
Aksi spontan terjadi di Jalan Raya Legok–Parungpanjang, Kabupaten Tangerang, ketika puluhan warga menghadang deretan truk tambang yang nekat melanggar jam operasional. Peraturan yang jelas tercantum dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 12 Tahun 2022 menyatakan kendaraan tambang hanya boleh beroperasi mulai pukul 22.00 WIB hingga 05.00 WIB. Namun kenyataannya, banyak truk tetap melintas pada siang hari.
Seorang tokoh pemuda Legok, Tama, menegaskan bahwa aksi tersebut muncul akibat keresahan yang sudah memuncak.
“Ini spontan, karena kami sudah lelah dengan pelanggaran yang terus berulang. Truk tambang beroperasi di luar jam yang diatur, jelas-jelas melanggar Perbup,” ujarnya, Selasa (16/9/2025).
Truk dari Bogor Jadi Sorotan
Menurut Tama, mayoritas truk tambang yang melanggar aturan datang dari arah Kabupaten Bogor. Kendaraan sumbu tiga itu kerap melintas bebas di siang hari, padahal begitu masuk wilayah Tangerang, peraturan melarangnya.
“Kalau dari wilayah Bogor memang siang hari masih diizinkan, tapi begitu masuk Tangerang seharusnya tunduk pada aturan. Karena tidak ada tindakan tegas, kami masyarakat ikut turun tangan membantu pemda menertibkan,” jelas Tama.
Dampak Buruk Pelanggaran Jam Operasional
Warga menilai, pelanggaran jam operasional ini bukan hanya masalah lalu lintas, melainkan menyangkut keselamatan dan kesehatan masyarakat. Tama memaparkan sejumlah dampak yang sudah sering terjadi akibat aktivitas truk tambang di luar jam yang diperbolehkan:
- Korban jiwa: kecelakaan lalu lintas kerap terjadi karena truk tambang melintas di jalan padat pada jam sibuk.
- Kerusakan jalan: tonase berlebih mempercepat kerusakan infrastruktur jalan raya.
- Polusi udara: debu dan asap kendaraan mengganggu kesehatan warga sekitar.
- Kebisingan: suara bising kendaraan berat menambah keresahan, terutama di malam hingga pagi hari.
“Kerugiannya besar sekali bagi masyarakat. Kami hanya minta pemerintah tegas, jangan biarkan aturan dilanggar seenaknya,” tegas Tama.
Dishub Tangerang: Kami Sudah Maksimal
Menanggapi aksi pengadangan warga, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Tangerang, Jainudin, menyatakan bahwa pihaknya selama ini sudah menempatkan personel untuk mengawasi jalannya aturan.
Dilansir dari metrotvnews.com, “Truk tambang hanya boleh beroperasi dari pukul 22.00 WIB sampai 05.00 WIB. Itu yang kami kawal. Bahkan sering kami putar balik kendaraan yang melanggar. Tapi jumlah kendaraan banyak, sementara tenaga pengawasan terbatas,” ungkap Jainudin.
Ia mengakui, masyarakat mungkin merasa terganggu dan akhirnya turun tangan. “Kami pahami keresahan warga. Mereka mungkin ingin membantu petugas, karena memang beban tugas kami sangat berat,” tambahnya.
Koordinasi Antarwilayah Masih Jadi Kendala
Jainudin menjelaskan bahwa aturan jam operasional ini hanya berlaku di wilayah Kabupaten Tangerang. Peraturan serupa tidak ada di wilayah tetangga, seperti Bogor. Akibatnya, banyak truk yang tetap melintas di siang hari dari arah Bogor, lalu masuk ke Tangerang tanpa mematuhi aturan.
“Kami sudah koordinasi dengan Dishub Bogor. Namun karena Perbup ini hanya berlaku di wilayah kami, ya seringkali truk berhasil lolos. Itu yang jadi masalah utama,” jelasnya.
Kewenangan Dishub Terbatas
Lebih jauh, Jainudin menegaskan bahwa kewenangan Dishub hanya sebatas memberhentikan dan memutar balik kendaraan. Sementara untuk tindakan tegas berupa sanksi hukum, pihak kepolisian yang berwenang.
“Kalau kami, paling bisa menahan sebentar atau menyuruh putar balik. Tapi kalau sanksi tilang atau penindakan lebih lanjut, itu kewenangan polisi. Karena itu, ke depan akan dibentuk tim gabungan agar pengawasan lebih efektif,” paparnya.
Warga Desak Penegakan Aturan Lebih Tegas
Meski Dishub mengklaim sudah bekerja maksimal, warga tetap menuntut agar ada langkah nyata yang lebih tegas. Mereka menilai penindakan selama ini belum cukup memberi efek jera.
“Kalau dibiarkan, warga yang terus dirugikan. Jalan rusak, polusi meningkat, kecelakaan berulang. Kami harap ada sinergi yang nyata antara pemerintah daerah, kepolisian, dan pihak terkait lain untuk benar-benar menegakkan aturan,” ujar Tama.
Masalah Truk Tambang, PR Panjang bagi Pemerintah Daerah
Kasus Truk Tambang Langgar Jam Operasional di Legok bukan hal baru. Persoalan serupa sudah sering terjadi di berbagai daerah yang dilintasi kendaraan tambang. Regulasi yang ada kerap berbenturan dengan perbedaan aturan antarwilayah, sehingga menimbulkan celah bagi pelanggaran.
Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, potensi kerugian semakin besar. Tidak hanya dari sisi ekonomi akibat rusaknya infrastruktur, tetapi juga dari sisi sosial karena keresahan masyarakat bisa berkembang menjadi konflik horizontal.
Penutup: Aksi Warga Jadi Alarm Keras
Peristiwa pengadangan truk tambang di Legok ini menjadi alarm keras bagi pemerintah. Fakta bahwa warga harus turun tangan sendiri membuktikan adanya kesenjangan antara regulasi dan penegakan di lapangan.
Kasus Truk Tambang Langgar Jam Operasional bukan sekadar masalah teknis lalu lintas, tetapi persoalan serius yang menyangkut keselamatan, kesehatan, dan hak masyarakat untuk hidup nyaman.
Tanpa penegakan hukum yang lebih tegas, keresahan publik bisa terus memuncak dan berujung pada tindakan spontan seperti yang terjadi di Legok.

