
Majalengka – Sebuah tragedi mengerikan mengguncang warga Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Seorang bocah laki-laki berusia 11 tahun ditemukan tewas di dalam toilet masjid di Desa Sadasari, Kecamatan Argapura. Awalnya diduga kecelakaan, namun hasil penyelidikan polisi mengungkap kenyataan pahit: sang bocah menjadi korban pembunuhan keji oleh seorang pria dewasa berusia 24 tahun.
Penemuan Mayat di Toilet Masjid
Peristiwa ini terjadi di Majalengka pada Sabtu sore, 18 Oktober 2025. Sekitar pukul 20.00 WIB, warga yang hendak bersih-bersih masjid dikejutkan oleh pemandangan mengerikan di dalam toilet Masjid At-Taubah, tak jauh dari kantor desa. Seorang anak laki-laki ditemukan dalam posisi telungkup di dalam bak mandi, dengan tangan menjulur keluar dan luka parah di kepala.
Warga majalengka yang menemukan korban langsung panik dan berteriak meminta bantuan. Beberapa orang datang ke lokasi, namun karena takut, mereka tidak berani mengangkat tubuh sang bocah. Tak lama kemudian, paman korban datang dan bersama warga mengevakuasi tubuh anak tersebut ke rumah sebelum dibawa ke Puskesmas Maja. Sayangnya, tim medis menyatakan korban sudah tidak bernyawa.
Kepala Desa Sadasari, Majalengka, Abdul Miskad, yang juga merupakan keluarga korban, membenarkan kejadian memilukan itu. “Anak itu cucu saya. Kami semua sangat terpukul karena tidak menyangka dia menjadi korban kekerasan,” ungkapnya dengan nada sedih.
Polisi Bergerak Cepat
Dilansir detik.com, Mendapat laporan, Polsek Argapura bersama Satreskrim Polres Majalengka segera turun ke lokasi untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Tim Inafis juga dikerahkan guna mengumpulkan bukti forensik. Dari hasil pemeriksaan awal, polisi menemukan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada dugaan pembunuhan.
Kapolres Majalengka, AKBP Willy Andrian, menjelaskan bahwa penyelidikan dilakukan secara intensif menggunakan metode SJI (Scientific Investigation). “Kami memeriksa rekaman CCTV, mengumpulkan barang bukti, dan melakukan autopsi terhadap jenazah korban. Dari situ, arah penyelidikan semakin jelas,” ujarnya dalam konferensi pers.
Hanya dalam waktu kurang dari dua hari, identitas pelaku berhasil diungkap. Polisi kemudian menangkap seorang pria berinisial G, usia 24 tahun, di wilayah Majalengka Kota pada Senin, 20 Oktober 2025, sekitar pukul 16.30 WIB.
Janji Uang Rp700 Ribu Sebelum Tragedi
Dari hasil penyelidikan dan keterangan keluarga, diketahui bahwa pelaku sempat berinteraksi dengan korban beberapa hari sebelum kejadian. Menurut pengakuan Kepala Desa Abdul Miskad, pelaku sempat menjanjikan akan memberikan uang sebesar Rp700 ribu kepada korban.
“Tiga hari sebelum kejadian, cucu saya bercerita kepada neneknya bahwa ada seseorang yang berjanji akan memberinya uang Rp700 ribu. Tapi kami tidak tahu untuk apa. Sabtu sore itu, ternyata mereka bertemu,” kata Abdul Miskad.
Janji uang itu diduga menjadi cara pelaku membujuk korban agar mau menuruti ajakannya. Karena masih polos, korban pun mengikuti pelaku menuju toilet masjid tanpa curiga sedikit pun.
Kronologi Kejadian: Dari Bujukan hingga Pembunuhan
Menurut hasil pemeriksaan polisi, pelaku G berkeliling di sekitar masjid pada sore hari mencari “target.” Saat melihat korban bermain sepeda di dekat masjid, ia langsung menghampiri dan mengajaknya berbicara. Pelaku kemudian mengiming-imingi uang Rp700 ribu agar korban mau ikut ke toilet masjid.
Kapolres menjelaskan, perbuatan pelaku tidak direncanakan matang, tetapi muncul karena dorongan menyimpang yang mendadak. “Dari hasil pemeriksaan, pelaku memiliki kecenderungan perilaku menyimpang terhadap anak laki-laki,” jelas AKBP Willy Andrian.
Begitu masuk ke dalam toilet, pelaku diduga mencoba melakukan tindakan asusila. Namun korban menolak dan berontak. Karena marah dan panik, pelaku mendorong kepala korban hingga terbentur tembok. Luka di kepala membuat korban kehilangan kesadaran. Tak berhenti di situ, pelaku kemudian mencekik korban hingga meninggal dunia.
Usai memastikan korban tak bernyawa, pelaku kabur meninggalkan lokasi. Sementara itu, warga baru menemukan jasad korban beberapa jam kemudian.
Barang Bukti dan Penangkapan
Saat penangkapan, polisi menyita sejumlah barang bukti dari tangan pelaku. Di antaranya celana pendek, jaket panjang, helm, telepon genggam, dan sepeda motor yang digunakan saat kejadian. Sepeda milik korban juga turut diamankan untuk kepentingan penyelidikan.
“Pelaku sudah kami amankan dan kini menjalani pemeriksaan intensif. Kami juga melakukan tes kejiwaan untuk memastikan kondisi psikologisnya,” tambah Kapolres.
Pelaku dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Hukuman maksimal yang menanti adalah 15 tahun penjara atau seumur hidup.
Reaksi Warga dan Imbauan Polisi
Kematian tragis bocah 11 tahun ini mengguncang masyarakat Majalengka. Warga Desa Sadasari yang dikenal tenang tiba-tiba diselimuti rasa takut dan duka. Banyak orang tua kini lebih waspada terhadap anak-anak mereka, terutama saat bermain di luar rumah tanpa pengawasan.
Kasubsi PIDM Humas Polres Majalengka, Ipda Dony Arivanto, menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga korban. Ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.
“Kami memastikan proses hukum berjalan profesional dan transparan. Pelaku akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Dony.
Pelajaran dari Tragedi Majalengka
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat tentang pentingnya pengawasan terhadap anak-anak, terutama di ruang publik seperti masjid, taman, dan sekolah. Tindakan kejahatan terhadap anak sering kali diawali dengan bujukan sederhana, seperti janji uang atau hadiah kecil.
Psikolog anak juga mengingatkan agar orang tua selalu menanamkan pemahaman tentang bahaya ajakan orang asing dan pentingnya segera melapor bila merasa tidak nyaman. Dalam kasus tragis ini, kepolosan korban justru dimanfaatkan oleh pelaku untuk melancarkan niat jahatnya.
Tragedi mengerikan: bocah 11 tahun ditemukan tewas di toilet masjid Majalengka bukan sekadar kabar duka, tetapi juga tamparan bagi semua pihak untuk lebih peduli terhadap keamanan anak-anak. Kejadian ini membuktikan bahwa kejahatan bisa terjadi di tempat yang tidak terduga, bahkan di rumah ibadah yang seharusnya menjadi tempat paling aman.

