa megathrust dengan magnitudo ≥9,0.
Tidak hanya sekali, jejak tsunami purba lainnya juga ditemukan:
- ±3.000 tahun lalu
- ±1.000 tahun lalu
- ±400 tahun lalu
Dengan pola berulang setiap 600–800 tahun, riset ini memperlihatkan bahwa selatan Jawa memang “langganan” tsunami besar.
“Bukan soal apakah tsunami raksasa akan datang, melainkan kapan waktunya,” tegas Purna.
BMKG Beberkan 13 Segmen Megathrust di Indonesia
Sementara itu, BMKG menegaskan bahwa Indonesia dikelilingi zona subduksi yang berpotensi menimbulkan gempa megathrust.
Mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa 2017, berikut daftar segmen megathrust beserta potensi magnitudonya:
- Mentawai–Pagai (M8,9)
- Enggano (M8,4)
- Selat Sunda (M8,7)
- Jawa Barat–Jawa Tengah (M8,7)
- Jawa Timur (M8,7)
- Sumba (M8,5)
- Aceh–Andaman (M9,2)
- Nias–Simelue (M8,7)
- Batu (M7,8)
- Mentawai–Siberut (M8,9)
- Sulawesi Utara (M8,5)
- Filipina (M8,2)
- Papua (M8,7)
Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono, menekankan bahwa segmen-segmen tersebut sudah ada jutaan tahun, dan rutin menjadi sumber gempa besar di Nusantara.
Tren Aktivitas Gempa Terus Naik
Menurut data BMKG, jumlah gempa di Indonesia meningkat tajam dalam dua dekade terakhir:
- 1990–2008: rata-rata 2.254 gempa/tahun
- 2009–2017: naik menjadi 5.389 gempa/tahun
- 2018: melonjak hingga 12.062 gempa
- 2019: 11.731 gempa
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan peningkatan ini bukan hanya karena aktivitas geologi, tapi juga semakin banyaknya sensor seismograf. Dari hanya 20 unit pada 2004, kini sudah ada lebih dari 550 seismograf yang memantau gempa secara real-time.
Meski begitu, tren ini tetap memperlihatkan kenyataan: Indonesia semakin rawan gempa besar.
Bekasi Diguncang Gempa M4,9: Pengingat Bahwa Ancaman Nyata

Rabu malam (20/8/2025), gempa magnitudo 4,9 mengguncang Bekasi dan terasa hingga Jabodetabek. Meski tergolong kecil dan tidak menimbulkan kerusakan, fenomena ini kembali mengingatkan bahwa wilayah padat penduduk pun tidak luput dari risiko.
BMKG melaporkan pusat gempa berada di kedalaman 10 km, sekitar 14 km tenggara Kabupaten Bekasi. Peristiwa ini sekaligus jadi pengingat nyata bahwa gempa bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.
Risiko Tsunami di Selatan Jawa
Dengan jumlah penduduk lebih dari 30 juta jiwa yang tinggal di pesisir selatan Jawa, potensi bencana megathrust bisa berakibat fatal. Apalagi, pembangunan infrastruktur seperti bandara, pelabuhan, kawasan industri, dan destinasi wisata terus berkembang tanpa sepenuhnya memperhitungkan risiko tsunami.
BRIN mengingatkan, jika desain infrastruktur tidak berwawasan mitigasi, dampaknya bisa sangat besar—baik korban jiwa maupun kerugian ekonomi.
Apa yang Bisa Dilakukan? Mitigasi adalah Kunci

Agar peringatan “BMKG: Megathrust makin dekat, gempa dan tsunami mengintai!” tidak sekadar jadi berita menakutkan, ada beberapa langkah mitigasi yang perlu diperhatikan:
1. Pemerintah
- Mengintegrasikan data paleotsunami dan peta megathrust dalam kebijakan tata ruang.
- Menetapkan zona rawan dan jalur evakuasi jelas.
- Membangun infrastruktur tangguh bencana.
2. Masyarakat
- Mengenali tanda-tanda alam: jika gempa kuat terjadi di dekat pantai, segera evakuasi tanpa menunggu sirene.
- Ikut pelatihan evakuasi dan simulasi bencana.
- Menyimpan tas siaga berisi kebutuhan darurat.
3. Edukasi dan Media
- Memperluas literasi kebencanaan di sekolah, komunitas, dan ruang publik.
- Media massa berperan penting menyebarkan informasi valid, bukan hoaks.
Kesimpulan
Riset BRIN dan peringatan BMKG memberikan gambaran jelas: megathrust adalah ancaman nyata bagi Indonesia. Jejak tsunami purba membuktikan bencana ini pernah terjadi berulang kali, sementara tren gempa menunjukkan peningkatan aktivitas signifikan.
Pesan utama dari para ahli sederhana: tsunami mungkin tak bisa dicegah, tapi korban jiwa bisa diminimalisir dengan kesiapsiagaan.
“Kalau gempa kuat terjadi di dekat pantai, jangan tunggu sirene. Segera lari ke tempat lebih tinggi,” pesan Purna Sulastya Putra dari BRIN.
Dengan memahami riset ilmiah, membangun budaya sadar risiko, dan menerapkan mitigasi, Indonesia bisa lebih siap menghadapi ancaman besar.

