.webp)
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melaporkan meningkatnya aduan masyarakat terkait maraknya provokasi yang beredar di ruang digital. Menkomdigi, Meutya Hafid, mengingatkan bahwa provokasi tersebut bukan hanya berupa ujaran kebencian, melainkan juga ajakan penjarahan, seruan penyerangan, hingga penyebaran isu sensitif berbasis Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
Dalam keterangan resminya, Meutya menegaskan bahwa informasi keliru di media sosial menyebar sangat cepat, bahkan menyerupai banjir bandang yang menenggelamkan berita benar, kritik membangun, serta aktivitas positif masyarakat seperti pembelajaran daring dan promosi produk UMKM.
Menkomdigi Sebut Ada Aliran Dana untuk Provokasi di Medsos
.webp)
Dilansir dari detik.com, Meutya menemukan temuan terbaru mengenai demo tersebut, menurutnya pemerintah mengindikasikan adanya upaya terorganisir untuk memanfaatkan media sosial sebagai sarana provokasi. Ia mengungkap bahwa terdapat aliran dana signifikan di platform digital, yang diduga kuat digunakan untuk mendukung aksi-aksi anarkis.
“Sejak beberapa hari terakhir, kami memantau adanya aliran dana dalam jumlah besar melalui platform digital. Bahkan, konten kekerasan dan anarkisme disiarkan secara langsung dan dimonetisasi lewat fitur donasi maupun gifts bernilai tinggi,” jelas Meutya melalui akun Instagram resminya.
Lebih jauh, ia menyebut sejumlah akun yang terlibat dalam siaran langsung provokatif tersebut terhubung dengan jaringan judi online, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan adanya jejaring finansial yang mendorong konten provokasi.
Konten Anarkis Dimonetisasi

Fenomena monetisasi konten provokatif menjadi salah satu sorotan utama pemerintah. Aksi-aksi demo yang berlangsung di sejumlah daerah, sebagian besar direkam, ditayangkan secara maraton, bahkan dijadikan tontonan publik melalui fitur live streaming di berbagai platform media sosial.
Para pelaku tidak hanya menyebarkan konten yang berpotensi memecah belah, tetapi juga menerima insentif dalam jumlah tidak wajar dari penonton. Dengan pola ini, muncul dugaan bahwa sebagian aksi kericuhan bukanlah spontanitas, melainkan memang digerakkan untuk kepentingan tertentu.
Pemerintah Hormati Aspirasi Damai, Tolak Provokasi Anarkis
Meski menyoroti adanya aliran dana untuk provokasi di medsos, Menkomdigi menegaskan bahwa pemerintah tetap menghormati masyarakat yang menyampaikan aspirasi secara tertib dan damai.
“Pemerintah tidak anti-kritik. Tetapi, kami melihat ada kelompok yang sengaja digerakkan melalui media sosial menuju titik tertentu, kemudian menyiarkan konten anarkis secara maraton dan mendapatkan keuntungan finansial yang tidak wajar,” ujar Meutya.
Imbauan Menkomdigi: Bijak Gunakan Media Sosial
Dalam kesempatan yang sama, Meutya mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya. Ia mendorong publik untuk:
- Tidak langsung menyebarkan konten yang memicu kebencian atau kekerasan.
- Membiasakan cek silang informasi dari sumber resmi dan media kredibel.
- Menggunakan ruang digital untuk aktivitas produktif, seperti pendidikan, bisnis, dan kreativitas.
“Ruang digital adalah milik kita bersama. Mari kita jaga agar tetap sehat, aman, dan tidak diperalat pihak-pihak yang ingin memecah belah bangsa,” pungkasnya.
Kasus Fitur Live TikTok yang Dinonaktifkan
Sejalan dengan temuan pemerintah, salah satu platform besar, TikTok, mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan sementara fitur TikTok Live di Indonesia. Keputusan ini dilakukan secara sukarela oleh pihak TikTok, bukan atas permintaan pemerintah.
Juru Bicara TikTok menyebut bahwa penangguhan fitur tersebut dilakukan menyusul meningkatnya aksi kekerasan yang terjadi dalam demonstrasi belakangan ini. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan ruang digital dan mencegah penyebaran konten anarkis secara luas.
“Sehubungan dengan meningkatnya kekerasan dalam aksi unjuk rasa, kami mengambil langkah pengamanan tambahan untuk menjaga TikTok tetap menjadi ruang aman dan beradab,” jelas pihak TikTok.
Dampak Penutupan Fitur Live bagi UMKM
Menkomdigi Meutya Hafid mengakui bahwa penghentian sementara fitur live TikTok berdampak pada pelaku usaha kecil dan menengah yang mengandalkan platform tersebut untuk promosi dan penjualan.
“Kami berharap langkah ini tidak berlangsung lama. Jika kondisi kembali normal, semoga fitur live bisa segera aktif kembali agar UMKM tidak kehilangan momentum penjualan,” ujarnya.
Harapan serupa juga datang dari pelaku usaha kecil yang merasakan langsung penurunan interaksi dengan konsumen sejak fitur live nonaktif.
Menjaga Kesehatan Ruang Digital
Kasus ini menjadi pengingat bahwa ruang digital bukan hanya sarana ekspresi, tetapi juga rawan dimanfaatkan pihak tertentu untuk meraih keuntungan dengan cara tidak sehat. Pemerintah menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak—pemerintah, platform media sosial, serta masyarakat—untuk menjaga ruang digital tetap kondusif.
Dengan adanya temuan aliran dana yang mendukung provokasi di medsos, masyarakat diharapkan tidak hanya berhati-hati, tetapi juga aktif melawan hoaks dan provokasi dengan cara menyebarkan konten positif.
Pernyataan Menkomdigi Sebut Ada Aliran Dana di Medsos untuk Provokasi menyoroti bagaimana ruang digital bisa dijadikan alat provokasi terorganisir, bahkan dimonetisasi demi keuntungan kelompok tertentu. Meski demikian, pemerintah menegaskan tetap menghormati aspirasi yang disampaikan secara damai, dan berharap masyarakat bisa lebih bijak serta kritis dalam bermedia sosial.
Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan ruang digital Indonesia tetap sehat, aman, dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa.

