
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nasim Khan, melontarkan ide yang cukup mengejutkan dalam rapat dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Kompleks Parlemen, Rabu (20/8). Ia mengusulkan agar PT KAI adakan gerbong khusus merokok di kereta jarak jauh.
Menurut Nasim, kebijakan ini bukan hal baru. Dahulu, KAI pernah menyediakan fasilitas serupa, namun dihapuskan seiring penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok. Ia menilai, banyak penumpang perokok yang merasa tidak terakomodasi saat melakukan perjalanan panjang menggunakan kereta api.
“Dulu ada, tapi kemudian dihilangkan. Saya kira wajar kalau satu gerbong difungsikan sebagai kafe sekaligus smoking area. Itu bisa menambah kenyamanan penumpang,” ujar Nasim.
Alasan dan Potensi Keuntungan

Nasim Khan menilai, kehadiran gerbong khusus merokok bukan hanya sekadar fasilitas tambahan, tetapi juga bisa membuka peluang bisnis baru bagi PT KAI.
Beberapa alasan yang ia sampaikan:
- Kenyamanan penumpang perokok → perjalanan jauh hingga 8–10 jam bisa terasa lebih ringan jika tersedia ruang khusus merokok.
- Nilai tambah finansial → gerbong bisa difungsikan sebagai kafe yang menjual makanan, minuman, sekaligus tempat merokok.
- Pembandingan dengan moda transportasi lain → beberapa bus jarak jauh telah menyediakan ruang khusus merokok, sementara kereta dengan waktu tempuh serupa justru tidak.
“Kalau bus saja ada smoking area, masa kereta jarak jauh tidak bisa menyediakan satu gerbong khusus?” tambahnya.
Respons Kementerian Perhubungan
Namun, usulan adakan gerbong khusus merokok di kereta ini langsung mendapat tanggapan tegas dari pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Dilansir dari Detik.com, Direktur Jenderal Perkeretaapian, Allan Tandiono, menegaskan bahwa kereta api merupakan kawasan tanpa rokok (KTR). Kebijakan ini berlandaskan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengendalian produk tembakau.
“Kereta api sudah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok. Kebijakan ini adalah komitmen untuk memberikan udara bersih dan sehat bagi seluruh penumpang,” jelas Allan dalam konferensi pers di Gedung Cipta Kemenhub, Jakarta Pusat (21/8).
Menurutnya, selain karena faktor regulasi, larangan merokok di kereta juga merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas pelayanan transportasi publik.
Pro dan Kontra di Kalangan Publik
Ide Nasim Khan menuai perdebatan di masyarakat, khususnya di kalangan pengguna transportasi kereta api.
- Pihak yang setuju berpendapat bahwa keberadaan gerbong khusus merokok bisa menjadi solusi kompromi, sehingga penumpang perokok tidak merasa terkekang, sementara non-perokok tetap bisa menikmati perjalanan di gerbong bebas asap rokok.
- Pihak yang menolak menilai bahwa adakan gerbong khusus merokok di kereta justru bertentangan dengan semangat menciptakan transportasi sehat dan bebas polusi asap. Mereka khawatir aturan ini malah membuka celah pelanggaran baru.

Perspektif Kesehatan dan Regulasi
Pakar kesehatan masyarakat menegaskan bahwa kebijakan kawasan tanpa rokok di transportasi umum, termasuk kereta api, merupakan langkah strategis untuk melindungi kesehatan penumpang. Asap rokok, bahkan dalam kadar rendah sekalipun, bisa membahayakan pernapasan anak-anak, lansia, dan individu dengan penyakit tertentu.
Selain itu, jika PT KAI membuka gerbong merokok, dikhawatirkan akan muncul persoalan baru seperti:
- Potensi kebocoran asap ke gerbong lain.
- Tantangan teknis dalam menjaga sirkulasi udara.
- Biaya tambahan perawatan dan pengawasan.
Jalan Tengah yang Mungkin Ditempuh
Meskipun ide adakan gerbong khusus merokok di kereta mendapat banyak penolakan, beberapa pihak mengusulkan alternatif jalan tengah. Misalnya:
- Menyediakan smoking lounge di stasiun besar sebelum keberangkatan atau saat transit.
- Memberikan waktu istirahat lebih lama di stasiun tertentu agar penumpang bisa merokok di area luar kereta.
- Mengoptimalkan fasilitas kafe di stasiun sehingga kebutuhan perokok bisa terakomodasi tanpa mengganggu perjalanan.
Kesimpulan
Usulan agar PT KAI kembali adakan gerbong khusus merokok di kereta telah memicu diskusi publik yang hangat. Di satu sisi, ada pertimbangan kenyamanan penumpang dan potensi bisnis, namun di sisi lain terdapat aturan hukum yang tegas serta alasan kesehatan masyarakat yang tidak bisa diabaikan.
Debat ini menunjukkan bahwa setiap kebijakan transportasi publik selalu harus mempertimbangkan aspek kenyamanan, kesehatan, regulasi, dan keberlanjutan. Untuk saat ini, PT KAI dan Kemenhub masih teguh pada prinsip bahwa kereta api adalah kawasan tanpa rokok.

