
Nama Bupati Pati Sudewo, S.T., M.T., kini menjadi sorotan nasional, bukan karena kebijakan di daerahnya, melainkan karena dugaan keterlibatannya dalam skandal korupsi besar yang tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sudewo diduga menerima aliran dana atau commitment fee terkait proyek di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Dugaan pelanggaran ini disebut terjadi saat ia masih menjabat sebagai anggota Komisi V DPR RI periode 2019-2024, jauh sebelum ia memimpin Kabupaten Pati.
KPK secara tegas menyatakan akan mendalami dugaan ini dan telah menjadwalkan pemanggilan terhadap Sudewo untuk dimintai keterangan. Hashtag Bupati Pati Diduga Terima Uang Korupsi menambah panjang daftar pejabat dan politisi yang terseret dalam megaskandal korupsi di sektor perkeretaapian, sebuah ironi di tengah upaya pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur konektivitas nasional.
Terungkap dari Fakta Persidangan

Keterlibatan Bupati Pati Sudewo tidak muncul begitu saja. Namanya mencuat ke permukaan melalui fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan kasus korupsi DJKA dengan terdakwa Muhammad Suryo, seorang pengusaha yang diduga menjadi perantara suap dalam berbagai proyek. Dalam proses peradilan inilah, bukti dan kesaksian mengarah pada adanya aliran dana kepada sejumlah pihak, termasuk Sudewo yang kala itu memiliki peran strategis di parlemen.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengonfirmasi bahwa pemanggilan terhadap Sudewo merupakan tindak lanjut langsung dari temuan di persidangan tersebut. “Setiap fakta sidang, pasti kami dalami lebih lanjut,” ujar Ali Dilansir dari Antara News kepada wartawan pada pertengahan Agustus 2025. “KPK akan memanggil yang bersangkutan (Sudewo) untuk mengklarifikasi dan mendalami informasi mengenai dugaan adanya aliran dana yang diterima saat masih menjadi anggota DPR.”
Pendekatan ini menunjukkan keseriusan KPK untuk tidak membiarkan satu pun informasi krusial dalam persidangan menguap tanpa tindak lanjut. Bagi KPK, fakta persidangan adalah pintu masuk untuk mengembangkan penyelidikan dan menjerat pihak-pihak lain yang turut menikmati hasil korupsi.
Peran Komisi V dan Dugaan Bupati Pati Sudewo Menerima Commitment Fee
Untuk memahami konteks dugaan ini, penting untuk melihat posisi Bupati Pati Sudewo saat itu. Sebagai anggota Komisi V DPR RI, ia berada di komisi yang memiliki lingkup tugas di bidang infrastruktur, transportasi, daerah tertinggal dan transmigrasi, serta meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Komisi ini adalah mitra kerja langsung dari Kementerian Perhubungan, termasuk DJKA.
Kewenangan Komisi V mencakup fungsi pengawasan, legislasi, dan yang paling krusial dalam kasus ini, anggaran. Anggota komisi memiliki akses dan pengaruh dalam pembahasan alokasi anggaran untuk berbagai proyek infrastruktur, termasuk proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api yang bernilai triliunan rupiah.
Dugaan aliran dana yang diterima Sudewo disebut sebagai “commitment fee“. Dalam praktik korupsi, commitment fee adalah sejumlah uang yang diberikan oleh pihak swasta (kontraktor) kepada pejabat atau pembuat kebijakan di awal. Tujuannya adalah untuk “mengunci” atau memastikan bahwa perusahaan mereka akan dimenangkan dalam lelang proyek tertentu. Fee ini menjadi semacam jaminan atau pelicin agar proses penganggaran dan penunjukan pemenang proyek berjalan mulus sesuai keinginan pemberi suap. Jika tuduhan ini terbukti, artinya Sudewo diduga telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai wakil rakyat untuk kepentingan pribadi dengan “menjual” pengaruhnya dalam alokasi proyek.
Skandal Besar Korupsi DJKA

Kasus yang menyeret nama Bupati Pati Sudewo ini hanyalah satu bagian kecil dari gurita korupsi di DJKA Kemenhub yang telah dibongkar KPK sejak beberapa waktu lalu. Skandal ini melibatkan berbagai proyek pembangunan jalur kereta api di berbagai wilayah Indonesia, seperti di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Modus operandinya pun beragam, mulai dari suap untuk memenangkan tender, pengaturan spesifikasi teknis, hingga gratifikasi kepada para pejabat. KPK telah menetapkan belasan tersangka dalam kasus ini, yang terdiri dari pejabat internal DJKA, pejabat pembuat komitmen (PPK), hingga pihak swasta atau kontraktor. Beberapa di antaranya bahkan telah divonis bersalah oleh pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Terungkapnya skandal ini menjadi pukulan telak bagi upaya reformasi birokrasi dan pembangunan infrastruktur yang bersih. Proyek-proyek yang seharusnya meningkatkan pelayanan publik dan menggerakkan roda ekonomi justru menjadi ladang bancakan bagi oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Bupati Pati Diduga Terima Uang Korupsi

Pemanggilan oleh KPK menjadi tantangan besar bagi Bupati Pati Sudewo di awal masa jabatannya sebagai Bupati Pati. Meskipun dugaan perbuatan terjadi sebelum ia menjabat, statusnya sebagai kepala daerah saat ini menempatkan kasus ini dalam sorotan publik yang lebih tajam. Masyarakat Pati dan seluruh Indonesia akan mengamati dengan saksama bagaimana proses hukum ini berjalan.
Sudewo memiliki kewajiban untuk bersikap kooperatif dan memenuhi panggilan KPK untuk memberikan klarifikasi. Di sisi lain, prinsip asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) tetap harus dijunjung tinggi hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Kasus ini sekali lagi menjadi pengingat pahit bahwa korupsi masih menjadi musuh utama bangsa. Integritas pejabat publik, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif, adalah kunci utama untuk memastikan setiap rupiah uang rakyat digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran bersama, bukan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu. Proses hukum yang akan dijalani Sudewo akan menjadi ujian bagi penegakan hukum di Indonesia dan menjadi cerminan apakah jejaring korupsi di proyek strategis nasional dapat benar-benar diputus hingga ke akarnya.

