
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi kuota haji 2024 yang nilainya diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Salah satu langkah terbaru, KPK menegaskan bakal menggunakan upaya paksa terhadap saksi kasus kuota haji yang mangkir dari panggilan penyidik.
Langkah tegas ini dilakukan untuk mengungkap secara tuntas dugaan praktik penyalahgunaan, termasuk indikasi kuat adanya manipulasi pada kuota petugas haji 2025.
Indikasi Penyalahgunaan Kuota Petugas Haji
Dilansir dari beritasatu.com, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa indikasi baru ditemukan setelah pemeriksaan terhadap lima orang saksi penting pada Rabu (1/10/2025).
“Dari pemeriksaan itu, KPK menemukan adanya dugaan penyalahgunaan kuota petugas haji yang seharusnya digunakan sesuai prosedur,” ujar Budi dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025).
Selain soal kuota petugas, KPK juga menelisik mekanisme aliran dana kuota haji khusus, terutama kuota tambahan yang diberikan langsung oleh Pemerintah Arab Saudi.
Lima Saksi Kunci yang Diperiksa
Dalam proses pemeriksaan, KPK memanggil beberapa tokoh penting dari asosiasi dan perusahaan travel penyelenggara haji, di antaranya:
- Firman Muhammad Nur, Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri).
- Muhammad Firman Taufik, Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH).
- Syam Resfiadi, Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi).
- Amaluddin, Komisaris PT Ebad Al Rahman Wisata sekaligus Direktur PT Diva Mabruro.
- Luthfi Abdul Jabbar, Sekjen Asosiasi Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji).
Mereka diperiksa terkait dugaan keterlibatan asosiasi maupun perusahaan dalam pengelolaan kuota haji khusus, termasuk mekanisme pembayaran melalui sistem user (pengguna) yang dipegang asosiasi.
Kerugian Negara Diduga Capai Rp 1 Triliun
KPK memperkirakan potensi kerugian negara akibat skandal kuota haji ini bisa mencapai Rp 1 triliun. Angka ini muncul karena adanya praktik pengalihan kuota reguler menjadi kuota khusus, sehingga dana haji yang seharusnya masuk ke kas negara justru mengalir ke pihak swasta, terutama travel haji dan umrah.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa hitungan ini masih bersifat kasar. Untuk memastikan jumlah sebenarnya, KPK sedang menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor independen.
“Kami sedang meng-hire auditor dari BPK untuk menghitung kerugian keuangan negara secara akurat,” jelas Asep.
Kenapa Saksi Mangkir Bisa Jadi Masalah Serius?
Dalam kasus besar seperti ini, keterlibatan saksi sangat krusial. Ketidakhadiran atau mangkirnya saksi bisa menghambat proses pengungkapan fakta. Oleh karena itu, KPK menegaskan siap mengambil langkah upaya paksa jika panggilan resmi diabaikan berulang kali.
KPK memiliki kewenangan hukum untuk membawa saksi secara paksa jika dinilai menghalangi penyidikan. Upaya ini dianggap penting agar kasus tidak berlarut-larut dan kepentingan publik tetap terlindungi.
Mekanisme yang Disorot: Dari Kuota hingga Pembayaran
Ada dua hal utama yang kini menjadi fokus penyidik KPK:
- Penyalahgunaan Kuota Petugas Haji
Kuota yang seharusnya dialokasikan untuk petugas resmi justru diduga diberikan kepada pihak lain yang tidak berhak. - Aliran Dana Kuota Haji Khusus
Mekanisme pembayaran yang dilakukan melalui pihak penyelenggara (PIHK) dengan sistem user asosiasi menimbulkan dugaan manipulasi dan praktik curang.
Implikasi Kasus: Bukan Sekadar Administrasi
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini tidak hanya menyangkut pelanggaran administrasi, tetapi juga menyentuh aspek:
- Keuangan negara – potensi kerugian hingga Rp 1 triliun.
- Kepercayaan publik – masyarakat bisa kehilangan keyakinan pada transparansi penyelenggaraan ibadah haji.
- Integritas penyelenggara – peran asosiasi dan perusahaan travel dipertanyakan.
- Akses jemaah – jamaah haji reguler yang seharusnya berangkat justru terhambat karena kuotanya dialihkan.
Komitmen KPK: Tidak Ada yang Kebal Hukum
KPK menegaskan bahwa kasus ini akan ditangani secara serius tanpa pandang bulu. Bila ditemukan bukti kuat, bukan hanya saksi, tetapi juga pihak asosiasi, pengusaha travel, bahkan pejabat yang terlibat akan diproses sesuai hukum.
Asep menambahkan, “Kami tidak ingin kasus ini berulang. Pengawasan dan penindakan akan diperkuat agar pengelolaan kuota haji lebih transparan ke depan.”
Kesimpulan
Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 menjadi salah satu sorotan besar tahun ini. Fakta bahwa ada saksi kasus kuota haji mangkir hingga KPK gunakan upaya paksa menunjukkan betapa peliknya penyidikan ini.
Dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 1 triliun, serta adanya indikasi penyalahgunaan kuota petugas haji, publik berharap KPK mampu mengungkap kasus ini secara tuntas. Ke depan, transparansi, pengawasan, dan integritas mutlak diperlukan agar penyelenggaraan ibadah haji tetap bersih dari praktik curang.

