
Isu tentang Dana Rp 14,6 triliun DKI ‘ngendap’ di bank belakangan mencuri perhatian publik. Pasalnya, angka fantastis itu disebut-sebut sebagai dana milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang belum terserap dalam belanja daerah. Namun Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan bahwa informasi tersebut “1000 persen benar”—dan bukan berarti uang itu dibiarkan menganggur begitu saja.
Pengakuan Langsung dari Gubernur DKI Pramono
Dalam keterangannya di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025), Pramono menegaskan bahwa apa yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa benar adanya. Ia menjelaskan bahwa dana sebesar Rp 14,6 triliun memang tersimpan di bank daerah, namun sudah dijadwalkan penggunaannya untuk berbagai keperluan pembayaran proyek dan kewajiban Pemprov DKI menjelang akhir tahun.
“Seperti yang disampaikan Pak Menteri Keuangan, Pak Purbaya, memang benar ada dana Rp 14,6 triliun milik Pemda DKI di Bank Jakarta. Itu bukan hanya 100 persen benar, tapi 1.000 persen benar!” tegas Pramono.
Pola Belanja DKI: Tinggi di Akhir Tahun
Dilansir detik.com, Gubernur Pramono menjelaskan bahwa fenomena dana besar yang ‘mengendap’ di bank bukan hal baru bagi Pemprov DKI. Setiap tahun, pola pengeluaran anggaran DKI cenderung meningkat tajam pada kuartal keempat. Hal ini disebabkan oleh mekanisme pembayaran proyek pembangunan dan layanan publik yang umumnya rampung menjelang akhir tahun.
“Jakarta memang seperti itu polanya,” ujarnya. “Di akhir tahun 2023 saja, total pembayaran mencapai sekitar Rp 16 triliun, dan di tahun 2024 melonjak menjadi Rp 18 triliun. Jadi dana Rp 14,6 triliun ini memang disiapkan untuk pembayaran proyek-proyek pada November dan Desember nanti.”
Dengan demikian, dana tersebut bukanlah idle fund atau dana yang dibiarkan tanpa fungsi, melainkan bagian dari strategi manajemen kas agar Pemprov siap memenuhi kewajiban tepat waktu.
Permintaan Tambahan Dana dari Pemerintah Pusat
Menariknya, bukan hanya mempertahankan dana yang ada, Pramono juga menyebut pihaknya telah meminta tambahan dana transfer dari Kementerian Keuangan sebesar Rp 10 triliun. Langkah ini dilakukan agar belanja daerah dapat dipercepat dan realisasi proyek berjalan tanpa hambatan.
“Kami bahkan sudah meminta ke Pak Menteri Keuangan agar dana tambahan Rp 10 triliun segera ditransfer. Semua dana ini akan digunakan untuk membayar proyek-proyek yang sudah selesai, jadi tidak ada yang ditahan,” jelasnya.
Pendapatan Daerah Masih Kuat
Pramono juga memastikan kondisi keuangan DKI Jakarta dalam posisi solid. Pendapatan daerah, terutama dari sektor pajak, justru menunjukkan tren positif dan telah melampaui target yang ditetapkan dalam APBD 2025.
“Alhamdulillah, pendapatan pajak kita tercapai bahkan sedikit melebihi target. Jadi tidak ada masalah dengan sisi penerimaan. Semua terkendali,” katanya optimis.
Dengan stabilnya pendapatan, Pemprov DKI diyakini mampu menuntaskan berbagai proyek strategis di penghujung tahun, termasuk pembangunan infrastruktur transportasi dan revitalisasi fasilitas publik.
Purbaya: Dana Mengendap Akibat Eksekusi Lambat
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Akibatnya, hingga akhir September 2025 tercatat ada Rp 234 triliun dana daerah yang masih mengendap di perbankan.
“Rendahnya serapan ini bukan karena dana tidak ada, tapi karena eksekusi di lapangan berjalan lambat,” ujar Purbaya dalam Rapat Pengendalian Inflasi di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Ia menegaskan, pemerintah pusat sudah menyalurkan anggaran ke daerah dengan cepat. Namun, sebagian besar pemerintah daerah belum mampu membelanjakan dana tersebut sesuai rencana.
DKI Punya Simpanan Tertinggi
Dari total dana mengendap Rp 234 triliun itu, DKI Jakarta menjadi daerah dengan simpanan tertinggi, mencapai Rp 14,6 triliun. Disusul oleh Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 6,8 triliun dan Kota Banjarbaru Rp 5,1 triliun.
Berikut daftar 15 pemerintah daerah dengan dana simpanan tertinggi berdasarkan data Kementerian Keuangan:
- Provinsi DKI Jakarta – Rp 14,6 triliun
- Provinsi Jawa Timur – Rp 6,8 triliun
- Kota Banjarbaru – Rp 5,1 triliun
- Provinsi Kalimantan Utara – Rp 4,7 triliun
- Provinsi Jawa Barat – Rp 4,1 triliun
- Kabupaten Bojonegoro – Rp 3,6 triliun
- Kabupaten Kutai Barat – Rp 3,2 triliun
- Provinsi Sumatera Utara – Rp 3,1 triliun
- Kabupaten Kepulauan Talaud – Rp 2,6 triliun
- Kabupaten Mimika – Rp 2,4 triliun
- Kabupaten Badung – Rp 2,2 triliun
- Kabupaten Tanah Bumbu – Rp 2,11 triliun
- Provinsi Bangka Belitung – Rp 2,10 triliun
- Provinsi Jawa Tengah – Rp 1,9 triliun
- Kabupaten Balangan – Rp 1,8 triliun
Seruan Pemerintah: Segera Belanjakan Uang untuk Rakyat
Dalam pernyataannya, Purbaya menegaskan bahwa uang tersebut seharusnya segera digunakan untuk kegiatan produktif yang bermanfaat langsung bagi masyarakat. Ia meminta seluruh pemerintah daerah untuk mempercepat proses belanja agar dana publik tidak hanya menjadi angka di rekening bank.
“Pesan saya sederhana: dananya sudah ada, segera gunakan. Jangan tunggu akhir tahun. Pastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” tegasnya.
Dana Rp 14,6 Triliun DKI ‘Ngendap’ di Bank: Fakta, Bukan Masalah
Menanggapi hal itu, Pramono menilai pernyataan Purbaya bukan kritik, melainkan bentuk transparansi agar publik memahami siklus keuangan daerah. Ia memastikan bahwa dana Rp 14,6 triliun DKI ‘ngendap’ di bank memang benar adanya, tetapi bukan tanda lemahnya kinerja keuangan Pemprov.
“Justru ini menunjukkan pengelolaan kas yang sehat dan terencana. Semua pembayaran sudah dijadwalkan, tidak ada uang yang menganggur,” ujar Pramono menutup pernyataannya.
Kesimpulan
Fenomena Dana Rp 14,6 triliun DKI ‘ngendap’ di bank—yang Gubernur sebut “1000% benar”—tidak serta merta berarti buruk. Dana tersebut merupakan bagian dari strategi pengelolaan kas menjelang lonjakan belanja akhir tahun. Dengan realisasi pajak yang tinggi dan perencanaan anggaran yang matang, Pemprov DKI optimistis seluruh dana akan terserap sesuai jadwal, mendorong roda ekonomi Jakarta hingga penghujung 2025.

