
Kejadian di Subang yang Menghebohkan Dunia Maya
Jagat media sosial kembali dihebohkan dengan kabar Viral! Guru di Subang diduga tampar murid usai robohkan tembok sekolah—orang tua murid ngamuk!
Peristiwa ini terjadi di salah satu SMP di Subang, Jawa Barat, dan dengan cepat menjadi sorotan nasional.
Video yang memperlihatkan seorang ayah mendatangi sekolah untuk menegur anaknya menyebar luas di berbagai platform media sosial. Aksi tersebut memicu perdebatan hangat mengenai batas antara disiplin dan kekerasan dalam dunia pendidikan.
Awal Kejadian: Tembok Sekolah Roboh Karena Ulah Siswa
Dilansir ntvnews.id, Kasus bermula ketika sekelompok siswa dikabarkan memanjat tembok sekolah hingga akhirnya tembok tersebut roboh.
Salah satu dari mereka adalah anak dari seorang konten kreator lokal yang dikenal di Instagram dengan nama akun @mangdans_
Guru yang melihat peristiwa itu kemudian menegur para siswa. Namun, teguran itu diduga berujung pada tindakan fisik, yaitu tamparan terhadap beberapa murid, termasuk anak dari konten kreator tersebut.
Melalui unggahan di media sosialnya, sang ayah mengaku tidak membela perbuatan anaknya, tapi menolak keras jika kekerasan dijadikan metode mendidik.
“Saya akui anak saya salah karena manjat tembok sampai roboh, tapi saya tidak terima main tangan. Bukan cuma anak saya, delapan anak lain juga kena tampar,” tulisnya pada unggahan yang viral pada Rabu, 5 November 2025.
Konfrontasi Panas di Sekolah: “Saya Akan Lapor ke Gubernur!”
Setelah mendapat laporan dari anaknya, sang ayah langsung mendatangi sekolah untuk meminta klarifikasi. Suasana pun memanas.
Dalam video yang beredar, terlihat ayah tersebut menegur seorang guru laki-laki yang diduga menampar anaknya.
Guru tersebut sempat membela diri dan mengklaim tindakannya dilakukan karena alasan kedisiplinan.
“Kalau anak bapak tidak nakal, kalau anak bapak baik-baik, saya tampar, saya yang salah,” ujar guru itu dengan nada tinggi.
Pernyataan itu justru memicu amarah sang ayah. Ia menegur guru tersebut sambil merekam kejadian sebagai bukti.
“Lah ini guru nggampar-nggampar anak orang! Lihat nih, SMP di Subang. Pak Dedi Mulyadi tolong, saya akan lapor! Cari solusi yang mendidik, bukan kekerasan,” katanya dengan nada emosional.
Situasi sempat makin tegang sebelum akhirnya seorang guru perempuan mencoba menenangkan kedua pihak dan mengajak mereka berdialog dengan kepala dingin.
Reaksi Warganet: Antara Membela dan Mengecam
Tak butuh waktu lama, video tersebut menyebar cepat dan menjadi perbincangan hangat di jagat maya.
Warganet terbelah dalam dua kubu pandangan.
Sebagian netizen membela guru, menilai tindakan keras itu masih wajar untuk mendisiplinkan siswa yang merusak fasilitas sekolah. Mereka beranggapan, jika guru terlalu lembek, siswa akan semakin berani melanggar aturan.
Namun, banyak pula yang mengecam tindakan tersebut. Mereka menegaskan bahwa kekerasan fisik dalam pendidikan tidak bisa dibenarkan dalam kondisi apa pun. Guru, menurut mereka, harus menjadi teladan dalam bersikap dan mencari solusi tanpa menggunakan kekerasan.
Beberapa komentar warganet bahkan menyebut tindakan guru itu bisa mencoreng citra sekolah.
Sementara sebagian lain menilai orang tua juga perlu introspeksi karena perilaku anak di sekolah sering kali mencerminkan pola didik di rumah.
Orang Tua Murid Ngamuk, Kasus Dilaporkan
Sang ayah mengaku akan membawa kasus ini ke pihak yang lebih tinggi, termasuk melaporkannya kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Menariknya, dalam video yang viral, guru yang dilaporkan justru tampak tenang dan menantang orang tua tersebut untuk benar-benar melapor.
“Silakan saja, Pak. Lapor saja kalau memang merasa perlu,” ujar sang guru tanpa ragu.
Respons ini semakin membuat publik bereaksi. Ada yang menilai guru terlalu arogan, sementara sebagian menilai ia hanya berusaha mempertahankan martabatnya sebagai pendidik.
Pandangan Ahli: Kekerasan Tak Bisa Jadi Alat Pendidikan
Sejumlah pemerhati pendidikan menilai kasus ini menjadi cermin buruk praktik kedisiplinan di sekolah.
Menurut mereka, hukuman fisik tidak hanya melanggar aturan etika, tapi juga bisa menimbulkan trauma psikologis pada anak.
“Guru seharusnya menjadi teladan, bukan sosok yang menakutkan. Jika siswa melakukan kesalahan, panggil orang tuanya dan cari solusi bersama,” ujar seorang pengamat pendidikan dalam diskusi publik di media sosial.
Kementerian Pendidikan sendiri telah lama menegaskan bahwa kekerasan di lingkungan sekolah termasuk pelanggaran berat.
Guru bisa dikenai sanksi administrasi hingga pidana jika terbukti melakukan kekerasan terhadap siswa.
Tantangan Dunia Pendidikan di Era Digital
Kasus Viral! Guru di Subang diduga tampar murid usai robohkan tembok sekolah—orang tua murid ngamuk! menunjukkan tantangan baru bagi dunia pendidikan di era media sosial.
Kini, setiap peristiwa di sekolah bisa direkam, diunggah, dan menyebar dengan cepat ke publik.
Hal ini menuntut semua pihak — guru, murid, maupun orang tua — untuk lebih berhati-hati dalam bersikap.
Tindakan spontan yang dianggap sepele bisa berujung pada sorotan besar jika sampai viral.
Di sisi lain, keterbukaan ini juga bisa menjadi pengingat bagi institusi pendidikan untuk selalu menjunjung transparansi, komunikasi sehat, dan profesionalisme.
Harapan Publik: Selesaikan dengan Kepala Dingin
Banyak pihak berharap kasus ini tidak berlarut-larut dan bisa diselesaikan secara bijak.
Baik guru maupun orang tua diharapkan menahan emosi dan mengutamakan dialog demi kepentingan pendidikan anak-anak.
Pihak sekolah juga diminta melakukan evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang.
Sementara itu, masyarakat berharap pemerintah daerah turun tangan memastikan proses penyelesaian berjalan adil dan transparan.
Penutup: Cermin Sosial dari Kasus Viral di Subang
Kasus Viral! Guru di Subang diduga tampar murid usai robohkan tembok sekolah—orang tua murid ngamuk! bukan sekadar persoalan pribadi antara guru dan wali murid.
Lebih dari itu, ini menjadi cermin betapa sensitifnya isu pendidikan di tengah masyarakat modern.
Dunia pendidikan seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi anak untuk belajar, bukan arena kekerasan.
Semoga kasus di Subang ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak — bahwa mendidik dengan kasih, bukan amarah, adalah jalan terbaik membentuk karakter generasi muda Indonesia.

