
Polda Metro Jaya resmi menangkap Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, atas dugaan kuat telah menghasut massa, termasuk pelajar di bawah umur, untuk melakukan aksi anarkis di beberapa wilayah Jakarta. Penangkapan ini dilakukan setelah proses penyelidikan panjang yang dimulai sejak 25 Agustus 2025.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyampaikan bahwa Direktur Lokataru, Delpedro diduga melanggar sejumlah pasal pidana, termasuk Pasal 160 KUHP dan pasal-pasal dalam UU ITE serta UU Perlindungan Anak.
“Saudara DMR diduga melakukan tindak pidana menghasut, menyebarkan informasi elektronik berisi berita bohong, hingga merekrut serta memperalat anak di bawah umur dalam aksi anarkis,” ujar Ade Ary pada Selasa (2/9/2025).
Kronologi Direktur Lokataru Diduga Hasut Pelajar

Menurut polisi, dugaan penghasutan sudah berlangsung sejak 25 Agustus 2025, bertepatan dengan gelombang aksi di sekitar Gedung DPR, Jalan Gelora, Tanah Abang, hingga beberapa titik lain di Jakarta.
Tim penyelidik gabungan dari Polda Metro Jaya telah mengumpulkan bukti sejak awal, hingga akhirnya melakukan penangkapan pada Senin (1/9/2025) malam, sekitar pukul 22.45 WIB. Delpedro kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Meski demikian, pihak kepolisian masih menahan detail peran spesifik Direktur Lokataru dalam aksi tersebut. Ade Ary menegaskan bahwa keterangan lebih rinci mengenai motif dan jaringan yang terlibat akan diumumkan setelah proses pemeriksaan mendalam selesai.
Reaksi dari Lokataru Foundation

Pihak Lokataru Foundation langsung bereaksi keras atas penangkapan ini. Dalam pernyataan resmi yang diunggah melalui akun Instagram @lokataru_foundation, mereka menyebut tindakan aparat sebagai “penjemputan paksa tanpa dasar hukum yang jelas.”
Lokataru menilai kasus ini merupakan bentuk kriminalisasi dan ancaman serius bagi kebebasan sipil serta demokrasi di Indonesia.
“Penangkapan ini adalah bentuk kriminalisasi. Kebebasan sipil kita kini berada dalam ancaman nyata,” tulis pernyataan Lokataru.
Dari Penangkapan Hingga Penetapan Tersangka

Hanya berselang beberapa jam setelah penangkapan, polisi menetapkan Direktur Lokataru, Delpedro sebagai tersangka. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil pemeriksaan awal serta bukti yang dianggap cukup untuk menjeratnya.
“Delpedro Marhaen sudah resmi menjadi tersangka atas dugaan menghasut pelajar dan anak-anak untuk terlibat dalam aksi anarkis,” kata Ade Ary.
Polisi menilai, ajakan yang diduga dilakukan Direktur Lokataru ini bersifat provokatif dan berpotensi memicu kerusuhan lebih luas. Fakta bahwa pelajar serta anak di bawah umur ikut dilibatkan membuat kasus ini semakin berat.
Jerat Hukum yang Menanti
Direktur Lokataru ini dijerat dengan pasal berlapis. Selain Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, ia juga dikenakan:
- Pasal 45A ayat 3 jo. Pasal 28 ayat 3 UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE, terkait penyebaran berita bohong yang menimbulkan keresahan.
- Pasal 76H jo. Pasal 15 jo. Pasal 87 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, terkait dugaan memperalat anak di bawah umur dalam aksi berbahaya.
Jika terbukti bersalah, ancaman hukuman yang dihadapi Delpedro cukup berat, mengingat kasus ini menyangkut keamanan publik sekaligus perlindungan anak.
Publik Terbelah, Pro-Kontra Menguat
Kasus ini sontak menyedot perhatian publik. Sebagian masyarakat mendukung langkah kepolisian karena menilai aksi provokatif yang melibatkan anak-anak tidak bisa ditoleransi. Namun, di sisi lain, pendukung kebebasan sipil menilai penangkapan ini berpotensi menekan ruang gerak aktivis dan pembela hak asasi manusia.
Tagar BebaskanDelpedro mulai bermunculan di media sosial, sementara kelompok pro-demokrasi menyerukan solidaritas.
Apa Dampaknya bagi Demokrasi?
Penangkapan tokoh sekelas Direktur Lokataru jelas menimbulkan diskursus luas. Di satu sisi, aparat berkewajiban menjaga ketertiban dan melindungi masyarakat, terutama anak-anak, dari hasutan berbahaya. Namun di sisi lain, isu kriminalisasi aktivis kerap menjadi kekhawatiran, apalagi ketika menyangkut organisasi advokasi hukum dan HAM.
Pengamat hukum menilai, kasus ini akan menjadi ujian penting bagi penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam menyeimbangkan kepentingan keamanan publik dengan perlindungan kebebasan sipil.
Kasus Direktur Lokataru Diduga Hasut Pelajar Ikut Aksi Anarkis masih akan terus berkembang. Hingga kini, Delpedro Marhaen masih menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya.
Apakah ia benar-benar terbukti bersalah atau justru menjadi korban kriminalisasi? Waktu dan proses hukum yang transparan akan menjawabnya. Yang jelas, publik kini menaruh perhatian besar pada setiap perkembangan kasus ini, karena menyangkut masa depan demokrasi dan perlindungan anak di Indonesia.

