
Dilansir dari CNBC Indonesia Penyanyi Agnez Mo wajib membayar denda Rp1,5 miliar setelah kalah dalam gugatan terkait hak cipta. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan Agnez Mo bersalah karena melanggar hak cipta lagu Bilang Saja ciptaan komposer Ari Bias. Setelah melalui proses hukum yang panjang dan menarik perhatian publik, Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Agnez Mo. Dengan putusan ini, Agnez secara resmi lolos dari tuntutan ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga.
Putusan ini menjadi babak akhir dari sengketa hak cipta antara Agnez Mo dan komposer Ari Bias terkait lagu hits “Bilang Saja”. Kemenangan Agnez di tingkat kasasi ini tidak hanya menjadi kabar melegakan bagi sang artis, tetapi juga menciptakan preseden hukum penting mengenai tanggung jawab pembayaran royalti performance rights dalam industri hiburan di Indonesia.

Akar Masalah: Gugatan atas Lagu “Bilang Saja”
Sengketa ini bermula ketika Ari Bias, pencipta lagu “Bilang Saja” yang populer dibawakan Agnez Mo pada awal tahun 2000-an, melayangkan gugatan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ari Bias menuding Agnez Mo telah membawakan lagu ciptaannya tersebut dalam berbagai acara komersial tanpa membayarkan hak ekonomi yang semestinya ia terima sebagai pencipta lagu.
Dalam gugatannya, Ari Bias menuntut ganti rugi materiel dan imateriel senilai total Rp1,5 miliar. Dasar gugatannya adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang secara jelas mengatur bahwa setiap penggunaan karya cipta secara komersial—termasuk menyanyikan lagu di sebuah konser atau acara berbayar, wajib disertai pembayaran royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta.
Ari Bias merasa dirugikan karena sebagai pencipta, ia tidak mendapatkan haknya ketika lagu tersebut dieksploitasi secara komersial oleh Agnez Mo. Kasus ini sontak menjadi sorotan karena menyoroti isu klasik namun krusial dalam industri musik: pemenuhan hak royalti bagi para pencipta lagu.
Perjalanan Berliku di Meja Hijau

Pada tingkat pertama, Pengadilan Niaga mengabulkan sebagian gugatan Ari Bias. Majelis hakim menyatakan bahwa Agnez Mo terbukti melakukan pelanggaran hak cipta dan menjatuhkan vonis untuk membayar ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar. Keputusan ini sempat mengejutkan banyak pihak, terutama para pelaku di industri hiburan, karena secara langsung membebankan tanggung jawab pembayaran royalti kepada artis penampil.
Merasa putusan tersebut tidak tepat, tim kuasa hukum Agnez Mo tidak tinggal diam. Mereka menempuh upaya hukum lanjutan dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam memori kasasinya, pihak Agnez Mo berargumen bahwa Pengadilan Niaga telah salah dalam menerapkan hukum. Mereka menekankan bahwa tanggung jawab untuk membayar royalti atas lagu yang dibawakan dalam sebuah acara komersial seharusnya tidak berada di pundak artis, melainkan pada pihak penyelenggara acara (event organizer).
Argumen inilah yang menjadi titik balik dalam kasus ini. Mahkamah Agung, setelah mempelajari perkara secara mendalam, akhirnya setuju dengan dalil yang diajukan oleh pihak Agnez Mo.
Putusan MA: Tanggung Jawab Ada pada Penyelenggara Acara
Dalam putusannya, majelis hakim Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Niaga. Alasan utamanya adalah pertimbangan hukum mengenai siapa pihak yang paling bertanggung jawab dalam pembayaran royalti performance rights. MA berpendapat bahwa dalam sebuah pertunjukan musik komersial, pihak yang “menggunakan” atau “mengeksploitasi” karya cipta secara langsung untuk mendapatkan keuntungan adalah penyelenggara acara.
Artis atau penyanyi seperti Agnez Mo, dalam konteks ini, posisinya adalah sebagai “penampil” yang diundang atau dikontrak oleh penyelenggara. Mereka adalah pihak yang dibayar untuk memberikan jasa penampilan, bukan pihak yang menggelar acara dan menjual tiket kepada penonton. Oleh karena itu, kewajiban untuk mengurus perizinan dan membayarkan royalti kepada pencipta lagu melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) melekat pada penyelenggara acara, bukan pada artisnya.
Putusan MA ini memberikan kejelasan hukum yang sangat dibutuhkan. Selama ini, sering terjadi kerancuan mengenai siapa yang harus menanggung beban pembayaran royalti, yang tidak jarang menimbulkan konflik antara pencipta lagu, penyanyi, dan penyelenggara.
Preseden Penting bagi Industri Musik Indonesia
Kemenangan Agnez Mo ini lebih dari sekadar kemenangan pribadi. Putusan tersebut menjadi yurisprudensi penting yang akan menjadi acuan bagi kasus-kasus serupa di masa depan. Beberapa implikasi penting dari putusan ini antara lain:
- Kejelasan Rantai Tanggung Jawab: Putusan ini menggarisbawahi bahwa event organizer atau promotor adalah garda terdepan yang wajib memastikan semua kewajiban hak cipta terpenuhi sebelum sebuah acara digelar.
- Perlindungan bagi Artis Penampil: Para penyanyi kini memiliki landasan hukum yang lebih kuat bahwa mereka tidak bisa dituntut secara langsung oleh pencipta lagu atas royalti penampilan, selama mereka hanya bertindak sebagai pengisi acara yang dikontrak.
- Penguatan Peran LMKN: Kasus ini secara tidak langsung mendorong para penyelenggara acara untuk lebih proaktif berhubungan dengan LMKN guna menyelesaikan kewajiban royalti sesuai peraturan perundang-undangan.
Meskipun ini adalah kemenangan bagi Agnez Mo, semangat perjuangan Ari Bias dan para pencipta lagu lainnya untuk mendapatkan hak ekonomi mereka tetap relevan. Putusan ini sejatinya tidak meniadakan hak pencipta lagu, melainkan hanya meluruskan kepada siapa seharusnya tuntutan itu dialamatkan. Bagi industri hiburan, ini adalah pelajaran berharga untuk membangun ekosistem yang lebih adil, transparan, dan taat hukum, di mana hak setiap pihak mulai dari pencipta, penampil, hingga penyelenggara dapat dihormati dan dipenuhi sebagaimana mestinya.

