
Kornet.co.id – Dua Kerangka manusia yang ditemukan setelah insiden kebakaran di Gedung ACC Kwitang, Jakarta Pusat, mulai membuka tabir baru dan perhatian publik pun tersedot tajam ke arah dua nama: Reno Syahputra Dewo dan Muhammad Farhan Hamid. Temuan ini bukan sekadar penemuan sisa jasad di lokasi kebakaran biasa. Temuan ini menyentuh sensitivitas publik karena dikaitkan dengan dua pemuda yang sempat dilaporkan hilang setelah momentum demonstrasi beberapa bulan sebelumnya. Situasi ini membuat isu ini tidak hanya bergerak pada ranah kriminal semata, namun juga menyusup pada ranah psikologis keluarga, ranah keadilan publik, ranah kepercayaan terhadap proses hukum, hingga ranah sosial yang lebih luas.
Dugaan Identitas Menguat, Tapi Penegakan Fakta Butuh Ketelitian Forensik
Pihak kepolisian diketahui telah mengambil sampel DNA dari keluarga yang diduga memiliki hubungan dengan dua nama tersebut. Namun, proses identifikasi tidak boleh dilakukan gegabah. Pada kasus penemuan Kerangka seperti ini, setiap data harus dikonfirmasi melalui proses ilmiah. Forensik menjadi penentu akhir agar tidak ada spekulasi atau kesimpulan liar dari masyarakat. Identifikasi DNA bukan proses yang dilakukan seketika. Ada prosedur, ada tahapan validasi, dan ada rincian teknis yang harus diikuti agar hasilnya valid secara hukum.
Pada titik ini, publik diimbau untuk tetap menahan narasi liar. Karena jika identitas yang berkembang di masyarakat tidak akurat, maka potensi misinformasi bisa mengacaukan fakta. Sementara keluarga yang menunggu kepastian, sesungguhnya berada pada kondisi paling rapuh. Publik boleh ingin tahu, tetapi penyampaian informasi harus tetap bertanggung jawab.
Keluarga Dalam Fase Menunggu Jawaban yang Paling Menentukan
Dilansir dari Tribunnews.com Sampel DNA keluarga sudah diambil. Proses ini adalah langkah paling krusial. Karena pada akhirnya, bukan rumor yang akan menentukan. Bukan opini publik yang menjadi legitimasi. Melainkan bukti ilmiah dari hasil laboratorium. Dua Kerangka ini akan berbicara lewat data. Lewat karakteristik biologis. Lewat sekuens genetik yang kemudian dipadukan dengan data pembanding keluarga.
Menunggu hasil bukan hal ringan. Keluarga sedang berada di posisi menunggu kepastian terberat dalam hidup mereka. Apakah benar dua Kerangka itu adalah dua pemuda yang hilang, ataukah ada fakta lain yang belum terungkap. Ketidakpastian semacam ini bisa menggerus kondisi psikis. Karena di satu sisi mereka ingin menemukan kepastian atas kehilangan. Namun di sisi lain, mereka juga masih berharap bahwa yang ditemukan bukan adalah orang terdekat mereka.
Polisi Meminta Publik Tidak Berspekulasi Berlebihan
Pihak kepolisian juga meminta agar publik tidak mudah membuat hipotesa liar. Karena faktor kebakaran itu sendiri adalah variabel kompleks. Api pada tingkat tertentu dapat mengubah struktur sisa tubuh manusia. Dalam beberapa kasus ekstrem, struktur tulang mengalami kerusakan sedemikian rupa sehingga proses pemeriksaan juga membutuhkan tahapan lebih panjang. Sebuah Kerangka pasca-kebakaran memiliki tantangan analisis yang berbeda dengan kerangka yang ditemukan dalam kondisi natural decomposition.
Publik memang berhak mendapatkan informasi. Tetapi dalam konteks kriminal forensik, ada batas yang harus dihormati. Penyelidik tidak dapat sembarang menyampaikan informasi sebelum bukti benar-benar matang dan konklusif. Jika salah menyampaikan, implikasinya bisa panjang, dan berpotensi merusak kepercayaan masyarakat pada institusi penyelidikan.
Penutup
Kasus penemuan dua Kerangka di Kwitang kini memasuki fase penentuan. Nama Reno Syahputra Dewo dan Muhammad Farhan Hamid mengemuka ke publik karena memiliki keterkaitan histori pelaporan orang hilang yang berdekatan dengan peristiwa tersebut. Namun penegasan identitas tetap harus menunggu hasil final laboratorium DNA. Kebenaran tidak boleh diputuskan hanya karena opini massa. Kebenaran juga tidak boleh diinterpretasikan hanya berdasar potongan narasi yang beredar.
Proses ini adalah tentang kejelasan hukum. Tentang validitas forensik. Tentang memastikan bahwa keluarga tidak menerima informasi salah. Ketika hasil lab telah keluar, barulah narasi identitas bisa dirangkai utuh. Sampai saat itu tiba, publik perlu menahan diri, menghormati proses, dan memastikan setiap informasi yang beredar tidak memantik stigma ataupun penghakiman prematur terhadap siapapun. Karena dua Kerangka ini sedang menunggu untuk bersuara lewat bukti, bukan hanya lewat asumsi. Kasus ini masih berlanjut dan polisi menghimbau agar masyarakat tidak berspekulasi

