
Kasus provokasi di media sosial kembali menyita perhatian publik. Seorang perempuan bernama Laras Faizati (26) resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga membuat unggahan provokatif di akun Instagram miliknya. Dalam postingan itu, Laras diduga menghasut massa untuk melakukan pembakaran terhadap gedung Mabes Polri saat demonstrasi berlangsung.
Penetapan status tersangka ini sontak menimbulkan berbagai reaksi, baik dari pihak aparat maupun keluarga Laras. Berikut adalah rangkaian fakta yang berhasil dihimpun terkait kasus Laras Faizati jadi tersangka ajakan membakar Mabes Polri!
1. Penangkapan Laras Faizati, dan Penahanan di Rutan Bareskrim

Menurut keterangan resmi dari Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji, Laras ditangkap pada 1 September 2025 di rumahnya di kawasan Cipayung, Jakarta Timur.
Setelah diperiksa, Laras langsung ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri pada 2 September 2025. Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk akun media sosial Instagram yang digunakan Laras untuk menyebarkan konten provokatif.
“Terhadap tersangka dilakukan penahanan di Rutan Bareskrim Polri sejak tanggal 2 September 2025,” jelas Brigjen Himawan.
2. Dugaan Hasutan Bakar Mabes Polri
Polisi menyebut, unggahan Laras dinilai sebagai bentuk provokasi berbahaya. Ia dituduh mengajak massa untuk membakar gedung Mabes Polri, yang notabene merupakan objek vital nasional.
Dilansir dari viva.co.id, Dalam keterangannya, Brigjen Himawan menegaskan bahwa konten tersebut berpotensi memicu tindakan anarkis. Laras merekam video dari lokasi yang dekat dengan Mabes Polri, lalu mengunggahnya ke Instagram dengan 4.008 pengikut.
“Tersangka membuat dan mengunggah konten yang memetakan target berbahaya dan berpotensi memperkuat aksi anarkis,” ujar Himawan.
3. Keluarga Menolak dan Ajukan Protes
Pihak keluarga Laras tidak tinggal diam. Melalui kuasa hukumnya, Abdul Gafur Sangadji, keluarga menyatakan keberatan atas penetapan tersangka. Menurut Gafur, unggahan Laras hanyalah ekspresi kekecewaan atas insiden tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi.
“Beliau hanya mengkritik dan meluapkan kekecewaan. Sayangnya, kritik itu ditafsirkan sebagai hasutan,” kata Gafur.
Keluarga juga menilai bahwa proses hukum terhadap Laras terlalu cepat dan tidak memberi ruang klarifikasi.
4. Penetapan Tersangka Dinilai Terburu-buru
Kuasa hukum Laras menyebut, pada 31 Agustus 2025 terdapat laporan dari seseorang terkait unggahan Laras. Namun, di hari yang sama, Laras langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa dipanggil atau dimintai keterangan terlebih dahulu.
Keesokan harinya, Laras ditangkap dengan penjemputan paksa oleh penyidik Siber Bareskrim. Hingga kini, pihak keluarga bahkan mengaku belum mengetahui siapa pelapor kasus tersebut.
“Prosesnya terlalu cepat. Tidak ada pemanggilan, tidak ada klarifikasi, langsung ditetapkan tersangka,” ujar Gafur.
5. Latar Belakang Laras Faizati

Laras bukanlah sosok sembarangan. Menurut kuasa hukumnya, ia adalah seorang anak muda cerdas dengan pengalaman internasional. Laras fasih berbahasa Inggris dan bekerja di sebuah lembaga internasional.
Hal inilah yang membuat keluarga menyayangkan penahanan tersebut. Mereka menilai ada indikasi upaya membungkam suara kritis anak muda melalui jalur hukum.
6. Pasal yang Menjerat Laras Faizati
Kasus Laras Faizati jadi tersangka ajakan membakar Mabes Polri! tidak main-main. Polisi menjeratnya dengan sejumlah pasal berlapis, antara lain:
- Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE
- Pasal 45A ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 UU ITE Nomor 1 Tahun 2024
- Pasal 160 KUHP tentang penghasutan
- Pasal 161 ayat 1 KUHP tentang menyebarkan ujaran yang dapat memicu keonaran
Jika terbukti bersalah, Laras terancam hukuman penjara bertahun-tahun.
7. Polemik Kebebasan Berekspresi vs Keamanan Negara
Kasus ini menimbulkan perdebatan publik. Sebagian pihak menilai langkah kepolisian sudah tepat karena unggahan Laras dianggap membahayakan keamanan nasional. Namun, di sisi lain, ada yang menilai penetapan tersangka terlalu cepat dan berpotensi menggerus kebebasan berekspresi masyarakat.
Fenomena ini menunjukkan betapa tipisnya batas antara kritik sosial dengan ujaran yang dapat dianggap provokasi. Terlebih, di era digital, setiap unggahan di media sosial bisa dengan cepat menyebar luas dan memicu berbagai reaksi.
8. Kesimpulan
Kasus Laras Faizati jadi tersangka ajakan membakar Mabes Polri! menjadi pengingat bahwa penggunaan media sosial harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Meski kebebasan berpendapat dijamin undang-undang, namun setiap ujaran memiliki konsekuensi hukum, apalagi jika dinilai berpotensi mengancam keamanan negara.
Di sisi lain, aparat penegak hukum juga diharapkan transparan dalam menangani kasus-kasus sensitif semacam ini agar tidak menimbulkan kesan pembungkaman terhadap suara kritis.

