
Peristiwa tragis mengguncang Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Di tengah malam yang diguyur hujan deras dan angin kencang, atap asrama putri Asrama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Syekh Abdul Qodir Jaelani tiba-tiba ambruk dan menimpa para santriwati yang sedang terlelap. Dalam insiden mencekam itu, satu santriwati meninggal dunia sementara 18 lainnya luka-luka, beberapa di antaranya harus dirawat intensif di rumah sakit.
Kronologi Kejadian: Atap Ambruk Saat Para Santri Tertidur
Dilansir tempo.co, Kejadian memilukan itu terjadi pada Rabu dini hari, 29 Oktober 2025, sekitar pukul 01.00 WIB, di Desa Blimbing, Kecamatan Besuki, Situbondo. Saat itu, sebagian besar penghuni asrama sedang tidur setelah menjalani kegiatan pondok seperti biasa.
Menurut keterangan Kiai Muhammad Hasan Nailul Ilmi, pengasuh Asrama pesantren, suara gemuruh keras tiba-tiba terdengar dari bagian atap asrama sebelum akhirnya roboh menimpa para santri.
“Sekitar pukul satu malam, terdengar suara keras dari atas. Tidak lama kemudian, bagian atap langsung runtuh. Dinding masih utuh, tapi genting dan rangka kayu jatuh menimpa anak-anak yang sedang tidur,” ujar Kiai Hasan.
Total ada 19 santriwati di dalam ruangan, dan sebagian besar mengalami luka akibat tertimpa puing-puing bangunan. Putri Hemilia Oktaviantika (13 tahun), santriwati asal Besuki, menjadi korban jiwa dalam peristiwa ini. Jenazahnya telah dimakamkan di kampung halamannya, sementara para korban luka mendapat perawatan dari pihak Asrama pesantren dan rumah sakit setempat.
Cuaca Ekstrem Diduga Jadi Pemicu Utama
Kapolsek Besuki, AKP Febry Hermawan, menjelaskan bahwa cuaca buruk disertai angin kencang diduga kuat menjadi penyebab awal ambruknya atap bangunan tersebut. “Informasi dari pihak pesantren menyebutkan, beberapa saat sebelum kejadian, wilayah Besuki diguyur hujan lebat dengan angin yang cukup kencang,” terangnya.
Hal ini diperkuat oleh laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, yang menyebutkan bahwa intensitas hujan tinggi dan angin berkecepatan tinggi kerap melanda kawasan pantai utara Situbondo pada pekan itu.
Namun, selain faktor cuaca, ada indikasi lain yang bisa memperparah kondisi bangunan.
Bangunan Relatif Baru Tapi Sudah Retak
Menariknya, bangunan asrama yang ambruk tersebut terbilang masih baru, berusia sekitar dua tahun empat bulan sejak selesai dibangun pada tahun 2022. Menurut Ketua PCNU Situbondo, KH. Muhyiddin Khotib, kemungkinan besar struktur atap sudah mengalami keretakan pascagempa 5,7 SR yang mengguncang kawasan Situbondo pada 25 September 2025.
“Bangunan ini pernah terdampak dua kali gempa. Sayangnya, tidak ada pemeriksaan struktur setelah kejadian itu. Saat hujan dan angin datang, kondisi bangunan yang sudah rapuh akhirnya tidak kuat menahan beban,” jelas Muhyiddin.
Ia menegaskan bahwa tidak ada unsur kelalaian dari pihak pesantren, karena kejadian ini lebih condong pada bencana alam murni. Meski begitu, pihaknya mengimbau agar seluruh pesantren di wilayah Situbondo melakukan audit bangunan bersama Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan instansi terkait.
Tindakan Cepat dari Pemerintah dan Kepolisian
Setelah peristiwa ini, aparat Polres Situbondo segera memasang garis polisi dan melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Kapolres AKBP Rezi Dharmawan menyatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Tim Inafis, Kementerian Agama, dan BPBD untuk menyelidiki penyebab pasti ambruknya atap.
