
Sebuah tragedi memilukan mengguncang ketenangan warga di Perumahan Gria Asri, Kelurahan Ciseureuh, Kabupaten Purwakarta. Dea (26), seorang ibu muda, ditemukan tewas secara mengenaskan di dalam rumahnya sendiri.
Dilansir dari medan.tribunnews.com Akhirnya terungkap pelaku pembunuhan terhadap Dea Permata Kharisma (27) warga Komplek Perumahan PJT II, Blok D, Desa Jatimekar, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Di balik pembunuhan keji yang dipicu masalah upah Rp 500.000 ini, terungkap sebuah sandiwara dingin di mana pelaku sempat berakting histeris untuk menutupi jejak kejahatannya.
Kasus ini menjadi cerminan kelam tentang bagaimana amarah sesaat akibat sengketa sepele dapat berujung pada hilangnya nyawa secara brutal, sekaligus menyoroti kerentanan dalam hubungan kerja domestik yang sering kali luput dari perhatian.
.webp?updatedAt=1755242925772&ik-s=fe084d54eb32c2916c2a1de262836c1f29429e88)
Pura-pura Histeris di Depan Jasad Majikan
Peristiwa tragis ini pertama kali terungkap ketika suami korban pulang ke rumah dan menemukan istrinya sudah tak bernyawa dalam kondisi mengenaskan di dalam kamar. Di lokasi yang sama, Pelaku, Ade Mulyana, sang ART Habisi Nyawa Majikan lalu Ia berpura-pura menangis, berteriak histeris, dan menunjukkan gestur syok seolah-olah ia adalah orang pertama yang menemukan majikannya dalam keadaan meninggal dunia.
Menurut laporan media, akting Pelaku begitu meyakinkan. Ia bahkan ikut menenangkan suami korban yang panik dan berupaya menunjukkan simpati kepada keluarga. Sandiwara ini dirancangnya untuk mengalihkan kecurigaan dan membangun alibi bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh orang lain yang masuk ke dalam rumah. Namun, kejanggalan demi kejanggalan mulai tercium oleh aparat kepolisian dari Satreskrim Polres Purwakarta yang segera melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Polisi yang berpengalaman tidak mudah terkecoh. Dari pemeriksaan awal dan tidak adanya tanda-tanda kerusakan pada akses masuk rumah, kecurigaan justru mengarah pada orang dalam. Ade Mulyana, dengan segala drama yang ia tampilkan, menjadi pusat perhatian penyelidik.

Kekejian di Balik Upah Rp 500.000
Setelah diinterogasi secara intensif, pertahanan dan sandiwara Ade Mulyana akhirnya runtuh. Ia mengakui perbuatannya dan membeberkan motif di balik kekejiannya. Pemicunya adalah masalah upah. Ade, yang baru bekerja selama tiga hari, memutuskan untuk berhenti dan meminta upah sebesar Rp 500.000 kepada Dea.
Korban, Dea, menolak memberikan jumlah tersebut karena Ade belum genap bekerja selama sebulan. Menurut kesepakatan awal, gaji Ade adalah Rp 1,8 juta per bulan. Dea merasa permintaan Ade tidak masuk akal untuk masa kerja yang hanya tiga hari. Penolakan inilah yang menyulut amarah Ade hingga gelap mata.
“Motifnya karena pelaku yang baru bekerja tiga hari meminta berhenti dan meminta upah Rp 500 ribu. Namun, korban tidak memberikannya sehingga pelaku sakit hati dan melakukan pembunuhan,” ungkap Kapolres Purwakarta, AKBP Edwar Zulkarnain.
Cekcok mulut antara majikan dan ART itu dengan cepat berubah menjadi aksi kekerasan yang fatal. Ade yang sudah dikuasai emosi mengambil sebuah palu yang ada di dalam rumah dan tanpa ampun menghantamkannya ke kepala Dea berulang kali.
Aksi ART Habisi Nyawa Majikan dengan Brutal Tanpa Perikemanusiaan
Detail pembunuhan yang diungkap oleh pihak kepolisian menunjukkan tingkat kebrutalan yang luar biasa. Tidak puas hanya menghantam kepala korban, pelaku melakukan tindakan sadis lainnya untuk memastikan Dea tewas.
“Pelaku memukul kepala korban sebanyak tiga kali menggunakan palu. Tidak hanya itu, setelah korban terjatuh, gagang palu tersebut dimasukkan ke dalam mulut korban,” jelas AKBP Edwar Zulkarnain.
Tindakan memasukkan gagang palu ke mulut korban menunjukkan amarah yang meluap-luap dan niat untuk menyakiti secara maksimal. Setelah memastikan majikannya tidak lagi bernyawa, Ade menyeret tubuh korban ke dalam kamar dan menutupinya dengan selimut untuk menyamarkan perbuatannya sebelum akhirnya melancarkan drama histerisnya saat suami korban tiba.
Sosok Pelaku dan Penyesalan yang Terlambat
Ade Mulyana adalah seorang pria asal Kabupaten Garut yang datang ke Purwakarta untuk mencari pekerjaan sebagai ART. Ia baru saja memulai hidupnya di rumah Dea, namun dalam waktu singkat, ia berubah dari seorang pekerja menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Di hadapan polisi dan media, Ade hanya bisa tertunduk lesu, mengakui semua perbuatannya yang didasari oleh sakit hati dan emosi sesaat.
Kini, ia dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan. Ancaman hukuman yang menantinya sangat berat, yakni hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Tragedi Purwakarta ini meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban dan menjadi pengingat keras bagi masyarakat. Sebuah sengketa yang seharusnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin justru berakhir dengan cara paling tragis. Kasus ini menggarisbawahi pentingnya komunikasi, penyelesaian konflik yang bijak, dan yang terpenting, kemampuan untuk mengendalikan emosi agar tidak menimbulkan malapetaka yang tak terperikan. Nyawa Dea melayang sia-sia, hanya karena amarah atas upah yang tak seberapa.

