
Sebuah orasi kontroversial di depan kantor Trans7 berujung panjang. Sosok yang menjadi sorotan adalah Muhammad Ainul Yakin Simatupang, anggota Dewan Komisaris PT TransJakarta, sekaligus Ketua GP Ansor DKI Jakarta. Dalam sebuah video orasi yang viral di media sosial, Ainul terdengar menyampaikan ancaman bernada keras saat orasi memprotes tayangan program Xpose Uncensored di Trans7.
“Jangan sampai kader-kader Banser menggorok leher kalian, seperti anak Banser menggorok leher PKI,” ujar Ainul dengan pengeras suara di hadapan massa, sebagaimana terekam dalam video yang diunggah akun X @lobakKaheureui, Jumat, 17 Oktober 2025.
Pernyataan itu sontak memicu gelombang kritik dan kecaman luas dari publik. Warganet ramai-ramai menuntut agar Ainul dicopot dari jabatannya sebagai komisaris TransJakarta. Tak sedikit pula yang menilai ucapannya melanggar etika sebagai pejabat publik.
Klarifikasi Resmi dari TransJakarta
Dilansir tempo.co, Menanggapi situasi yang memanas, Komisaris Utama TransJakarta, Untung Budiharto, segera mengeluarkan pernyataan resmi. Ia menegaskan bahwa orasi Ainul Yakin bersifat pribadi dan tidak mencerminkan sikap resmi perusahaan.
“Pernyataan yang disampaikan oleh Saudara Ainul Yakin Simatupang merupakan pandangan pribadi yang bersangkutan dan tidak mencerminkan kebijakan resmi TransJakarta,” ujar Untung dalam keterangan tertulis, Senin (20/10/2025).
Untung menambahkan, sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, TransJakarta senantiasa menjunjung tinggi profesionalitas, netralitas, serta nilai kebhinekaan dalam menjalankan tugas pelayanan publik.
“Kami berkomitmen menjaga etika, toleransi, dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap kegiatan dan komunikasi publik,” tegasnya.
Akan Ada Pemeriksaan Internal
Pihak TransJakarta juga memastikan akan melakukan klarifikasi internal terkait orasi kontroversial di depan Trans7 tersebut. Dewan Komisaris dan Direksi disebut tengah mengatur langkah untuk menindaklanjuti kasus ini agar tidak mencoreng reputasi perusahaan.
“Langkah ini diambil guna memastikan seluruh pejabat dan karyawan mematuhi prinsip Good Corporate Governance serta menjaga marwah kelembagaan,” imbuh Untung.
Meski belum ada keputusan resmi mengenai sanksi, publik menilai posisi Ainul Yakin sebagai komisaris kini terancam. Banyak pihak mendesak Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian BUMN segera turun tangan agar citra TransJakarta tidak ikut tercoreng.
Akar Masalah: Tayangan Kontroversial Trans7
Aksi demonstrasi yang dilakukan Ainul Yakin dan rombongan GP Ansor serta Banser itu dipicu oleh tayangan program “Xpose Uncensored” Trans7 pada 13 Oktober 2025. Dalam salah satu episodenya, program tersebut menampilkan potongan video yang menyinggung pondok pesantren dan kiai, khususnya Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri.
Segmen berjudul “Kiai yang kaya raya, tapi umat yang kasih amplop” dianggap merendahkan martabat ulama dan dunia pesantren. Tayangan itu menampilkan adegan santri memberikan amplop kepada kiai yang duduk, disertai narasi yang menyinggung praktik sosial di pesantren.
Reaksi keras pun bermunculan. Kalangan Nahdlatul Ulama (NU), termasuk GP Ansor dan Banser, menilai program tersebut telah melecehkan simbol keagamaan.
Trans7 Sudah Minta Maaf
Sebagai bentuk tanggung jawab, pihak Trans7 melalui Direktur Produksi Andi Chairil menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada pihak pesantren.
