
Peristiwa kebakaran di sebuah rumah sekaligus tempat usaha di Jalan Evakuasi, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Senin (18/8/2025), menyita perhatian publik. Api yang muncul sekitar pukul 10.30 WIB membuat panik warga sekitar. Asap hitam membumbung tinggi, disusul kobaran api yang cepat membesar dari bagian belakang rumah milik Dyah Metirukmi.
Petugas dari Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Cirebon segera datang setelah menerima laporan. Empat unit mobil damkar kota, ditambah satu unit bantuan dari Kabupaten Cirebon, dikerahkan ke lokasi. Dengan dibantu warga setempat, api berhasil dijinakkan setelah lebih dari satu jam proses penyemprotan.
Meski tidak menelan korban jiwa, kebakaran ini menyebabkan kepanikan massal dan menimbulkan kemacetan di sekitar lokasi lantaran banyak warga yang berkerumun untuk menyaksikan jalannya pemadaman. Dugaan sementara penyebab kebakaran adalah korsleting listrik.
Ketegangan Usai Pemadaman: Petugas dan Warga Adu Mulut

Alih-alih selesai begitu api padam, situasi justru memanas. Dalam insiden tersebut, petugas Damkar Kota Cirebon sempat bersitegang dengan warga usai memadamkan api.
Seorang warga sempat melontarkan ucapan yang menyinggung harga diri petugas damkar dengan menuduh mereka “makan gaji buta”. Ucapan itu membuat suasana memanas. Kasi Kesiapsiagaan, Operasi, dan Penyelamatan Kebakaran Damkar Kota Cirebon, Nurjaman, terlihat terpancing emosinya.
“Jangan sembarangan ngomong makan gaji buta. Saya mau tahu alasan Anda bilang begitu,” tegas Nurjaman dengan nada tinggi.
Para petugas damkar yang ada di lokasi juga ikut menjawab seruan sang atasan dengan suara lantang. Situasi makin memanas ketika seorang warga bahkan sempat memiting leher Nurjaman karena menganggap tim damkar terlambat datang.
Namun ketegangan tidak berlangsung lama. Setelah dijelaskan bahwa unit pemadam saat itu sedang mengisi air, warga akhirnya menyadari kesalahpahaman. Orang yang sempat marah pun meminta maaf secara terbuka kepada petugas.
Kronologi Petugas Damkar
Saat dikonfirmasi ke media, Nurjaman menjelaskan bahwa pihaknya telah bekerja sesuai prosedur. Tiga dari empat unit mobil damkar kala itu memang sedang mengisi ulang air, sehingga dari luar seolah terlihat tidak melakukan tindakan.
“Padahal kami sudah berupaya maksimal. Warga mengira kami diam saja, padahal unit sedang mengambil air,” terang Nurjaman.
Ia menambahkan, pernyataan yang menuduh damkar hanya makan gaji buta sangat melukai hati para petugas. Pasalnya, profesi pemadam kebakaran penuh risiko, sering kali mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan orang lain.
Situasi Berakhir Damai

Meski sempat ricuh, Nurjaman memastikan masalah ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Warga yang memicu ketegangan sudah meminta maaf, dan pihak Damkar Kota Cirebon memilih untuk menutup kasus tersebut agar tidak berlarut-larut.
“Sudah damai. Yang bersangkutan sudah minta maaf kepada kami. Yang penting jangan sampai kejadian serupa terulang,” jelas Nurjaman.
Keputusan itu mendapat apresiasi sejumlah pihak. Warga sekitar menilai langkah damai adalah pilihan terbaik agar tidak memperkeruh keadaan.
Respons Publik dan Media Sosial
Rekaman video adu mulut antara petugas dan warga tersebar viral di media sosial. Banyak netizen yang bersimpati kepada petugas damkar, menilai tuduhan “makan gaji buta” tidak pantas dilontarkan, terlebih di tengah situasi darurat.
Beberapa komentar warganet menyebutkan, kerja pemadam kebakaran sering kali tidak terlihat mudah. Mereka harus bergerak cepat, menantang api, dan tetap tenang meskipun berada dalam tekanan. Karena itu, semestinya publik bisa lebih menghargai kinerja mereka.
Tantangan Profesi Pemadam Kebakaran

Kasus petugas Damkar Kota Cirebon sempat bersitegang dengan warga usai memadamkan api menyoroti tantangan berat yang kerap dihadapi profesi ini. Beberapa poin yang sering menjadi kendala antara lain:
- Keterbatasan peralatan dan armada. Tidak semua kota memiliki unit damkar modern.
- Risiko tinggi. Petugas harus berhadapan langsung dengan api, asap, bahkan kemungkinan ledakan.
- Stigma masyarakat. Terkadang kerja keras mereka tidak diapresiasi, bahkan dicibir ketika dianggap lambat.
- Beban psikologis. Menghadapi kemarahan warga di tengah kondisi darurat dapat menambah tekanan mental.
Belajar dari Insiden di Kota Cirebon
Ada beberapa pelajaran penting dari kejadian ini:
- Komunikasi harus diperkuat. Warga perlu diberi pemahaman bahwa tidak semua proses pemadaman bisa langsung terlihat di lapangan.
- Pentingnya edukasi masyarakat. Pemahaman tentang bahaya listrik, gas, dan api harus lebih digencarkan untuk mencegah kebakaran.
- Menghargai petugas di lapangan. Kritik bisa disampaikan dengan cara yang baik, tanpa harus menyinggung martabat orang lain.
- Kesiapsiagaan pemerintah. Armada dan SDM damkar harus selalu diperbarui agar mampu merespons cepat setiap laporan.
Pentingnya Empati dalam Situasi Darurat
Menurut Ir. Bambang Setiawan, pakar keselamatan kebakaran dari Universitas Indonesia, insiden seperti yang terjadi di Cirebon bisa terjadi di kota mana pun. Kesalahpahaman antara warga dan petugas pemadam kerap dipicu oleh kepanikan.
“Dalam kondisi darurat, emosi masyarakat biasanya memuncak. Mereka ingin api segera padam, tapi tidak selalu paham bahwa proses teknis pemadaman membutuhkan waktu dan strategi tertentu,” jelas Bambang.
Ia menambahkan, perlunya edukasi berkelanjutan bagi masyarakat tentang bagaimana prosedur damkar bekerja. Dengan begitu, warga bisa lebih memahami langkah-langkah yang diambil petugas di lapangan.
Kesimpulan
Insiden kebakaran di Jalan bukan hanya menyisakan kerugian materi, tetapi juga mencatat momen menegangkan ketika petugas Damkar Kota Cirebon sempat bersitegang dengan warga usai memadamkan api.
Beruntung, situasi akhirnya mereda setelah ada permintaan maaf dari warga yang bersangkutan. Meski demikian, kejadian ini menjadi pengingat pentingnya komunikasi dua arah antara petugas dan masyarakat, agar kerja penyelamatan yang penuh risiko bisa lebih dihargai.

