
Kasus Heboh! Pecinta Alam Bitung Diduga Lakukan Kekerasan Saat Orientasi tengah ramai diperbincangkan publik. Seorang ibu bernama Nurdiana, melapor ke pihak kepolisian setelah anaknya yang masih berstatus pelajar SMA diduga menjadi korban kekerasan saat mengikuti kegiatan orientasi sebuah komunitas pecinta alam di Kota Bitung, Sulawesi Utara (Sulut).
Dilansir dari kumparan.com, Nurdiana mengaku kecewa dan tidak ingin insiden serupa kembali terjadi. Menurutnya, kegiatan pecinta alam seharusnya membentuk karakter positif generasi muda, bukan malah menyakiti mereka dengan cara-cara kekerasan.
Kronologi Kejadian: Dari Izin Orang Tua hingga Laporan Polisi
Nurdiana menuturkan, putranya berinisial AA (16) meminta izin untuk ikut kegiatan pendakian bersama komunitas pecinta alam pada Jumat hingga Minggu, 26–28 September 2025.
Ada beberapa hal yang membuat sang ibu yakin memberikan izin:
- Anak mengikuti kegiatan resmi yang terorganisir.
- Ada surat resmi dari pihak komunitas yang ditujukan kepada orang tua peserta.
- Kegiatan dinilai positif karena melibatkan aktivitas fisik dan kecintaan terhadap alam.
Namun, harapan itu sirna setelah AA pulang dalam kondisi memprihatinkan. Wajahnya terlihat bengkak, bibir pecah, dan terdapat lebam kebiruan. Awalnya, AA beralasan dirinya digigit tawon saat camping.
Fakta Terungkap dari Video Kekerasan
Kecurigaan Nurdiana semakin besar setelah secara tidak sengaja melihat video yang ditonton anaknya. Video tersebut memperlihatkan adegan kekerasan saat orientasi pecinta alam.
- Para peserta baru dipaksa melepas baju.
- Mereka hanya mengenakan topi atau slayer biru yang dililitkan di leher.
- Secara bergantian, anggota baru ditarik ke depan, dipaksa berlutut, lalu ditampar berkali-kali.
- Beberapa bahkan ditendang di bagian dada.
Melihat bukti ini, AA akhirnya mengakui bahwa dirinya dan peserta lain memang mendapat perlakuan kasar. Yang lebih mengejutkan, para senior memberi instruksi agar para korban tidak menceritakan kejadian tersebut ke pihak luar.
Pengakuan Orang Tua: Marah dan Kecewa
“Saya sangat marah karena ada upaya menutupi kebenaran. Mereka dilarang bicara kepada siapa pun. Ini tidak benar dan harus dihentikan,” ujar Nurdiana.
Ia menegaskan bahwa melapor polisi adalah langkah untuk melindungi anak-anak lain agar tidak mengalami hal serupa. Baginya, kasus ini bukan hanya soal anaknya, tetapi juga soal keselamatan generasi muda yang ingin aktif dalam kegiatan organisasi.
Respons Publik: Viral di Media Sosial
Video kekerasan yang beredar cepat di media sosial membuat masyarakat heboh. Banyak warganet mengecam keras tindakan tersebut dan menilai orientasi pecinta alam seharusnya mendidik, bukan menganiaya.
Beberapa komentar warganet menyebut:
- “Kegiatan pecinta alam harusnya mengajarkan solidaritas, bukan kekerasan.”
- “Kalau begini, orientasi malah mirip perpeloncoan yang berbahaya.”
- “Semoga polisi bertindak tegas agar tidak ada korban berikutnya.”
Polisi Diminta Usut Tuntas
Melihat hebohnya kasus ini, pihak kepolisian diminta menindaklanjuti laporan. Dugaan kekerasan dalam orientasi bisa masuk ke ranah hukum karena menyangkut penganiayaan terhadap anak di bawah umur.
Jika terbukti, pelaku dapat dijerat pasal penganiayaan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Aparat diharapkan bertindak tegas agar kejadian serupa tidak kembali terulang dalam kegiatan organisasi mana pun.
Tradisi Kekerasan dalam Orientasi: Budaya yang Harus Dihentikan
Fenomena kekerasan saat orientasi bukan hal baru di Indonesia. Beberapa organisasi, baik sekolah, kampus, maupun komunitas, masih ada yang melakukan praktik perpeloncoan.
Namun, banyak pakar pendidikan menilai tradisi seperti ini tidak ada manfaatnya. Justru bisa berdampak:
- Trauma psikologis pada korban.
- Cedera fisik yang membahayakan.
- Merusak citra organisasi.
- Membuat orang tua kehilangan kepercayaan terhadap kegiatan positif.
Harapan Orang Tua dan Masyarakat
Nurdiana berharap polisi tidak hanya berhenti pada tahap penyelidikan, tetapi benar-benar membawa kasus ini ke ranah hukum. Ia ingin komunitas pecinta alam yang menggunakan kekerasan saat orientasi dibubarkan agar tidak ada lagi korban.
Masyarakat pun menilai perlu ada aturan tegas yang mengikat setiap kegiatan organisasi. Setiap acara orientasi harus diawasi dan dikelola dengan baik agar keselamatan peserta terjamin.
Pelajaran Penting dari Kasus Ini
Peristiwa Heboh! Pecinta Alam Bitung Diduga Lakukan Kekerasan Saat Orientasi bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak:
- Bagi orang tua – selalu cek dan telusuri lebih dalam organisasi yang diikuti anak. Jangan hanya percaya pada surat resmi.
- Bagi organisasi pecinta alam – jadikan orientasi sebagai sarana edukasi, bukan ajang balas dendam atau senioritas.
- Bagi aparat hukum – bertindak tegas agar kejadian serupa tidak terulang.
- Bagi masyarakat umum – jangan menormalisasi kekerasan dengan alasan “tradisi” atau “pembentukan mental.”
Kesimpulan
Kasus yang melibatkan komunitas pecinta alam di Bitung ini menyadarkan kita bahwa tidak semua kegiatan orientasi berjalan sehat. Apa yang seharusnya menjadi pengalaman mendidik justru berubah menjadi tragedi.
Heboh! Pecinta Alam Bitung Diduga Lakukan Kekerasan Saat Orientasi harus dijadikan momentum untuk menghapus praktik perpeloncoan di berbagai organisasi. Semua pihak, baik orang tua, sekolah, komunitas, maupun aparat hukum, perlu bekerja sama memastikan bahwa kegiatan positif benar-benar aman dan mendidik.

