
Kornet.co.id – Di tengah derasnya arus kritik publik, isu saling tuding, sampai perdebatan soal efisiensi dan cost recovery, pernyataan Prabowo Subianto soal masa depan Whoosh kembali menjadi perbincangan. Ia melontarkan kalimat yang singkat, tegas, sekaligus menenangkan: “Saya yang tanggung jawab. Tidak usah ribut.”
Kalimat ini bukan hanya respon spontan. Itu adalah statement politik. Sebuah deklarasi.
Dan ini menarik. Karena untuk pertama kalinya, pemimpin negara secara terbuka mengatakan dirinya siap hands-on terhadap proyek strategis nasional yang sedang menjadi topik panas di ruang publik.
Siapa yang Sebenarnya Diributkan Publik?
Bicara Whoosh, publik terbelah menjadi dua narasi besar:
- Ada yang melihat Whoosh sebagai bukti modernisasi transportasi, transformasi sistem mobilitas, dan kenaikan kelas negeri ini di panggung global.
- Ada pula yang melihat Whoosh sebagai boros anggaran, beban APBN, dan proyek yang belum terasa direct impact dalam skala masif.
Kedua pandangan ini sama-sama hidup.
Inilah mengapa kalimat Prabowo menjadi titik pivot. Ia seakan memotong kebisingan politik, memotong berbagai spekulasi, lalu mengantar pada satu garis: Negara bertanggung jawab. Presiden bertanggung jawab. Dan dia memastikan tidak ada satu pun pihak yang perlu menari di gendang provokasi pihak luar.
Dimensi Tanggung Jawab Negara
Setiap proyek infrastruktur besar, apalagi lintas-pemerintahan, tidak bisa dilihat dari kacamata laporan keuangan triwulan. Infrastruktur bukan produk retail. Infrastruktur adalah fondasi jangka panjang.
Dan Prabowo tahu itu.
Ketika ia mengatakan “Saya yang tanggung jawab”, itu adalah pesan bahwa negara tidak boleh dibiarkan menjadi arena adu popularitas, atau sekadar kompetisi narasi soal benar dan salah. Ada masa depan yang lebih luas. Ada visi pembangunan terintegrasi. Ada orientasi masa depan bangsa, bukan sekadar angka-angka kas.
Sebuah negara besar selalu mengambil keputusan jangka panjang, bukan jangka pendek. Infrastruktur adalah akumulasi keberanian. Bahkan jika hari ini belum sempurna.
Kenapa Whoosh Jadi Simbol Baru?
Whoosh bukan sekadar kereta cepat. Ia simbol.
Simbol bahwa Indonesia sudah memulai dekade mobilitas baru. Kita memasuki era:
- konektivitas berbasis kecepatan
- efisiensi waktu
- modernisasi moda transportasi
- reposisi Indonesia sebagai pemain besar dalam sistem logistik dan transportasi Asia
Dan di sinilah letak pernyataan Prabowo menjadi konteks besar.
Ia ingin publik berhenti melihat Whoosh dengan drama emosional. Karena Whoosh bukan sekadar kereta. Ia adalah milestone mental.
Kita sedang menggeser mental “cukup segini” menjadi mental “harus lebih maju”.
Persoalan Kritik Publik: Sah, Tapi Jangan Terjebak Politisasi
Dilansir dari Detik.com Publik berhak bertanya. Publik berhak mengkritik. Itu sah.Tapi, yang tidak boleh terjadi adalah manipulasi opini sampai memprovokasi ketidakpercayaan nasional. Prabowo menyentil hal ini. Menurutnya, tidak perlu membesar-besarkan sesuatu yang punya jalan penyelesaian institusional.
Ada audit.
Ada kontrol.
Ada sistem.
Dan ada pemerintah yang siap bertanggung jawab.
Stabilitas narasi publik itu penting. Karena narasi publik menentukan arah kepercayaan ekonomi jangka panjang.
Masa Depan Whoosh di Era Kepemimpinan Prabowo
Jika narasi ini berlanjut, jika klaim tanggung jawab Prabowo benar-benar diwujudkan dalam bentuk sistem kontrol yang transparan dan akuntabel, Whoosh bisa menjadi proyek:
- penguatan logistik
- penghubung ekonomi antar kota
- pemicu ekosistem industri baru
- pemacu pertumbuhan investment corridor nasional
Dan ketika semua ini berjalan, ketika Whoosh tidak lagi dipandang sekadar kereta cepat, tapi sebagai koridor nilai ekonomi, maka kritik hari ini akan perlahan tenggelam oleh pembuktian.
Karena dalam politik negara modern, pembuktian adalah bahasa paling keras.
Penutup
Statement Prabowo sangat filosofis: jangan ribut, saya tanggung jawab.
Itu bukan sekadar klaim personal. Itu implikasi struktural. Dan itu juga pesan psikologis: publik harus tenang, sistem tetap jalan, negara berada pada tangan yang siap menanggung konsekuensi.
Di balik kalimat itu, ada pesan lebih dalam lagi:
Negarawan itu bukan yang paling keras bersuara, tapi yang berani berdiri di garis depan ketika sebuah keputusan negara dikritik paling keras.
Whoosh kini bukan sekadar proyek teknologi tinggi. Ia menjadi cermin bagaimana Indonesia mengelola perdebatan publik, mengelola investasi moral jangka panjang, serta mengelola legitimasi kepercayaan nasional di era baru kepemimpinan Prabowo Subianto.

