
Kasus perundungan di SMKN 1 Cikarang Barat kembali mencuat dan memicu keprihatinan publik. Kali ini, peristiwa memilukan terjadi di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, ketika seorang siswa SMKN 1 Cikarang Barat berinisial AAI (16) mengalami patah tulang rahang setelah dianiaya kakak kelasnya.
Tragedi tersebut terjadi hanya karena hal sepele: AAI berfoto bersama seorang siswi di sekolah. Namun, tindakan sederhana itu justru dianggap melanggar aturan tidak tertulis oleh para pelaku. Akibatnya, korban menjadi sasaran kekerasan yang dilakukan secara bergantian oleh para seniornya.
Kepolisian kini telah menetapkan 5 Tersangka dalam Kasus perundungan di SMKN 1 Cikarang Barat ini. Para pelaku diduga kuat melakukan penganiayaan hingga korban harus menjalani operasi rahang dan masih dalam perawatan intensif di rumah sakit.
Kronologi Kasus perundungan di SMKN 1 Cikarang Barat
Berdasarkan keterangan polisi, peristiwa nahas ini terjadi pada Selasa, 2 September 2025, sekitar pukul 11.30 WIB di lapangan sekolah.
- Awalnya, korban sedang berfoto dengan seorang siswi menggunakan seragam sekolah.
- Aksi itu diketahui oleh kakak kelasnya yang menilai AAI melanggar aturan sekolah.
- Korban kemudian dibawa ke lapangan tongkrongan yang berlokasi tak jauh dari sekolah.
- Di lokasi tersebut, korban dipaksa jongkok lalu dipukul secara bergantian oleh sejumlah kakak kelasnya.
- Akibat penganiayaan, rahang kiri korban patah dan memerlukan tindakan operasi medis.
Polisi Bergerak Cepat
Kasus perundungan ini dilaporkan ke Polsek Cikarang Barat pada 4 September 2025 oleh ayah korban. Kapolsek Cikarang Barat AKP Tri Bintang Baskoro membenarkan adanya laporan tersebut dan langsung melakukan penyelidikan.
“Benar, sudah ada laporan perundungan. Kasus ini masih dalam penyelidikan,” ujar Bintang.
Polisi sudah memeriksa beberapa saksi, termasuk ayah korban, guru Bimbingan Konseling (BK), serta tiga anak yang diduga pelaku. Namun, setelah pendalaman, jumlah pelaku yang terlibat ternyata lebih banyak. Saat ini 5 Tersangka telah ditetapkan dalam kasus perundungan ini.
Pemeriksaan Terhadap Pelaku perundungan
Kapolres Metro Bekasi, Kombes Mustofa, menjelaskan bahwa pihak kepolisian langsung mengidentifikasi para pelaku begitu laporan diterima. Pemeriksaan dilakukan dengan pendampingan guru BK dan orang tua masing-masing tersangka.
“Prinsipnya sudah kita tangani. Dugaan bullying ini sudah jelas mengarah kepada kakak kelas korban. Mereka sudah kita periksa,” tegas Mustofa.
Sejauh ini, polisi masih menelusuri kemungkinan adanya pelaku tambahan karena dalam video yang beredar disebutkan ada lebih dari lima orang yang terlibat memukul korban.
Pemicu Perundungan: Foto Bersama Siswi
Salah satu poin yang cukup mengejutkan publik adalah alasan di balik penganiayaan ini. Menurut keterangan polisi, kakak kelas korban menganggap AAI melanggar aturan karena berfoto dengan siswi di sekolah sambil mengenakan seragam.
“Menurut kakak kelasnya, aturan sekolah tidak membolehkan siswa foto bersama siswi dengan seragam,” jelas Kapolsek Bintang.
Namun, alasan tersebut justru menimbulkan pertanyaan besar: apakah benar ada aturan resmi seperti itu, atau sekadar dalih yang dijadikan pembenaran untuk melakukan aksi kekerasan?
Kondisi Korban
Korban saat ini masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Dokter menyebutkan bahwa AAI harus menjalani operasi untuk memperbaiki rahangnya yang patah akibat pukulan keras.
Kondisi ini membuat pihak keluarga terpukul. Sang ayah berharap kasus ini bisa ditangani dengan serius dan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
Respon Publik dan Media Sosial
Kasus ini langsung viral di media sosial setelah video dan narasi perundungan tersebar luas. Banyak warganet yang mengecam keras tindakan para pelaku dan menuntut sekolah maupun aparat penegak hukum memberikan sanksi berat.
Beberapa komentar publik menyoroti lemahnya pengawasan sekolah serta budaya senioritas yang masih kental, sehingga sering berujung pada praktik perundungan.
Tanggung Jawab Sekolah
Selain aparat hukum, pihak sekolah juga ikut dimintai keterangan. Guru BK yang hadir saat pemeriksaan menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh proses hukum. Namun, publik menuntut lebih dari sekadar pernyataan.
Sekolah diharapkan mampu mengambil langkah nyata seperti:
- Memberikan sanksi tegas kepada para pelaku.
- Menyusun aturan yang jelas untuk mencegah perundungan.
- Menghadirkan konseling bagi korban agar pulih secara mental.
- Meningkatkan pengawasan di area sekolah.
Dampak Hukum Bagi Pelaku
Karena para pelaku masih berstatus anak di bawah umur, proses hukum dilakukan dengan aturan khusus sesuai Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Mereka tetap bisa dipidana, namun dengan pendekatan pembinaan dan diversi.
Meski begitu, masyarakat menilai hukuman yang ringan tidak akan menimbulkan efek jera. Banyak pihak mendorong agar kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa bullying bukan sekadar kenakalan remaja, melainkan tindak pidana serius.
Kasus yang terjadi di SMKN 1 Cikarang Barat ini menjadi pengingat pahit bahwa perundungan di sekolah masih marak terjadi. Tindakan kekerasan yang berawal dari alasan sepele kini berujung pada proses hukum serius dan trauma mendalam bagi korban.
Masyarakat berharap aparat, sekolah, dan orang tua dapat bekerja sama mencegah tragedi serupa terulang. Karena pada akhirnya, sekolah seharusnya menjadi tempat aman untuk belajar, bukan arena kekerasan.