“Kami memohon maaf sebesar-besarnya kepada pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo, Kiai Anwar Mansyur, beserta keluarga besar, pengasuh, santri, dan alumni,” ucap Andi Chairil dalam pernyataan resmi yang diunggah di kanal YouTube Trans7 Official, Selasa (14/10/2025).
Meski permintaan maaf sudah disampaikan, video orasi Ainul Yakin yang kemudian viral di media sosial justru membuka babak baru. Publik menilai aksi dan kata-kata Ainul berlebihan, apalagi mengingat posisinya sebagai pejabat publik di perusahaan milik daerah.
Profil dan Karier Ainul Yakin
Sosok Muhammad Ainul Yakin bukan orang sembarangan. Lahir di Jakarta pada 12 Agustus, ia dikenal luas sebagai aktivis Islam sejak masa kuliah dengan bergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Ia juga dikenal sebagai penghafal Al-Qur’an (Al-Hafizh) dan memperoleh gelar Doktor Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dari Institut PTIQ Jakarta pada tahun 2024.
Dalam dunia organisasi, Ainul menjabat sebagai Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor DKI Jakarta sejak 2022. Secara profesional, ia juga dipercaya menjadi Tenaga Ahli Menteri Agama RI periode 2024–2029, dan pada Agustus 2025 diangkat sebagai salah satu Komisaris PT TransJakarta.
Tak hanya itu, Ainul juga pernah maju sebagai calon anggota DPR RI dari Partai Golkar untuk Dapil DKI 2 pada Pemilu 2024, meski tidak lolos ke Senayan.
Respons dan Reaksi Publik
Setelah video orasinya tersebar luas, lini masa media sosial dipenuhi komentar warganet. Banyak yang menilai pernyataannya mencoreng citra organisasi serta berpotensi memecah belah masyarakat. Tagar seperti #CopotKomisarisTransJakarta sempat trending di platform X (Twitter).
Salah satu akun menulis dengan nada geram:
“Yang setuju komisaris TransJakarta ini dipecat, silakan retweet!” tulis pengguna X @NenkMonica.
Meski sebagian pendukung Ainul mencoba membela dengan alasan bahwa ucapannya hanyalah bentuk kiasan dan emosi sesaat, publik tetap menuntut tindakan tegas dari pihak berwenang.
Etika Pejabat Publik di Tengah Era Digital
Kasus orasi kontroversial ini menimbulkan refleksi penting mengenai batasan etika pejabat publik dalam menyampaikan pendapat, terutama di ruang terbuka yang mudah direkam dan disebarkan. Banyak pengamat menilai bahwa setiap pejabat, apalagi yang berafiliasi dengan BUMD, harus berhati-hati dalam berbicara agar tidak menimbulkan multitafsir dan polemik.
Dosen komunikasi politik Universitas Indonesia, misalnya, menyebutkan bahwa pejabat publik seharusnya menjadi contoh sikap moderat. “Kritik terhadap media sah-sah saja, tapi jangan menggunakan diksi yang bisa dianggap ancaman atau kekerasan,” ujarnya.
Menunggu Keputusan Akhir
Hingga kini, TransJakarta belum mengumumkan keputusan final terhadap posisi Ainul Yakin. Namun, dengan derasnya tekanan publik dan desakan agar dicopot, langkah tegas tampaknya sulit dihindari.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa dalam era digital, kata-kata memiliki daya ledak yang besar. Apalagi jika diucapkan oleh figur publik yang membawa nama lembaga. Publik kini menanti apakah komisaris TransJakarta yang terlibat dalam orasi kontroversial di depan Trans7 ‘gorok leher’ itu akan mendapat sanksi tegas, atau justru diberikan peringatan ringan.
Yang jelas, badai ini telah menjadi pelajaran besar tentang pentingnya menjaga lisan di ruang publik—terlebih bagi mereka yang memegang amanah jabatan.

