
Kasus dugaan ijazah ‘palsu’ Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, kembali menjadi sorotan publik. Setelah melalui proses panjang, Polda Metro Jaya akhirnya menetapkan delapan orang sebagai tersangka atas dugaan pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi data elektronik yang terkait dengan tudingan tersebut.
Langkah hukum ini diumumkan langsung oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Asep Edi Suheri dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/11/2025). “Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang tersangka,” ujarnya di hadapan awak media.
Latar Belakang Kasus: Dari Tudingan ke Jalur Hukum
Isu mengenai ijazah palsu Joko Widodo mulai merebak di ruang publik sejak beberapa waktu lalu, terutama di media sosial. Sejumlah tokoh publik, aktivis, hingga akademisi turut bersuara dan bahkan menyebarkan narasi yang mengarah pada tuduhan bahwa ijazah yang dimiliki Joko Widodo tidak asli.
Merasa dirugikan, Presiden Joko Widodo melalui kuasa hukumnya melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya dengan dasar pasal pencemaran nama baik, fitnah, serta pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Setelah laporan resmi diterima, tim penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap saksi-saksi, ahli pidana, ahli bahasa, hingga ahli sosiologi hukum. Hasilnya, penyidik menemukan dua alat bukti kuat yang mengarah pada tindakan pelanggaran hukum oleh delapan individu yang kini berstatus tersangka.
Dua Klaster Tersangka: Siapa Saja Mereka?
Dilansir cnnindonesia.com, Dalam keterangan resminya, Irjen Asep Edi Suheri menjelaskan bahwa delapan tersangka dibagi dalam dua klaster berdasarkan jenis perbuatan pidana yang dilakukan.
🔹 Klaster Pertama
Berisi lima nama yang diduga aktif menyebarkan tudingan dan konten fitnah melalui berbagai platform digital:
- Eggi Sudjana
- Kurnia Tri Rohyani
- Damai Hari Lubis
- Rustam Effendi
- Muhammad Rizal Fadillah
Para tersangka di klaster ini dijerat dengan Pasal 310 dan/atau 311 dan/atau 160 KUHP, serta Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU ITE.
Mereka disebut telah menyebarkan konten dan opini yang menuduh ijazah Joko Widodo palsu tanpa dasar ilmiah dan tanpa verifikasi dokumen resmi.
🔹 Klaster Kedua
Terdiri dari tiga tokoh publik yang juga cukup dikenal masyarakat, yakni:
- Roy Suryo
- Rismon Hasiholan Sianipar
- Tifauziah Tyassuma (dr. Tifa)
Mereka dijerat dengan pasal yang sama namun ditambah dengan Pasal 32 Ayat (1) juncto Pasal 48 Ayat (1) serta Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat (1) UU ITE, karena diduga memanipulasi data elektronik dan turut menyebarkan narasi tanpa dasar valid.
Penyidik Libatkan Banyak Ahli
Dalam proses penyidikan, Polda Metro Jaya menekankan bahwa semua langkah dilakukan secara ilmiah dan transparan.
Irjen Asep menjelaskan, “Kami melibatkan ahli pidana, ahli komunikasi, ahli bahasa, hingga ahli sosiologi hukum untuk memastikan analisis ini objektif.”
Selain itu, gelar perkara juga melibatkan sejumlah unsur internal dan eksternal seperti Itwasda, Wasidik, Propam, dan Bidkum Polri, untuk memastikan tidak ada pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka.
Hasil pemeriksaan forensik terhadap dokumen pendidikan Joko Widodo pun memperkuat temuan penyidik: ijazah yang dipermasalahkan dinyatakan asli dan sah.
Bukti dan Pertimbangan Penetapan Tersangka
Penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka secara sadar menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan manipulasi terhadap data elektronik untuk memperkuat narasi yang mereka bangun.
“Metode yang digunakan para tersangka tidak ilmiah, dan informasi yang disebarkan menyesatkan publik,” tegas Asep.
Setelah penetapan tersangka, Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya akan segera memanggil seluruh pihak untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka.
Mengenai kemungkinan penahanan, Asep menegaskan bahwa penyidik akan mempertimbangkan faktor subjektif dan objektif sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Pemeriksaan Joko Widodo dan Hasil Penyelidikan Forensik
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga telah diperiksa sebagai pelapor di Mapolresta Solo pada 24 Juli 2025. Dalam kesempatan itu, penyidik turut menyita ijazah SMA dan S1 milik Joko Widodo untuk dianalisis di laboratorium forensik.
Hasil penyelidikan Bareskrim Polri sebelumnya sudah menyatakan bahwa ijazah Jokowi terbukti asli, sesuai dengan data dan pembanding resmi dari institusi pendidikan terkait.
Dengan bukti tersebut, narasi soal “ijazah palsu Jokowi” dinilai sebagai bentuk fitnah yang berpotensi menyesatkan opini publik.
Reaksi Publik dan Langkah Selanjutnya
Penetapan delapan tersangka ini menimbulkan beragam reaksi di masyarakat. Sebagian menilai langkah ini penting untuk menegakkan hukum dan menjaga integritas lembaga kepresidenan. Namun, ada pula pihak yang meminta agar kasus ini tidak dijadikan alat politik.
Polda Metro Jaya menegaskan bahwa penanganan perkara ini murni proses hukum dan tidak berkaitan dengan kepentingan politik mana pun.
“Setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat, tapi harus bertanggung jawab atas informasi yang disebarkan,” kata Irjen Asep menegaskan.
Kesimpulan: Kebenaran Ijazah Jokowi dan Pesan untuk Publik
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang bahaya penyebaran informasi palsu di era digital. Tuduhan tanpa dasar terhadap figur publik tidak hanya merusak reputasi, tetapi juga bisa berimplikasi hukum serius.
Dengan penetapan 8 tokoh kini jadi tersangka kasus ijazah ‘palsu’ Joko Widodo, publik diharapkan dapat lebih bijak dalam menerima dan menyebarkan informasi di ruang digital.
Kepolisian juga memastikan penyelidikan akan terus berlanjut hingga seluruh fakta terungkap secara terang-benderang dan adil bagi semua pihak.

