
Suasana di Kabupaten Pati semakin memanas menjelang Aksi Bela Rakyat 13 Agustus. Gelombang protes yang sebelumnya fokus pada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kini bergeser menjadi tuntutan terhadap kepemimpinan Bupati Sudewo. Pada Senin malam (11/8), sebuah video viral di akun X memperlihatkan Reklame Bupati Pati Dicoret oleh seorang pemuda.
Reklame Bupati Pati Dicoret
Kata-kata seperti “Preman”, “Arogan”, dan “Penipu Rakyat” dituliskan di reklame tersebut, mencerminkan kekecewaan mendalam masyarakat. Koordinator aksi memperkirakan hingga 100 ribu orang akan turun ke jalan pada Rabu (13/8). Dukungan logistik terus mengalir. Teguh Istyanto, koordinator donasi, menyebut posko mereka sudah menerima ribuan kardus air mineral yang akan ditempatkan di titik-titik sekitar Alun-alun Pati untuk peserta aksi.
Logistik Demo Mengalir Deras, Warga Siap Turun ke Jalan

Meskipun Bupati Sudewo telah membatalkan kenaikan PBB hingga 250% pada Jumat lalu, Massa Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menegaskan bahwa aksi besar-besaran tetap akan digelar pada Rabu mendatang.
Koordinator aksi memperkirakan hingga 100 ribu orang akan turun ke jalan.
Dukungan logistik untuk aksi ini pun terus mengalir. Teguh Istyanto, koordinator donasi, menyebut posko mereka telah menerima ribuan kardus air mineral yang akan didistribusikan di sekitar Alun-alun Pati untuk para peserta aksi.
Respons Warganet dan Sentimen “People Power”
Fenomena ini memicu berbagai komentar dari warganet. Akun @_marisaxxxx berkomentar, “Bahasan Pati ora rame soale udu jabodetabek. Padahal seko kasus Pati bs nggo contoh daerah liyane, nek bupati/walikotane kemaki, rakyat bersatu dan melawan.”
Sementara itu, akun @frista_afa menulis, “Reformasi jilid 2″. Berharap, Sudewo lengser.”
Komentar-komentar ini menunjukkan bahwa masyarakat melihat kasus Pati sebagai momentum penting, di mana persatuan rakyat dapat menjadi kekuatan untuk melawan kebijakan yang dianggap tidak adil. Sementara itu Pada tanggal 13 Agustus 2025, warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran menuntut bupati setempat, Sudewo, mundur dari jabatannya. Aksi ini dipicu oleh kebijakan kontroversial Bupati Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen, yang kemudian memicu kemarahan luas di kalangan masyarakat.

Sejak kebijakan tersebut diumumkan, warga menunjukkan protes kerasnya. Salah satu bentuk protes terlihat pada laporan video viral yang merekam warga mencoret-coret reklame besar bergambar Bupati Sudewo dengan tulisan “PREMAN AROGAN PENIPU RAKYAT”. Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk ekspresi mengecewakan masyarakat atas kebijakan yang dianggap merugikan dan arogan.
Meski Bupati Sudewo telah membatalkan kenaikan pajak tersebut pada 8 Agustus 2025 dan mengeluarkan surat edaran untuk mengembalikan tarif pajak ke kondisi sebelumnya, kemarahan warga tidak kunjung reda. Bupati juga telah berusaha menenangkan dan berdialog dengan warga melalui posko donasi di sekitar alun-alun Pati, yang justru menjadi pusat pengumpulan logistik dan donasi dukungan bagi demonstran. Logistik berupa air mineral, buah-buahan, dan uang tunai mengisi area itu sebagai bekal bagi massa aksi.
Aksi warga Pati menjadi tuntutan yang lebih luas, bukan hanya soal pajak, tetapi juga mencakup dugaan kegagalan Bupati Sudewo dalam menepati janji kampanye dan pengambilan kebijakan lain yang kontroversial, seperti pengurangan hari sekolah yang sempat diterapkan, serta pemutusan sepihak tenaga honorer di rumah sakit daerah yang menuai protes. Semua hal tersebut menyetujui citra Bupati yang kemudian menjadi sasaran tuntutan mundur atau lengser dari jabatannya.
Menjelang aksi 13 Agustus, suasana politik di Pati semakin panas. Polisi pun menyiapkan pengamanan ekstra untuk mengantisipasi rasa besar tersebut. Polda Jawa Tengah berencana menerjunkan personel bantuan guna mengawal kutukan tersebut demi menjaga keamanan dan keamanan.
Meski sudah menolak kebijakan pajak dan mengajak berdialog, Bupati Sudewo tetap memberikan gelombang penolakan yang dinilai sebagai refleksi melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinannya. Warga berharap agar aspirasi mereka didengar dan ada perubahan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat kecil.
Respon Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, akan mengerahkan jajarannya untuk mengecek ihwal kenaikan PBB-P2 hingga 250 persen itu. ”Saya sudah perintahkan Itjen (Inspektorat Jenderal) untuk mengecek sepak terjang Bupati Sudewo, itu (kenaikan pajak) saja dasarnya apa?,” tuturnya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Bukan hanya dasar pengambilan kebijakan, Mendagri juga meminta jajarannya untuk mengecek apakah keputusan Bupati Sudewo itu sudah melalui konsultasi dengan Kemendagri atau belum. Sebab, semua peraturan daerah mesti dikonsultasikan ke Kemendagri.
Akmal Malik menambahkan, Kemendagri juga sudah meminta Pemprov Jateng untuk mendampingi dan mengawasi semua kepala kabupaten/ kota di wilayahnya, tak terkecuali Bupati Sudewo. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah provinsi sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat bisa mendampingi apabila kabupaten/kota di bawahnya mengalami permasalahan.
Minim partisipasi publik
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mengatakan, penolakan masif warga terkait kenaikan PBB-P2 di Pati itu menggambarkan minimnya partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan di Pati. Jika masyarakat benar-benar dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, tidak akan timbul penolakan masif.
”Persoalan itu juga menunjukkan bahwa proses executive review terhadap rancangan peraturan daerah oleh pemerintahan yang lebih tinggi, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah pusat itu tidak berjalan. Proses itu tidak menangkap soal partisipasi publik bermakna sudah dijalankan oleh pemerintah kabupaten atau belum,” jelasnya.
Pengujian peraturan oleh pemerintah provinsi maupun pusat juga dinilai tidak mampu menangkap apakah substansi yang diatur dalam perda kenaikan tarif PBB-P2 itu akan membebani masyarakat atau tidak. Jika executive review dari pemerintah provinsi dan pusat akuntabel, seharusnya bisa menangkap atau mengidentifikasi persoalan. Dengan demikian, ada mitigasi sehingga tidak ada penolakan luas dari masyarakat Pati.

