
Laga uji coba internasional antara Timnas vs Lebanon pada FIFA Matchday September 2025 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Senin (8/9/2025), berakhir dengan skor imbang 0-0. Walau hasil pertandingan antara Timnas vs Lebanon berakhir mengecewakan, pertandingan ini menyajikan banyak cerita menarik, baik dari sisi strategi, emosi di lapangan, maupun komentar pasca-laga.
Statistik pertandingan antara Timnas vs Lebanon menunjukkan dominasi luar biasa Timnas Indonesia. Garuda mencatat 81 persen penguasaan bola, 619 operan sukses, dan berbagai peluang yang diciptakan. Namun, rapatnya pertahanan Lebanon dan taktik mengulur waktu membuat anak asuh Patrick Kluivert frustrasi.
Mohamad Haidar: “Kalau Lawan Argentina, Kalian Juga Akan Sama”

Salah satu momen yang menyita perhatian publik adalah pernyataan Mohamad Haidar, kapten timnas Lebanon. Seusai laga, ia meminta maaf atas gaya main timnya yang dinilai banyak mengulur waktu dan tampil keras.
Namun, Haidar punya alasan. Menurutnya, strategi tersebut wajar dilakukan bila menghadapi lawan yang lebih kuat. Ia bahkan membandingkan pertandingan timnas vs lebanon dengan kemungkinan laga Garuda melawan Argentina atau Brasil di Piala Dunia.
“Saya harap Indonesia lolos ke Piala Dunia dan bertemu Argentina. Kita lihat nanti apakah kalian juga tidak akan melakukan hal sama seperti kami,” ujar Haidar dalam konferensi pers.
Komentarnya ini menegaskan bahwa dalam sepak bola modern, pragmatisme sering jadi pilihan untuk bertahan hidup.
Statistik yang Menggambarkan Dominasi Indonesia
Meski hasil akhir tanpa gol, data menunjukkan betapa dominannya Timnas Indonesia dalam pertandingan ini.
- Penguasaan bola: 81% vs 19%
- Operan sukses: 619 vs 141
- Jumlah tembakan: 12 vs 2
- Corner kick: 9 vs 1
Namun, dominasi tersebut tidak berbuah manis karena lini serang Garuda masih tumpul. Lebanon, meski minim menyerang, tampil disiplin menjaga pertahanan dengan formasi 5-3-2 dan 5-4-1.
Eksperimen Patrick Kluivert: Verdonk di Posisi Baru
Dilansir dari Bola.com, Pelatih Patrick Kluivert kembali melakukan eksperimen di laga ini. Salah satunya adalah menempatkan Calvin Verdonk sebagai gelandang bertahan. Posisi ini sebenarnya tidak biasa bagi Verdonk yang lebih sering bermain sebagai bek kiri atau bek tengah.
Namun, eksperimen itu membuahkan hasil positif. Verdonk tampil solid, mampu menjaga ritme permainan, dan menutup ruang lawan. Meski visi umpannya belum setajam Thom Haye, kontribusinya di lini tengah memberikan warna baru bagi strategi Garuda.
Tanda-tanda Kebangkitan Filosofi Filanesia?
Jika diperhatikan lebih jauh, gaya main Indonesia di bawah Kluivert mulai mendekati filosofi Filanesia—gaya khas sepak bola Indonesia yang menekankan penguasaan bola, agresivitas, dan serangan kolektif.
Formasi 4-2-3-1 yang digunakan melawan Lebanon semakin menegaskan arah permainan Garuda. Meski hasilnya belum optimal, dominasi penguasaan bola menunjukkan progres positif.
Masalah di Lini Depan: Belum Ada Pengganti Ole Romeny

Salah satu pekerjaan rumah terbesar adalah lini depan. Pertandingan timnas vs lebanon membuktikan bahwa Garuda masih kesulitan menemukan sosok striker tajam.
- Mauro Zijlstra tampil cukup aktif, namun kurang efektif.
- Ramadhan Sananta mendapat satu peluang emas, tetapi gagal dimaksimalkan.
- Adrian Wibowo diberi kesempatan, tetapi belum bisa mencetak gol.
Absennya Ole Romeny membuat serangan Indonesia terasa pincang. Romeny yang sebelumnya jadi andalan masih sangat dirindukan publik.
Provokasi Lebanon dan Mental Pemain Indonesia
Lebanon dikenal dengan gaya main khas Asia Barat: keras, disiplin, dan kadang provokatif. Dalam pertandingan ini, ada beberapa momen tekel keras, termasuk pada Ricky Kambuaya dan Miliano Jonathans.
Beruntung, para pemain Garuda tidak terpancing emosi berlebihan. Meski sempat terjadi adu mulut dan dorongan kecil, situasi tetap terkendali. Hal ini menjadi pembelajaran penting, mengingat lawan-lawan di Kualifikasi Piala Dunia seperti Arab Saudi dan Irak memiliki gaya permainan serupa.
Butuh Gelandang Serang yang Konsisten
Satu kelemahan mencolok dari pertandingan timnas vs lebanon adalah kurangnya kreativitas di lini tengah. Garuda lebih sering menyerang lewat crossing atau aksi individu winger. Variasi serangan minim, sehingga mudah dibaca lawan.
- Marselino Ferdinan belum tampil penuh.
- Ricky Kambuaya lebih cocok bermain sebagai gelandang nomor 8.
- Playmaker murni yang konsisten masih jadi kebutuhan utama.
Ketiadaan sosok kreatif di lini tengah membuat peluang Indonesia sering kandas sebelum benar-benar berbahaya.
Lima Pelajaran Penting dari Pertandingan Timnas vs Lebanon
Dari hasil imbang ini, ada setidaknya lima pelajaran penting yang bisa diambil Timnas Indonesia:
- Dominasi tak selalu berarti kemenangan – butuh eksekusi klinis di lini depan.
- Eksperimen pemain baru seperti Verdonk bisa jadi solusi jangka panjang.
- Filanesia mulai dihidupkan kembali, meski perlu adaptasi lebih lanjut.
- Mental pemain diuji lewat provokasi lawan, dan Garuda mampu mengendalikan emosi.
- Kebutuhan gelandang kreatif semakin mendesak agar variasi serangan lebih berbahaya.
Hasil imbang 0-0 di pertandingan timnas vs lebanon memang belum sesuai harapan publik. Namun, laga ini memberi banyak pelajaran berharga. Dari eksperimen formasi hingga pengendalian emosi, semuanya menjadi bagian penting menuju kualifikasi Piala Dunia 2026.
Seperti kata Mohamad Haidar, mungkin kelak Garuda akan menghadapi Argentina atau Brasil di ajang besar. Jika itu terjadi, pengalaman menghadapi Lebanon bisa menjadi pengingat bahwa strategi pragmatis, disiplin, dan mental baja adalah kunci menghadapi lawan kelas dunia.

