.webp)
Suasana penuh haru menyelimuti halaman Polda Metro Jaya, Rabu (10/9/2025). Isak Tangis Ibu Delpedro: ‘Anak Saya Bukan Penjahat’ pecah saat Magda Antista (59), ibunda Direktur Lokataru Foundation, datang menjenguk putranya yang tengah mendekam di rumah tahanan.
Didampingi putranya yang lain, Delpiero Hegelian, Magda tak kuasa menahan emosi. Ia berulang kali menegaskan bahwa anaknya bukanlah seorang kriminal, melainkan sosok yang selalu memperjuangkan kepentingan masyarakat kecil.
“Kenapa dia ditahan? Anak saya bukan penjahat, bukan maling, bukan koruptor. Dia hanya membela rakyat,” ucap Magda dengan suara bergetar, sambil berpelukan erat dengan pakar hukum tata negara Bivitri Susanti.
Solidaritas dari Koalisi Masyarakat Sipil
Tangisan Magda tidak terjadi dalam kesendirian. Sejumlah tokoh dari Koalisi Masyarakat Sipil, termasuk KontraS, turut hadir memberikan dukungan moral. Salah satunya adalah Bivitri Susanti, pendiri Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, yang mencoba menenangkan Magda dengan pelukan hangat.
kehadiran para aktivis hukum dan HAM ini menegaskan bahwa kasus yang menjerat Delpedro tidak hanya menjadi urusan pribadi, tetapi juga menyangkut kebebasan berekspresi di Indonesia.
“Delpedro hanya ingin ada perbaikan dalam sistem hukum dan demokrasi kita. Menyebutnya kriminal jelas tidak adil,” ungkap salah satu anggota solidaritas yang hadir.
Mengapa Delpedro Ditahan?
Isak tangis Magda semakin dalam ketika mengingat tuduhan yang ditimpakan pada anaknya. Polisi menuduh Delpedro dan lima rekannya sebagai provokator dalam aksi demonstrasi yang berlangsung pada 25 dan 28 Agustus 2025.
Mereka disebut telah menghasut massa hingga menyebarkan panduan pembuatan bom molotov di media sosial. Tuduhan itu yang membuat Delpedro bersama lima tersangka lainnya ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Nama-Nama Tersangka yang Ditahan:
- Delpedro Marhaen Rismansyah (DMR)
- MS
- SH
- KA
- RAP
- FL
Pasal yang Dikenakan
Keenam tersangka, termasuk Delpedro, dijerat dengan pasal berlapis, di antaranya:
- Pasal 160 KUHP → tentang penghasutan untuk melakukan tindak pidana.
- Pasal 45A ayat 3 jo. Pasal 28 ayat 3 UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE → terkait penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian.
- Pasal 76H jo. Pasal 15 jo. Pasal 87 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak → karena ajakan tersebut dinilai menyasar kalangan pelajar yang masih di bawah umur.
Dilansir dari tempo.co, Menurut pihak kepolisian, barang bukti yang diamankan termasuk unggahan dari akun @lokataru_foundation yang mengajak pelajar untuk tidak takut ikut berdemonstrasi.
Unggahan tersebut berbunyi:
“Anda pelajar? Ingin demo? Sudah demo? Diancam sanksi? Atau sudah disanksi? Kita lawan bareng! #jangantakut”
Di dalam postingan juga tertera nomor hotline pengaduan yang bisa dihubungi oleh pelajar.
Isak Tangis Ibu Delpedro
Namun bagi Magda Antista, tuduhan itu terlalu berlebihan. Ia menilai anaknya hanya memperjuangkan aspirasi masyarakat kecil yang selama ini terpinggirkan.
“Anak saya bukan penjahat. Dia tidak pernah mencuri, tidak korupsi, tidak merugikan siapa pun. Dia hanya ingin negeri ini lebih baik,” ujarnya sambil menangis.
Magda menambahkan, perjuangan Delpedro bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan rakyat. Baginya, cap “provokator” yang disematkan kepada anaknya adalah bentuk kriminalisasi terhadap suara kritis.
Dukungan Publik Menguat
Sejak penangkapan Delpedro, dukungan publik terus berdatangan. Berbagai kelompok masyarakat sipil menilai penahanan ini justru dapat mencoreng citra demokrasi Indonesia.
Beberapa poin kritik yang disuarakan publik antara lain:
- Kriminalisasi Aktivis → Tuduhan provokasi dianggap sebagai upaya membungkam kritik sosial.
- Kebebasan Berpendapat → Aksi unjuk rasa adalah hak konstitusional warga negara.
- Kepentingan Pelajar → Ajakan melawan sanksi bagi pelajar yang ikut demo dianggap sebagai bentuk perlindungan, bukan provokasi.
Polisi Bertahan pada Proses Hukum
Meski ada gelombang simpati, pihak kepolisian tetap menegaskan bahwa langkah penahanan sudah sesuai prosedur hukum.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa penetapan tersangka dan penahanan terhadap Delpedro dkk berdasarkan bukti yang cukup.
“Enam orang tersangka ini telah diperiksa secara intensif. Semua bukti telah dikaji. Oleh karena itu, penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan,” jelas Ade Ary.
Harapan Keluarga dan Publik
Kini, publik menantikan perkembangan proses hukum Delpedro Marhaen. Bagi sang ibu, yang terpenting adalah keadilan.
“Biarlah hukum berjalan, tapi jangan anak saya diperlakukan seolah dia penjahat. Anak saya hanya membela rakyat kecil,” kata Magda, menutup tangisnya.
Solidaritas masyarakat sipil pun berharap agar kasus ini ditangani dengan adil, transparan, dan tidak mengebiri kebebasan demokrasi.
Penutup
Peristiwa Isak Tangis Ibu Delpedro: ‘Anak Saya Bukan Penjahat’ menjadi simbol perjuangan antara suara rakyat melawan stigma kriminalisasi. Di tengah derasnya tuduhan, suara seorang ibu menggema: anaknya bukan kriminal, melainkan pejuang.
Kasus ini bukan hanya soal hukum, tapi juga tentang masa depan kebebasan berekspresi di Indonesia. Apakah jeritan hati seorang ibu mampu mengetuk nurani penegak hukum? Waktu yang akan menjawab.

