
Awal Mula Kasus yang Bikin Geger Dunia Pendidikan
Kasus “Update! Murid ditampar Kepsek karena ketahuan merokok” di Banten kini jadi sorotan publik. Peristiwa ini terjadi di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, dan langsung viral di media sosial karena memunculkan perdebatan sengit antara disiplin sekolah dan kekerasan fisik.
Kejadian bermula pada Jumat, 10 Oktober 2025, ketika seorang siswa berinisial ILP (17) kedapatan merokok di belakang sekolah. Aksi itu diketahui langsung oleh sang kepala sekolah berinisial DF, yang spontan menegur keras murid tersebut.
Menurut penjelasan Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Banten, Lukman, DF awalnya hanya bermaksud menegur dan mengingatkan siswa. Namun, situasi di lapangan berkembang tidak terduga dan berujung pada sentuhan fisik yang disebut sebagai tamparan.
Kronologi Lengkap: Dari Teguran Jadi Masalah Serius
Dilansir detik.com, Lukman menjelaskan bahwa DF memang menegur siswa tersebut dengan suara tinggi dan kata-kata tegas. “Bahasanya mungkin agak keras, karena spontan. Tapi memang ada kontak fisik,” ujarnya kepada wartawan (14/10/2025).
Berdasarkan pengakuan DF, ia mengakui sempat “menepuk” bagian kepala siswa sebagai bentuk refleks karena kesal melihat siswa berbohong setelah tertangkap merokok. Namun, ia menegaskan tidak ada pukulan keras atau kekerasan yang disengaja.
“Saya hanya menegur keras dan spontan menepuk kepala siswa. Tidak ada tamparan keras,” jelas DF.
Kepsek juga menceritakan bahwa insiden itu terjadi saat kegiatan “Jumat Bersih” di sekolah. Ketika siswa lain sibuk membersihkan area, ILP justru terlihat merokok di dekat kantin dan sempat berusaha mengelak ketika ditegur.
Orang Tua Tak Terima, Lapor Polisi
Meski DF mengaku tindakannya spontan, orang tua ILP tidak bisa menerima. Mereka menilai apa pun alasannya, menampar siswa tetap tidak bisa dibenarkan, apalagi dilakukan oleh seorang pendidik.
Sang ibu, Tri Indah Alesti, akhirnya melapor ke Polres Lebak pada Jumat (10/10).
Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lebak, Ipda Limbong, membenarkan laporan tersebut.
“Benar, ada laporan dari orang tua siswa terkait dugaan penamparan oleh kepsek. Saat ini masih dalam tahap penyelidikan dan pemeriksaan saksi,” ujarnya.
Polisi pun memanggil sejumlah pihak, termasuk siswa, guru, dan komite sekolah, untuk mendapatkan fakta yang berimbang.
Dampak Langsung: Ratusan Siswa Mogok Sekolah
Kasus “Update! Murid ditampar Kepsek karena ketahuan merokok” tak hanya berhenti di meja polisi. Pada Senin, 13 Oktober 2025, ratusan siswa SMAN 1 Cimarga melakukan aksi mogok belajar sebagai bentuk protes terhadap tindakan kepsek mereka.
Sekitar 630 siswa memilih tidak mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM) dan berkumpul di halaman sekolah. Di gerbang utama, terbentang spanduk besar bertuliskan:
“Kami Tidak Akan Sekolah Sebelum Kepsek Dilengserkan.”
Menurut DF, aksi itu terjadi karena adanya kesalahpahaman dan tekanan sosial dari sebagian siswa.
“Sebetulnya guru dan staf tetap bekerja. Kami bahkan menginstruksikan agar pembelajaran tetap berjalan, termasuk lewat daring,” kata DF.
Wakil Kepsek Bidang Kurikulum, Emi Sumiati, menambahkan bahwa para guru tetap memberikan materi pelajaran melalui sistem online agar siswa tidak tertinggal.
Pemerintah Turun Tangan: Kepsek Terancam Nonaktif
Menanggapi kejadian tersebut, Disdikbud Banten segera melakukan klarifikasi menyeluruh. Kepala sekolah DF, siswa, guru, hingga komite sekolah dipanggil untuk memberikan keterangan resmi.
Plt Kadisdikbud Lukman menegaskan bahwa DF belum resmi dinonaktifkan, namun prosesnya tengah berjalan dan akan diputuskan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
“Kami hanya melakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) awal. Hasilnya akan diserahkan ke BKD. Nantinya BKD yang menentukan apakah DF tetap menjabat, dikembalikan sebagai guru, atau diberi sanksi lain,” jelas Lukman.
Gubernur Banten Angkat Bicara
Kasus ini mendapat perhatian langsung dari Gubernur Banten, Andra Soni. Ia menegaskan bahwa proses penonaktifan kepala sekolah sedang berjalan sebagai bagian dari evaluasi dan penegakan disiplin di lingkungan pendidikan.
“Itu sedang kita proses untuk dinonaktifkan. Prinsipnya, tidak boleh ada kekerasan dalam dunia pendidikan,” ujar Gubernur Andra Soni.
Ia juga meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan isu yang belum jelas kebenarannya serta memberikan ruang kepada aparat dan dinas terkait untuk bekerja secara profesional.
Suara dari Dinas Pendidikan: Disiplin Tanpa Kekerasan
Lukman kembali mengingatkan seluruh tenaga pendidik di Banten agar berhati-hati dalam memberikan pembinaan kepada siswa.
Menurutnya, pendidikan harus dilakukan dengan pendekatan empatik dan tanpa kekerasan fisik maupun verbal.
“Kita punya pedoman jelas. Teguran boleh, tapi tidak boleh ada tindakan yang bisa dikategorikan kekerasan. Ini pelajaran penting bagi semua pihak,” tegasnya.
Ia juga berharap peristiwa ini menjadi refleksi bersama agar komunikasi antara guru, siswa, dan orang tua lebih terbuka. Tujuannya, setiap masalah bisa diselesaikan secara bijak tanpa harus berujung konflik.
Publik Terbelah: Disiplin atau Kekerasan?
Kasus “Update! Murid ditampar Kepsek karena ketahuan merokok” memunculkan pro dan kontra di masyarakat.
Sebagian pihak menilai tindakan DF masih dalam batas wajar karena niatnya mendidik siswa yang melanggar aturan sekolah. Namun, pihak lain berpendapat bahwa menyentuh siswa secara fisik adalah bentuk kekerasan yang tak bisa dibenarkan dalam konteks apa pun.
Di media sosial, banyak warganet yang memberikan komentar berbeda. Ada yang menilai siswa seharusnya dihukum disiplin karena merokok di sekolah, tetapi ada juga yang menyoroti perlunya pengendalian emosi dan etika guru.
Penutup: Pelajaran untuk Semua Pihak
Kasus di SMAN 1 Cimarga menjadi cermin betapa rapuhnya batas antara disiplin dan kekerasan dalam dunia pendidikan.
Dari sini, pemerintah, guru, siswa, dan orang tua diharapkan bisa membangun komunikasi yang sehat dan saling menghormati.
Baik pihak sekolah maupun keluarga ILP kini menunggu hasil penyelidikan kepolisian dan keputusan BKD terkait status jabatan DF.
Apapun hasilnya, peristiwa ini diharapkan menjadi pelajaran berharga agar pendidikan di Indonesia semakin manusiawi tanpa kehilangan ketegasan.

