
Kasus KDRT yang Menggemparkan Surabaya
kornet.co.id – Kasus KDRT di Surabaya kembali menyita perhatian publik. Seorang wanita berinisial IGF (32), warga Surabaya, melaporkan suaminya AAS (40) atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga yang berlangsung sejak 2023 hingga 2025. Kasus ini menjadi sorotan karena bukti rekaman CCTV memperlihatkan berbagai bentuk kekerasan yang dialami korban.
Kuasa hukum korban, Andrian Dimas Prakoso, menegaskan bahwa kliennya mengalami kekerasan fisik maupun psikis yang terekam jelas. Mulai dari penamparan, penjambakan, pencekikan, hingga bantingan, semuanya tercatat dalam video.
Kekerasan Terulang Selama Bertahun-Tahun
Dilansir kompas, menurut penjelasan Andrian, tindak kekerasan tidak hanya terjadi sekali, melainkan berulang dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
“Perlakuan kasar ini terjadi sejak 2023, berlanjut pada 2024, dan kembali terulang pada 2025. Semuanya ada bukti rekaman CCTV,” ungkapnya.
Ironisnya, kekerasan bahkan dilakukan ketika korban sedang hamil tujuh bulan pada 2024. Saat itu, IGF diduga ditampar, dicekik, hingga dibanting oleh suaminya. Peristiwa memilukan ini juga disaksikan langsung oleh anak pertama mereka yang masih kecil.

Rumah Tangga yang Retak Sejak Awal
IGF dan AAS menikah pada 2019. Mereka dikaruniai dua orang anak, anak pertama berusia empat tahun dan anak kedua masih balita berusia 15 bulan. Menurut kuasa hukum, konflik rumah tangga sebenarnya berawal dari masalah sepele. Namun, pelaku diduga memiliki kebiasaan kasar yang terus berulang.
“Cekcok rumah tangga mereka sebenarnya ringan, tidak ada masalah besar. Tetapi tabiat pelaku membuat perdebatan kecil berujung kekerasan fisik,” jelas Andrian.
Hal ini memperlihatkan bagaimana persoalan kecil dalam rumah tangga bisa berubah menjadi masalah besar ketika tidak diiringi dengan komunikasi sehat dan pengendalian emosi.
Bukti Rekaman dan Laporan Polisi
Kasus KDRT di Surabaya ini kini sudah dilaporkan ke Polrestabes Surabaya. Saat rekaman video diputar di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), korban disebut langsung menangis karena trauma yang mendalam.
Polisi telah melakukan pemeriksaan visum, baik fisik maupun psikis. Hasil sementara menunjukkan adanya luka luar sekaligus trauma batin yang berat.
Andrian juga mengungkapkan, pelaku merupakan pegawai di salah satu bank swasta terbesar di Indonesia. Fakta ini membuat publik kian terkejut, mengingat latar belakang pendidikan dan pekerjaan pelaku tidak mencerminkan tindakannya.
Korban Mengungsi ke Mojokerto
Setelah mengalami kekerasan bertubi-tubi, IGF akhirnya memutuskan kembali ke rumah orang tuanya di Mojokerto untuk mendapatkan perlindungan. Keputusan ini diambil agar ia bisa memulihkan diri sekaligus menjaga keselamatan anak-anaknya.
Kuasa hukum korban memastikan bahwa langkah hukum tetap dilanjutkan, termasuk mengupayakan perlindungan anak melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) serta Komnas Perlindungan Anak.

Dampak Psikologis yang Tak Bisa Diabaikan
Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga luka batin yang dalam. IGF disebut mengalami trauma berat, terutama karena kekerasan pernah terjadi saat ia sedang hamil besar dan di depan anaknya.
Beberapa dampak psikis yang biasanya dialami korban KDRT, antara lain:
- Rasa takut berlebihan setiap kali menghadapi pelaku.
- Depresi dan kecemasan berkepanjangan.
- Rasa tidak berdaya dan kehilangan kepercayaan diri.
- Trauma pada anak yang menyaksikan langsung kekerasan.
Kasus KDRT di Surabaya ini mempertegas bahwa penanganan KDRT tidak cukup hanya fokus pada luka fisik, tetapi juga harus mencakup pemulihan psikis.
Upaya Perlindungan dan Harapan ke Depan
Pihak kuasa hukum memastikan akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas. Selain itu, langkah perlindungan untuk anak-anak korban menjadi prioritas utama.
Andrian menegaskan, selain laporan ke polisi, pihaknya juga berencana meminta perlindungan resmi ke:
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA)
- Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA)
- Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya
Kasus KDRT di Surabaya ini diharapkan bisa menjadi pembelajaran penting bahwa kekerasan rumah tangga adalah tindak pidana serius yang harus dihentikan.
Pencegahan KDRT: Apa yang Bisa Dilakukan?
Agar kasus serupa tidak terus terulang, ada beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan masyarakat:
- Membangun komunikasi sehat antara pasangan.
- Mencari bantuan konseling ketika konflik rumah tangga sulit diatasi.
- Meningkatkan kesadaran hukum, bahwa KDRT adalah tindak pidana.
- Mengajarkan anak sejak dini tentang pentingnya menghargai orang lain.
- Membangun jaringan dukungan, baik keluarga maupun komunitas.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan angka KDRT di Surabaya, terutama di Indonesia, bisa ditekan.
Penutup
Kasus KDRT di Surabaya yang dialami IGF menjadi pengingat betapa pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak. Meski korban sudah berani melapor dengan bukti kuat, proses hukum tetap harus dikawal agar pelaku mendapat hukuman setimpal.
Lebih dari itu, kasus ini menegaskan pentingnya edukasi, kesadaran, serta dukungan dari masyarakat untuk menciptakan rumah tangga yang sehat, aman, dan bebas dari kekerasan.

