
Kornet.co.id – Hujan deras mengguyur Kota Bandung dan wilayah sekitarnya, menyebabkan debit air Sungai Cikapundung meningkat drastis. Aliran sungai menjadi tidak stabil, deras, dan berputar-putar. Air yang meluap tidak hanya mengancam pemukiman warga. Tapi juga mengancam nyawa siapa pun yang berada di dekat bibir aliran sungai. Di tengah situasi genting itu, terjadi satu insiden yang kemudian menjadi pusat perhatian publik. Seorang pria yang diduga ODGJ terjebak di tengah aliran Sungai Cikapundung.
Ia berdiri di atas sebuah bongkahan batu besar. Air mengelilinginya. Arus deras menghalangi jalan ke tepi. Di sekeliling tempat ia berdiri, air bergerak cepat, menghantam bebatuan dengan deras. Tubuhnya basah. Tatapannya kosong. Dan tidak ada kemampuan berkomunikasi efektif untuk meminta pertolongan atau merespons instruksi.
Situasi itu bukan sekadar momen panik sesaat. Itu adalah situasi yang sangat berpotensi menjadi tragedi.
Tindakan Cepat Aparat Lapangan
Saat warga menyadari keadaan itu, mereka segera menghubungi petugas penyelamat. Di sinilah peran Damkar Kota Bandung menjadi pusat perhatian. Para petugas Damkar tidak hanya ditugaskan memadamkan api. Dalam berbagai peristiwa penyelamatan non-kebakaran, mereka selalu menjadi garda terdepan. Termasuk dalam penyelamatan manusia di air, penyelamatan hewan, evakuasi benda berat, sampai mitigasi kecelakaan.
Ketika tiba di lokasi — tepat di kawasan Jalan Siliwangi Dalam 1, Cipaganti — tim Damkar langsung melakukan pemetaan cepat. Mereka menilai titik aman evakuasi, menilai kemungkinan akses tali dari arah samping, dan menaksir apakah ada peluang penarikan tubuh korban tanpa memicu kemasukan air lebih jauh.
ODGJ yang terjebak itu adalah manusia. Ia harus hidup kembali ke daratan dengan aman.
Dan Damkar melakukan pendekatan penuh kalkulasi.
Teknik Penyelamatan yang Tidak Bisa Asal-Asalan
Dalam penyelamatan manusia di sungai yang deras, petugas harus berpikir dalam hitungan detik. Karena ada dua risiko besar yang mengancam:
- Korban bisa terpeleset dan terhanyut dalam arus besar.
- Petugas sendiri bisa terbawa derasnya arus dan menjadi korban berikutnya.
Maka strategi disusun. Damkar mengikatkan tali ke tubuh petugas yang turun mendekati korban. Satu tim memegang anchor point. Satu tim fokus memantau arus. Dan satu petugas turun ke jalur batu untuk kemudian menjangkau korban.
Dalam fase penjemputan, komunikasi verbal kepada korban tidak efektif. Karena korban berada dalam kategori ODGJ, instruksi dan komando tidak bisa disampaikan secara rasional. Petugas penyelamat menggunakan bahasa tubuh. Menginisiasi gerakan pelan. Menangkap momentum ketika korban mulai bergerak mendekat.
Lalu, saat momen tepat datang, petugas menarik korban ke arah arus yang relatif lebih tenang dan membawanya ke zona aman.
Warga bersorak. Nafas mereka terlepas. Nyawa manusia berhasil diselamatkan sebelum air membawa tragedi.
Damkar: Profesi Yang Tidak Sederhana
Peristiwa ini menunjukkan bahwa profesi Damkar bukan sekadar memadamkan api. Mereka adalah “first responder”. Mereka penjaga keselamatan publik dalam banyak aspek kehidupan nyata. Mereka datang ketika orang lain panik. Mereka bekerja saat orang lain berlari menjauh.
Jumlah momen seperti ini tidak pernah terhitung dengan adil oleh publik. Banyak keberanian mereka yang tidak pernah menjadi headline. Banyak penyelamatan yang tidak terekam kamera dan tidak menjadi berita.
Tapi ini fakta: profesi Damkar adalah profesi yang selalu mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan nyawa.
Isu Mental Health dan Kerentanan Sosial
Kasus ini juga menyinggung dimensi lain: kerentanan ODGJ di ruang publik. Orang dengan gangguan jiwa sangat rentan dalam situasi bencana atau arus deras. Mereka tidak punya kontrol penuh atas persepsi risiko. Mereka tidak memiliki kapasitas kewaspadaan bahaya. Maka, potensi kejadian serupa bisa terjadi kapan saja jika ekosistem sosial tidak memperhatikan keberadaan mereka.
Sosial safety net untuk ODGJ masih belum maksimal di banyak wilayah. Sistem bantuan publik, perlindungan, dan pemetaan populasi rentan perlu dibangun. Keluarga tidak selalu mampu memantau. Lingkungan tidak selalu peduli. Negara perlu hadir. Kota-kota perlu membangun mekanisme khusus.
Masyarakat perlu disadarkan bahwa ODGJ bukan ancaman — mereka adalah manusia yang perlu perlindungan ekstra.
Penutup
Penyelamatan ODGJ yang terjebak di Sungai Cikapundung adalah potret solidaritas instan, keberanian, dan profesionalitas yang menegaskan bahwa Damkar adalah salah satu tulang punggung negeri ini dalam urusan kehidupan nyata. Keberanian mereka bukan retorika. Itu nyata. Itu terlihat. Itu terukur oleh tindakan, bukan kata-kata.
Dan peristiwa ini juga menjadi pengingat, bahwa isu kemanusiaan tidak pernah boleh disimplifikasi. Mental health bukan sekadar istilah. Ini realita sosial yang sering kali tidak terlihat sampai satu nyawa hampir hilang.
Sungai Cikapundung kembali mengalir. Air akan kembali tenang. Tapi peristiwa ini menyisakan satu pelajaran: ada profesi–profesi yang diam bekerja di balik layar, menyelamatkan banyak nyawa tanpa banyak bicara

