
Kornet.co.id – Isu mengenai dana pemerintah daerah yang disebut mengendap di bank kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, perhatian tertuju pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dikabarkan memiliki dana sebesar Rp 4,17 triliun yang belum terserap dan disimpan di rekening bank. Untuk menepis berbagai spekulasi, Gubernur Jabar mengambil langkah cepat dengan mendatangi langsung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna memberikan klarifikasi sekaligus penjelasan terkait situasi keuangan daerah tersebut.
Langkah Tegas dan Transparan
Dalam kunjungannya ke Kemendagri, Gubernur Jabar menegaskan bahwa pihaknya tidak menutup-nutupi data keuangan, apalagi sengaja menahan dana publik di bank. Ia menyebut bahwa angka Rp 4,17 triliun yang beredar di publik tidak sepenuhnya akurat. Setelah dilakukan sinkronisasi data antara Pemprov Jabar dan Kemendagri, jumlah dana yang belum terealisasi sebenarnya hanya sekitar Rp 2,6 triliun.
Menurutnya, dana tersebut bukanlah uang yang “mengendap” tanpa tujuan, melainkan bagian dari kas daerah yang tengah dalam proses penyaluran untuk berbagai kebutuhan dan proyek pembangunan. Ia menambahkan bahwa sebagian dana sudah terikat dalam kontrak kegiatan yang berjalan, sehingga tidak dapat langsung dicairkan.
Penjelasan Teknis: Dana Tak Bisa Langsung Digerakkan
Gubernur Jabar menjelaskan, pengelolaan dana daerah memiliki mekanisme yang ketat. Dana kas daerah yang tersimpan di bank bukan berarti dibiarkan begitu saja, melainkan digunakan sebagai penyangga arus kas untuk berbagai keperluan rutin, termasuk pembayaran gaji pegawai, kegiatan operasional, serta pelaksanaan proyek strategis yang tengah berjalan.
Dalam konteks keuangan daerah, istilah “dana mengendap” sering kali disalahartikan. Sebenarnya, dana tersebut masih dalam tahapan administrasi dan penjadwalan pencairan sesuai aturan yang berlaku. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas fiskal daerah, sekaligus memastikan agar setiap penggunaan anggaran tetap akuntabel dan sesuai regulasi.
Pernyataan ini sekaligus menjadi jawaban atas isu yang sempat berkembang bahwa pemerintah daerah sengaja menunda realisasi anggaran untuk memperoleh bunga deposito dari bank. Menurut Gubernur Jabar, tudingan tersebut tidak berdasar karena setiap aktivitas keuangan daerah diawasi ketat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Kementerian Keuangan.
Menjaga Kredibilitas dan Akuntabilitas
Langkah Gubernur Jabar mendatangi Kemendagri dinilai sebagai bentuk tanggung jawab moral sekaligus politik. Dalam situasi di mana isu keuangan daerah mudah dipelintir, transparansi menjadi kunci utama menjaga kepercayaan publik. Dengan mengklarifikasi langsung kepada pemerintah pusat, ia ingin memastikan bahwa tidak ada kesalahpahaman antara data yang beredar di publik dan fakta administratif di lapangan.
Lebih jauh, ia juga menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus mendorong percepatan realisasi anggaran di berbagai sektor, termasuk pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan. Dalam tahun berjalan, tingkat penyerapan APBD Jabar sudah mencapai lebih dari 70 persen — angka yang menunjukkan kinerja cukup baik dibandingkan dengan banyak daerah lain.
Dampak Isu terhadap Persepsi Publik
Dilansir dari Detik.com Isu mengenai dana yang “mengendap” di bank sering kali menimbulkan keresahan di masyarakat. Publik menganggap bahwa pemerintah daerah tidak bekerja optimal dalam menyalurkan anggaran pembangunan. Padahal, persoalan ini kerap bersumber dari perbedaan waktu antara pencairan dana dan realisasi fisik proyek di lapangan.
Gubernur Jabar menilai bahwa transparansi adalah satu-satunya jalan untuk menghindari salah tafsir publik. Ia bahkan mengusulkan agar setiap pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kas daerah secara berkala dan terbuka, agar masyarakat bisa melihat pergerakan keuangan daerah secara real time.
Langkah ini sejalan dengan prinsip “good governance” yang menekankan keterbukaan informasi publik dan akuntabilitas keuangan. Dengan begitu, narasi negatif tentang dana “nganggur” di bank bisa dihapus dengan data konkret, bukan asumsi semata.
Kolaborasi dengan Pemerintah Pusat
Pertemuan Gubernur Jabar dengan pejabat Kemendagri tidak hanya membahas soal dana Rp 4,17 triliun, tetapi juga tentang sinergi antara pemerintah daerah dan pusat dalam memperkuat pengelolaan fiskal. Salah satu fokus pembahasan adalah optimalisasi kas daerah agar dapat memberikan dampak ekonomi nyata, terutama bagi pelaku usaha mikro dan sektor pembangunan daerah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat disebut sedang mengembangkan sistem digitalisasi keuangan yang lebih efisien, agar pergerakan dana dapat dipantau secara langsung oleh berbagai pihak. Dengan sistem tersebut, setiap rupiah yang masuk dan keluar akan tercatat secara transparan, memperkecil peluang penyalahgunaan anggaran.
Catatan Ekonomi: Tantangan Serapan Anggaran
Dalam konteks makroekonomi, fenomena dana daerah yang belum terserap memang menjadi tantangan nasional. Banyak pemerintah daerah yang masih terkendala pada proses administrasi, penyusunan dokumen, hingga kendala teknis di lapangan. Hal inilah yang sering menyebabkan anggaran tampak “mengendap” meski sebenarnya sedang menunggu proses pelaksanaan.
Gubernur Jabar menyadari hal itu dan berkomitmen mempercepat realisasi program tanpa mengorbankan aspek kehati-hatian. Ia menegaskan bahwa efisiensi tidak boleh menghapus prinsip akuntabilitas. Dana publik, sekecil apa pun, harus digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memperindah laporan.
Penutup
Kunjungan Gubernur Jabar ke Kemendagri bukan sekadar langkah klarifikasi, melainkan bukti komitmen terhadap keterbukaan dan tanggung jawab fiskal. Di tengah meningkatnya sorotan terhadap pengelolaan anggaran daerah, sikap proaktif seperti ini menjadi contoh bagaimana pemimpin seharusnya bersikap — tidak defensif, tetapi komunikatif dan solutif.
Dengan penjelasan yang terbuka, diharapkan publik memahami bahwa dana yang disebut mengendap sebenarnya bagian dari mekanisme keuangan daerah yang kompleks. Lebih dari sekadar angka, ini adalah tentang kepercayaan — dan Gubernur Jabar telah mengambil langkah penting untuk menjaganya.