“Saat ini kami masih menunggu hasil penyelidikan teknis untuk memastikan penyebab pasti. Dugaan awal adalah faktor cuaca, tapi kami juga mempertimbangkan aspek konstruksi,” ujar Rezi.
Ia menambahkan, seluruh korban telah mendapat penanganan dengan baik dan situasi di pesantren sudah dinyatakan aman.
Analisis Ahli: Dugaan Konstruksi Atap Tidak Kuat Menahan Angin
Sementara itu, Ariko Andikabina, seorang arsitek yang meninjau kasus ini, menduga bahwa konstruksi atap bangunan tidak memenuhi standar kekuatan terhadap tekanan angin.
“Dari beberapa foto sisa bangunan yang beredar, terlihat tidak adanya ikatan angin atau komponen penahan beban lateral. Ini membuat atap mudah roboh saat diterpa angin kencang,” jelasnya.
Menurutnya, banyak bangunan pendidikan dan pesantren di daerah yang dibangun tanpa perhitungan struktur sesuai standar SNI. “Untuk kategori sekolah dan asrama, seharusnya safety factor bangunannya lebih tinggi. Kalau tidak, risiko runtuh akibat beban cuaca ekstrem akan selalu ada,” tambah Ariko.
Upaya Pemulihan dan Bantuan Bagi Korban
Pascakejadian, PCNU Situbondo, RMI, dan LPBINU langsung meninjau lokasi untuk memetakan kebutuhan bantuan. LAZISNU juga disiapkan untuk menyalurkan bantuan bagi korban dan membantu proses renovasi bangunan yang rusak.
Sementara itu, pihak Kementerian Agama Kabupaten Situbondo turut menyampaikan duka mendalam. Kepala Seksi PD Pontren, Imam Turmudzi, memastikan bahwa pihak Kemenag bersama kepolisian dan pemerintah daerah akan membantu pemulihan pondok.
“Begitu mendapat laporan, kami langsung ke lokasi bersama Kepala Kemenag dan Kapolres. Kami akan memastikan keamanan seluruh santri serta memberikan dukungan bagi pihak pesantren,” ujarnya.
Pihak Kemenag RI di Jakarta juga merespons cepat. Thobib Al-Asyhar, Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Kemenag, mengatakan bahwa pihaknya tengah mengumpulkan laporan lengkap dari lapangan.
“Kami menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Kemenag berkomitmen memberikan bantuan dan memastikan langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang,” tegas Thobib.
Pesantren Liburkan Kegiatan Sementara
Untuk menghormati korban dan memulihkan kondisi psikologis para santri, pihak pesantren memutuskan meliburkan kegiatan belajar sementara waktu.
“Kami fokus pada pemulihan dulu. Para santri masih trauma, dan kami ingin memastikan kondisi asrama benar-benar aman sebelum mereka kembali,” ujar Kiai Hasan.
Pelajaran Penting: Audit Bangunan Pesantren Jadi Kebutuhan Mendesak
Tragedi di Situbondo ini menjadi peringatan keras bagi lembaga pendidikan berbasis pesantren di seluruh Indonesia. Banyak bangunan yang tampak kokoh dari luar, ternyata memiliki struktur atap atau rangka yang tidak memenuhi standar teknis.
Menurut para ahli, audit konstruksi secara berkala harus dilakukan, terutama di wilayah yang rawan bencana seperti Situbondo yang sering diguncang gempa. Selain itu, penggunaan material berkualitas dan pengawasan pembangunan wajib diperketat untuk mencegah insiden serupa.
Kesimpulan
Peristiwa mencekam di Situbondo ketika atap asrama pesantren putri ambruk dan menimpa para santriwati bukan hanya tragedi duka, tetapi juga peringatan penting tentang keamanan bangunan di lingkungan pendidikan.
Cuaca ekstrem, gempa bumi, hingga lemahnya konstruksi menjadi kombinasi fatal yang merenggut nyawa muda penuh harapan.
Semoga kejadian ini menjadi momentum untuk memperkuat sistem keamanan dan standar bangunan di pesantren agar para santri bisa belajar dan beribadah dengan tenang, tanpa rasa takut akan ancaman dari atas kepala mereka sendiri.

