
Wamenkomdigi Warning Konten Palsu Demo DPR: Jangan Terprovokasi Medsos. Peringatan ini disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Angga Raka Prabowo, setelah melihat banjir konten ricuh di berbagai platform sosial saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI pada 25 Agustus 2025.
Menurut Angga, sebagian besar tayangan yang ramai beredar termasuk live streaming tidak sepenuhnya merepresentasikan kenyataan. Ada indikasi rekayasa digital yang sengaja disebarkan untuk menciptakan kegaduhan.
Dilansir dari kompas.com, Fenomena disinformasi, fitnah, dan kebencian ini bisa merusak sendi-sendi demokrasi. Aspirasi yang seharusnya disampaikan dengan damai justru menjadi bias karena diprovokasi konten palsu,” jelas Angga dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Di sisi lain, algoritma media sosial sering menempatkan hal-hal yang sifatnya misinformasi, disinformasi, dan hal-hal yang berbau emosional yang bahkan berupa fitnah serta kebencian justru berpotensi viral. Angga menilai, seharusnya platform media sosial yang beroperasi di Indonesia bertanggung jawab dengan melakukan filterisasi agar konten yang beredar lebih jernih. Beberapa konten fabrikasi yang dihasilkan oleh AI dan mengandung unsur DFK juga mendapat tempat di media sosial, viral di berbagai media sosial, yang pada akhirnya memicu sentimen negatif. Kerusakan yang ditimbulkan kadang sulit diperbaiki karena publik awam menganggapnya konten tersebut benar.
Teknologi AI dan Ancaman Manipulasi Konten

Di era serba digital, penyebaran konten palsu semakin mudah berkat teknologi Artificial Intelligence (AI). Video atau gambar hasil manipulasi bisa tampak nyata, sehingga sulit dibedakan dari peristiwa asli.
Wamenkomdigi menekankan perlunya tanggung jawab dari platform digital untuk menghadang arus misinformasi ini.
- Deteksi otomatis: Sistem seharusnya bisa mengenali konten yang dihasilkan AI.
- Penurunan konten cepat: Konten yang terbukti palsu harus segera dihapus sebelum viral.
- Transparansi publik: Platform wajib memberi penjelasan jika ada penurunan konten agar tidak disalahartikan sebagai pembatasan kebebasan berekspresi.
“Kita tidak sedang membungkam kebebasan berpendapat. Justru kita ingin menjaga masyarakat agar tidak terprovokasi oleh konten yang tidak real,” tegas Angga.
Baca Juga: Dampak Demo 25 Agustus, Bus TransJakarta dan KRL Berhenti Beroperasi
Koordinasi Pemerintah dengan Platform Global

Angga mengungkapkan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Ia telah berkomunikasi langsung dengan beberapa pemain besar di industri media sosial, seperti:
- TikTok Asia Pasifik – Pihaknya diminta hadir di Jakarta untuk membahas serius persoalan konten rekayasa.
- TikTok Indonesia – Telah melakukan komunikasi awal mengenai langkah pencegahan penyebaran hoaks.
- Meta Indonesia (Facebook & Instagram) – Dilibatkan dalam koordinasi untuk memperkuat pengawasan konten provokatif.
Menurut Angga, pertemuan lanjutan akan difokuskan pada penguatan teknologi deteksi serta kerja sama lintas sektor agar publik tetap terlindungi dari manipulasi informasi.
Pentingnya Literasi Digital Masyarakat
Selain upaya pemerintah dan platform, literasi digital masyarakat juga menjadi kunci utama. Angga mengajak publik untuk tidak langsung percaya pada semua konten yang muncul di layar ponsel, terutama saat momentum politik dan aksi massa.
Beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan masyarakat antara lain:
- Cek sumber informasi: Pastikan berita berasal dari media resmi atau sumber terpercaya.
- Hindari share terburu-buru: Jangan ikut menyebarkan konten sebelum memastikan kebenarannya.
- Waspada framing berlebihan: Konten dengan judul sensasional biasanya dibuat untuk memancing emosi.
- Laporkan konten meragukan: Gunakan fitur report di media sosial agar konten cepat ditindak.
“Kalau masyarakat kritis, maka upaya provokasi lewat konten palsu akan gagal,” tambahnya.
Menjaga Demokrasi di Era Digital
Fenomena penyebaran hoaks saat demo DPR menunjukkan bagaimana ruang digital bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Disinformasi yang menyusup ke tengah masyarakat tidak hanya merusak ketenangan publik, tetapi juga menggerus kepercayaan terhadap proses demokrasi.
Angga menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan masyarakat. Dengan sinergi antara pemerintah, platform digital, dan literasi publik, diharapkan masyarakat tidak lagi menjadi korban provokasi konten palsu.
“Demokrasi yang sehat hanya bisa terwujud jika masyarakat mendapat informasi yang benar,” tutup Angga.
Kesimpulan
Wamenkomdigi Warning Konten Palsu Demo DPR menjadi pengingat penting bahwa media sosial bukan selalu cermin kenyataan. Di balik layar, ada konten hasil rekayasa yang bisa memecah belah bangsa. Dengan kolaborasi pemerintah, platform digital, dan kesadaran masyarakat, arus disinformasi bisa ditekan agar demokrasi tetap berjalan sehat.

