
Dampak demo 25 Agustus, Bus TransJakarta dan KRL berhenti beroperasi, menjadi sorotan besar masyarakat. Aksi unjuk rasa mahasiswa dan berbagai elemen massa di depan Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Senin (25/8/2025), bukan hanya menimbulkan kemacetan, tetapi juga melumpuhkan layanan transportasi publik. Ribuan warga yang biasa mengandalkan transportasi umum mendadak terjebak di jalanan.
Sejak siang, massa Demo 25 Agustus terus berdatangan ke kawasan DPR RI. Aparat kepolisian sudah menutup sebagian akses jalan utama untuk mengantisipasi lonjakan demonstran. Situasi ini berdampak langsung pada operasional Bus TransJakarta dan KRL Commuter Line yang melintasi kawasan Senayan hingga Tanah Abang.
Ribuan Personel Polisi Dikerahkan
Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menyebut, sekitar 6.000 personel gabungan TNI-Polri diturunkan untuk mengamankan jalannya unjuk rasa. Polisi juga memasang kawat berduri di sekitar kompleks DPR RI, termasuk di Jalan Gatot Subroto.
Kehadiran aparat membuat arus lalu lintas semakin menyempit. Kendaraan pribadi pun harus memutar arah, sementara kendaraan umum terpaksa berhenti beroperasi demi alasan keamanan.
TransJakarta Hentikan Sejumlah Layanan

PT TransJakarta mengumumkan penghentian sementara sejumlah rute yang melintasi kawasan DPR RI. Beberapa rute yang terkena dampak antara lain:
- Koridor 1 Blok M – Kota, dialihkan dan tidak melewati halte Gelora Bung Karno (GBK) serta Senayan.
- Koridor 9 Pinang Ranti – Pluit, hanya beroperasi hingga Semanggi.
- Rute Non-BRT seperti Senen – Blok M, juga dihentikan sementara.
Kebijakan ini sontak membuat penumpang menumpuk di halte-halte alternatif, terutama di Bundaran HI, Dukuh Atas, dan Semanggi.
“Biasanya saya naik TransJakarta dari Senayan ke Harmoni, tapi hari ini harus turun di Semanggi dan jalan kaki lumayan jauh,” keluh Nabila, seorang karyawan swasta yang terpaksa mencari ojek online karena layanan TransJakarta dialihkan.
KRL Commuter Line Terimbas

Bukan hanya bus, operasional KRL juga ikut terdampak. PT KAI Commuter mengumumkan keterlambatan dan pembatasan perjalanan KRL khususnya lintas Tanah Abang – Serpong – Rangkasbitung.
- Rangkaian KRL dari Rangkasbitung hanya sampai Stasiun Palmerah.
- KRL jurusan Serpong – Tanah Abang beberapa kali tertahan hingga 20 menit.
- Penumpang dialihkan untuk menggunakan transportasi lain di Stasiun Kebayoran dan Palmerah.
Akibatnya, antrean panjang penumpang terlihat di sejumlah stasiun. Banyak yang mengeluh karena harus mencari alternatif transportasi di tengah kondisi jalan yang macet.
Suara Warga: “Lumpuh Total”
Bagi warga Jakarta, demo 25 Agustus terasa seperti ujian kesabaran. Sejumlah pengguna jalan menyebut transportasi hari itu “lumpuh total.”
- Pengguna TransJakarta mengeluhkan keterlambatan hingga lebih dari 1 jam.
- Pengguna KRL banyak yang memilih putar balik karena tidak ada kepastian jadwal keberangkatan.
- Pengendara kendaraan pribadi pun terjebak kemacetan panjang di sekitar Semanggi, Slipi, dan Palmerah.
“Biasanya saya bisa sampai kantor di Sudirman dalam 30 menit, ini hampir 2 jam di jalan,” kata Adit, seorang pegawai bank yang akhirnya memilih parkir di luar kota dan melanjutkan perjalanan dengan ojek online.
Tuntutan Massa: Bubarkan DPR

Aksi demo 25 Agustus ini digelar oleh kelompok mahasiswa, buruh, dan organisasi masyarakat. Mereka menuntut pembubaran DPR RI dengan alasan dianggap tidak lagi mewakili aspirasi rakyat.
Selain itu, massa Demo 25 Agustus juga menolak sejumlah rancangan undang-undang yang dinilai merugikan masyarakat. Spanduk bertuliskan “Bubarkan DPR, Kembalikan Kedaulatan Rakyat” terlihat dibentangkan di sepanjang jalan depan Gedung DPR RI.
Analisis Singkat: Transportasi Publik Rentan Lumpuh
Demo 25 Agustus besar seperti ini kembali menegaskan betapa rentannya transportasi publik Jakarta terhadap gangguan eksternal.
- Ketergantungan tinggi pada jalur utama membuat sedikit hambatan langsung berdampak besar.
- Minimnya jalur alternatif membuat ribuan orang sulit mencari solusi cepat.
- Koordinasi antar-operator transportasi (bus, KRL, MRT) masih perlu ditingkatkan agar penumpang tidak kebingungan.
Dilansir dari detik.com, Pakar transportasi publik, Darmaningtyas, menilai perlu ada skenario darurat yang lebih terintegrasi. “Demo bisa terjadi kapan saja, seharusnya operator transportasi punya protokol jelas untuk mengurangi dampak ke penumpang,” ujarnya.
Penutup
Dampak demo 25 Agustus, Bus TransJakarta dan KRL berhenti beroperasi, menjadi pelajaran penting bagi pemerintah, operator transportasi, dan masyarakat. Aksi unjuk rasa adalah bagian dari demokrasi, namun sistem transportasi perkotaan juga harus mampu menjaga mobilitas warga.
Selama Jakarta masih mengandalkan jalur-jalur vital yang rawan terganggu, setiap demo besar berpotensi melumpuhkan kota. Pertanyaan besarnya: apakah kita akan terus mengulang hal yang sama, atau mulai membangun sistem transportasi yang lebih tangguh menghadapi situasi darurat?

