
Kabar memilukan datang dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Seorang balita bernama Raya, bocah Sukabumi meninggal tubuhnya penuh cacing setelah menderita sakit berkepanjangan. Peristiwa ini terjadi di Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, pada Juli 2025.
Kepergian bocah berusia tiga tahun itu bukan hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga, tetapi juga membuka mata publik tentang buruknya kondisi kesehatan, gizi, dan lingkungan di pedesaan yang kurang mendapat perhatian.
Kronologi Kondisi Raya
Menurut keterangan keluarga, Raya sejak kecil sudah sering sakit-sakitan. Ia diketahui tinggal di rumah semi panggung sederhana bersama ibunya yang mengalami gangguan jiwa dan ayahnya yang menderita TBC. Pengasuhan sehari-hari banyak dilakukan oleh neneknya.
Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Raya sering bermain di bawah kolong rumah bersama ayam dan hewan peliharaan lain. Kondisi itu membuat kebersihan dirinya sulit terjaga. Kebiasaan bermain tanah tanpa mencuci tangan diduga menjadi pintu masuk ribuan cacing ke dalam tubuh mungilnya.
Relawan dari komunitas sosial Rumah Teduh sempat membagikan video yang menunjukkan cacing hidup keluar dari hidung Raya. Video tersebut viral di media sosial dan memicu gelombang empati sekaligus pertanyaan: bagaimana mungkin di era sekarang masih ada anak yang meninggal karena penyakit cacingan akut?
Pernyataan Resmi Pemerintah Daerah

Kronologi Kasus Raya, bocah Sukabumi meninggal tubuhnya penuh cacing mendapat perhatian Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Melalui akun Instagramnya, ia menyampaikan rasa prihatin mendalam.
“Saya sangat kecewa dan memohon maaf atas meninggalnya balita berusia tiga tahun dengan tubuh dipenuhi cacing. Ini bukti bahwa fungsi pelayanan dasar di desa belum berjalan optimal,” ucap Dedi Mulyadi.
Dari hasil komunikasi dengan dokter yang merawat Raya, kondisi tersebut terjadi karena kombinasi lingkungan yang kotor, gizi buruk, serta lemahnya pengawasan kesehatan.
Dedi bahkan mengancam akan memberikan sanksi kepada perangkat desa yang lalai dalam menjalankan fungsi posyandu, PKK, hingga pelayanan kesehatan dasar.
Kesaksian Keluarga

Sarah, bibi korban, menceritakan bahwa Raya sempat bermain dengan anak-anak lain sehari sebelum kondisinya memburuk. Ia dibawa ke klinik setempat, namun awalnya hanya didiagnosis batuk dan TBC. Keluarga baru menyadari adanya cacing setelah bocah itu meninggal.
“Sakit banget lihatnya. Awalnya cuma lemah, enggak nyangka sampai tubuhnya dipenuhi cacing,” ungkap Sarah sambil menangis.
Ibunda Raya, Endah, juga mengaku anaknya sering dibiarkan bermain di tanah karena percaya mitos jika terlalu sering digendong akan terlambat berjalan. Ia tidak pernah membawa Raya ke puskesmas. Pengobatan hanya dilakukan dengan cara tradisional, seperti mandi air hangat atau menggunakan daun singkong.
Kondisi Gizi dan Catatan Posyandu
Dilansir dari detik.com, Bidan desa setempat, Cisri Maryati, mengungkap bahwa berat badan Raya sejak bayi sudah berada di bawah garis merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat. Artinya, kondisi gizi buruk Raya sebenarnya sudah terpantau sejak lama.
Menurutnya, Raya sempat menerima bantuan berupa susu, telur, ayam, hingga program pemberian makanan tambahan (PMT). Ia juga mendapatkan obat cacing secara rutin, namun dampaknya tidak terlihat signifikan karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
“Setiap Februari dan Agustus semua anak mendapat obat cacing, termasuk Raya. Tapi karena kebiasaan bermain di tanah dan kebersihan lingkungan buruk, cacing tetap berkembang biak dalam tubuhnya,” jelas Cisri.
Reaksi Pemerintah Kecamatan
Plt Camat Kabandungan, Budi Andriana, membenarkan kasus tersebut terjadi di wilayahnya. Ia menjelaskan bahwa sejak bayi, Raya memang sudah masuk kategori bermasalah dalam pengasuhan.
“Keluarganya kurang perhatian. Kadang anaknya diajak ke hutan mencari kayu bakar. Kami dari pihak kecamatan sudah berupaya memberikan bantuan, termasuk administrasi kependudukan dan rumah layak huni,” katanya.
Namun terkait kabar ribuan cacing di tubuh Raya, ia sendiri mengaku masih belum bisa memastikan jenis penyakit apa yang diderita balita malang tersebut.
Pelajaran dari Kasus Raya
Kematian Raya, bocah Sukabumi meninggal tubuhnya penuh cacing menjadi alarm keras bagi semua pihak. Kasus ini bukan hanya soal penyakit cacingan, tetapi juga terkait:
- Kebersihan lingkungan yang masih rendah di beberapa desa.
- Kurangnya pengawasan kesehatan meskipun kasus gizi buruk sudah terpantau sejak lama.
- Rendahnya kesadaran orang tua untuk membawa anak ke fasilitas kesehatan resmi.
- Keterbatasan layanan kesehatan dasar di pedesaan.
Jika semua faktor ini tidak segera dibenahi, dikhawatirkan kasus serupa akan kembali terjadi.
Penutup
Tragedi Raya, bocah Sukabumi meninggal tubuhnya penuh cacing seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah, masyarakat, dan tenaga kesehatan untuk lebih serius dalam menangani gizi buruk, penyakit menular, serta kebersihan lingkungan.
Lebih dari sekadar duka, kisah ini adalah pengingat bahwa hak anak untuk tumbuh sehat dan layak hidup tidak boleh diabaikan. Raya mungkin sudah tiada, tetapi kisahnya harus menjadi titik balik agar tidak ada lagi anak Indonesia yang meninggal dengan cara menyedihkan seperti ini.

