Pendahuluan: Kerugian Garuda Kian Dalam di 2025
Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) kembali menjadi sorotan publik setelah mencatatkan kerugian sekitar Rp 3 triliun hingga kuartal III 2025. Maskapai pelat merah ini masih bergelut dengan tantangan berat di tengah upaya restrukturisasi dan pemulihan operasional pascapandemi.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru yang dipublikasikan melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 31 Oktober 2025, Garuda Indonesia membukukan rugi bersih sebesar US$ 180,7 juta, setara Rp 3 triliun dengan kurs Rp 16.654 per dolar AS. Angka ini meningkat signifikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, di mana rugi tercatat sebesar US$ 129,6 juta atau sekitar Rp 2,1 triliun.
Pendapatan Turun, Kerugian Kian Melebar
Dalam laporan tersebut, Garuda Indonesia mencatat pendapatan usaha sebesar US$ 2,3 miliar (sekitar Rp 38,3 triliun), mengalami penurunan dari Rp 41,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Artinya, ada kontraksi kinerja sekitar 8% secara tahunan (year-on-year).
Rinciannya:
- Penerbangan berjadwal: US$ 1,8 miliar (Rp 29,9 triliun)
- Penerbangan tidak berjadwal (charter): US$ 299,5 juta
- Pendapatan lainnya: US$ 245,8 juta
Meskipun sektor charter mengalami sedikit peningkatan, penurunan signifikan pada penerbangan berjadwal menjadi faktor utama tergerusnya total pendapatan.
Beban Usaha dan Struktur Keuangan
Dilansir cnbcindonesia.com, Menariknya, beban usaha Garuda Indonesia justru menurun tipis menjadi US$ 2,2 miliar dari US$ 2,3 miliar tahun lalu. Namun, penurunan beban ini tidak cukup untuk menahan laju kerugian yang terus melebar.
Per akhir September 2025, total aset Garuda Indonesia tercatat sebesar US$ 6,7 miliar, sementara liabilitasnya mencapai US$ 8,2 miliar. Kondisi ini membuat ekuitas perusahaan masih berada di zona negatif, yakni minus US$ 1,5 miliar. Situasi tersebut memperlihatkan bahwa hingga saat ini, Garuda masih berjuang keras untuk keluar dari tekanan finansial yang membelenggu.
Semester I 2025: Sinyal Awal Penurunan
Jika menilik laporan semester pertama 2025, Garuda sebenarnya sudah menunjukkan tren penurunan kinerja. Pada periode itu, perusahaan mencatat rugi sekitar US$ 142,8 juta atau Rp 2,3 triliun, lebih besar dibandingkan Rp 1,6 triliun di semester I tahun sebelumnya. Dengan demikian, tren kerugian yang terus meningkat hingga kuartal III menjadi konsekuensi dari tekanan akumulatif sejak awal tahun.
Suntikan Modal Jumbo dari Danantara
Untuk menstabilkan kondisi keuangan, pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) akan menyuntikkan dana segar senilai US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 29,8 triliun. Rencana ini akan dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dijadwalkan pada 12 November 2025.
Dana jumbo tersebut diharapkan menjadi titik balik bagi Garuda untuk memperbaiki struktur modal dan menyehatkan neraca keuangannya. Berdasarkan rencana manajemen, alokasi dana Rp 29,8 triliun tersebut akan digunakan sebagai berikut:
- Perawatan dan perbaikan pesawat: 29%
- Peningkatan modal ke Citilink: 37%
- Ekspansi armada Garuda dan Citilink: 22%
- Pembayaran utang kepada Pertamina (Persero): 12%
Suntikan ini juga diharapkan mampu menghindarkan Garuda dari ancaman delisting di Bursa Efek Indonesia akibat ekuitas yang masih negatif.
Rencana Penghapusbukuan dan Restrukturisasi Aset
Selain penyuntikan modal, manajemen Garuda Indonesia juga mengusulkan pengalihan 50% dari total kekayaan bersih perusahaan untuk pemindahtanganan dan penghapusbukuan aset. Langkah ini mencakup pelepasan pesawat yang tidak digunakan, low value assets (LVA), serta unit load device (ULD) yang tidak lagi produktif.
Kebijakan tersebut diambil sebagai bagian dari strategi penyederhanaan portofolio aset agar fokus perusahaan bisa diarahkan pada unit bisnis yang lebih efisien dan menguntungkan.
Kinerja Kuartal III 2025: Tekanan Masih Tinggi
Mengutip data CNBC Indonesia, hingga akhir September 2025 Garuda Indonesia (GIAA) mencatat rugi bersih sebesar US$ 182,54 juta atau sekitar Rp 3,04 triliun, meningkat 39,3% secara tahunan (year-on-year).
Pendapatan usaha turun menjadi US$ 2,39 miliar dari US$ 2,56 miliar di kuartal III 2024. Namun di sisi positif, Garuda berhasil mencatat keuntungan kurs bersih sebesar US$ 14,7 juta, berbalik dari posisi rugi US$ 7,5 juta tahun lalu. Selain itu, pendapatan keuangan juga meningkat menjadi US$ 18,1 juta.
Sayangnya, beban keuangan tetap menjadi batu sandungan besar dengan nilai mencapai US$ 372,8 juta. Hal ini membuat rugi sebelum pajak naik ke US$ 211,7 juta dari US$ 148,06 juta pada tahun sebelumnya.
Tantangan Operasional dan Pemeliharaan Armada
Kinerja negatif Garuda juga tidak lepas dari beban perawatan dan restorasi armada yang terus meningkat. Biaya perawatan pesawat lama, keterbatasan suku cadang, hingga kebutuhan modernisasi armada menekan margin keuntungan perusahaan.
Selain itu, anak usaha Citilink Indonesia juga terdampak karena harus menyesuaikan jadwal operasional dan ekspansi armada di tengah biaya operasional yang tinggi.
Prospek dan Harapan ke Depan
Meski mencatatkan kerugian besar, Garuda Indonesia masih memiliki peluang untuk bangkit. Dukungan modal dari Danantara, efisiensi biaya operasional, serta pemulihan permintaan penerbangan pascapandemi diharapkan bisa menjadi katalis positif bagi kinerja 2026.
Perusahaan juga berencana memperluas jaringan penerbangan internasional dan meningkatkan layanan kargo udara yang belakangan tumbuh pesat.
Namun, tantangan terbesar tetap pada kemampuan Garuda menjaga arus kas positif dan meningkatkan load factor penumpang di tengah persaingan ketat industri penerbangan domestik dan regional.
Kesimpulan
Lonjakan kerugian PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) ke ± Rp 3 triliun hingga Kuartal III 2025 menunjukkan bahwa proses pemulihan maskapai nasional ini masih panjang. Penurunan pendapatan, tingginya beban keuangan, serta tekanan operasional menjadi faktor utama yang perlu segera diatasi.
Dengan strategi restrukturisasi menyeluruh dan suntikan modal dari pemerintah, Garuda diharapkan mampu terbang kembali menuju profitabilitas dan memperkuat perannya sebagai maskapai kebanggaan Indonesia.
