
Kasus Dugaan Pidana pelanggaran hukum oleh aktivis sekaligus konten kreator Ferry Irwandi menjadi perbincangan hangat setelah TNI singgung dugaan pidana, Ferry Irwandi klarifikasi di YouTube. Komandan Satuan Siber Mabes TNI, Brigjen Juinta Omboh Sembiring, menyatakan pihaknya menemukan indikasi tindak pidana yang dilakukan Ferry melalui aktivitas digitalnya.
Dilansir dari kompas.com, Brigjen Juinta bersama sejumlah perwira tinggi TNI, termasuk Danpuspom, Kababinkum, dan Kapuspen TNI, bahkan mendatangi Polda Metro Jaya untuk melakukan konsultasi terkait langkah hukum. Ia menegaskan, temuan tersebut berasal dari patroli siber yang dilakukan timnya.
“Kami menemukan beberapa fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi. Selanjutnya, kami akan menempuh langkah hukum sesuai aturan yang berlaku,” ujar Juinta.
Manipulasi Video yang Jadi Kontroversi
.webp)
Sebelumnya, nama Ferry Irwandi mencuat setelah disebut melakukan manipulasi pada sebuah video viral yang menampilkan penangkapan seorang anggota TNI oleh Brimob saat demo rusuh di Palembang.
Grafolog sekaligus pengamat perilaku, Gusti Aju Dewi, mengungkapkan bahwa Ferry diduga menambahkan kalimat yang tidak ada dalam video asli. Dalam acara “Rakyat Bersuara” di iNews TV, Ferry menayangkan video tersebut, lalu memberi penjelasan tambahan yang berbeda dari fakta.
- Dalam video asli, anggota Brimob menanyakan kesatuan seorang prajurit yang ditangkap, lalu mendapat jawaban: “Kavaleri.”
- Namun, Ferry menyebut jawaban tersebut sebagai “Kapolri”, yang jelas berbeda.
- Lebih fatal lagi, Ferry menambahkan kalimat seolah-olah anggota TNI itu berkata: “Bukan cuma saya, Pak, tapi banyak anggota TNI ikut demo rusuh.”
Menurut Gusti, penambahan kalimat ini adalah bentuk disinformasi yang sangat berbahaya karena dapat memicu kebencian dan konflik horizontal.
Klarifikasi Ferry Irwandi di YouTube

Menanggapi tudingan tersebut, Ferry Irwandi akhirnya melakukan klarifikasi di kanal YouTube pribadinya. Ia mengaku terjadi kesalahan dengar saat memutar video itu di acara televisi. Menurutnya, ia tidak bermaksud memprovokasi atau memutarbalikkan fakta.
Namun, klarifikasi ini justru dianggap belum memadai oleh banyak pihak. Gusti Aju mengungkapkan bahwa dirinya sudah 13 kali meminta Ferry melakukan klarifikasi resmi, tetapi selalu ditolak. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa kesalahan tersebut bukan sekadar kekhilafan, melainkan bagian dari pola framing tertentu.
“Kalau benar hanya salah dengar, mestinya mudah saja untuk mengklarifikasi. Tapi jika menolak, maka wajar publik menilai ada tujuan provokasi,” tegas Gusti.
Disinformasi, Efek Psikologi, dan Bahayanya

Gusti Aju menekankan bahwa disinformasi bukanlah hal sepele. Dalam ilmu psikologi komunikasi, ada istilah illusory truth effect – sebuah fenomena ketika kebohongan yang diulang terus menerus bisa dianggap kebenaran.
- Efek ini pertama kali dibuktikan lewat riset di Villanova University dan Temple University pada 1977.
- Studi lanjutan (Fazio et al., 2015) memperkuat fakta bahwa masyarakat cenderung percaya terhadap informasi yang sering diulang, meskipun salah.
Dengan demikian, manipulasi video oleh Ferry – apalagi jika disebar luas di media sosial – dapat menimbulkan kepercayaan palsu yang berpotensi membenturkan TNI dan rakyat.
Potensi Dampak Bagi Stabilitas Negara
Kasus TNI singgung dugaan pidana, Ferry Irwandi klarifikasi di YouTube dinilai bisa berdampak serius jika tidak segera diselesaikan secara hukum.
Dampak Politik
- Munculnya narasi provokatif dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap aparat keamanan.
- Jika dibiarkan, isu ini bisa dipolitisasi untuk menyerang pemerintah.
Dampak Sosial
- Disinformasi berpotensi memicu konflik horizontal antar kelompok masyarakat.
- Rakyat bisa salah kaprah dengan menganggap TNI sebagai dalang kerusuhan.
Dampak Hukum
- Langkah hukum yang tegas akan menjadi preseden penting untuk mencegah penyebaran hoaks serupa di masa depan.
- Kasus ini juga bisa menjadi pembelajaran soal pentingnya literasi digital di era keterbukaan informasi.
Reaksi Publik
Masyarakat menunjukkan reaksi beragam terkait kasus ini:
- Pendukung TNI mendesak agar Ferry diproses hukum agar tidak ada lagi provokasi serupa.
- Pendukung kebebasan berekspresi menilai kasus ini perlu hati-hati agar tidak dianggap membungkam kritik.
- Warganet ramai memperdebatkan di media sosial, sebagian menuntut Ferry memberikan klarifikasi lebih transparan.
Mengapa Klarifikasi Itu Penting?
Kasus ini menegaskan bahwa klarifikasi adalah kunci menjaga ruang publik tetap sehat. Menurut Gusti Aju, ada perbedaan besar antara:
- Kesalahan dengar (mishearing): murni kekeliruan, bisa diperbaiki dengan koreksi.
- Manipulasi (disinformation): sengaja menambahkan narasi palsu, yang jelas merupakan tindak pidana.
Dengan menolak klarifikasi resmi, Ferry dianggap memberi ruang bagi kebohongan untuk terus dipercaya masyarakat.
Upaya Hukum Selanjutnya
TNI melalui Satuan Siber telah menegaskan komitmen untuk menempuh jalur hukum. Brigjen Juinta menyatakan bahwa segala temuan patroli siber akan didalami lebih lanjut. Meski belum merinci pasal yang akan dikenakan, langkah ini dipandang penting sebagai bentuk penegakan hukum di era digital.
“Kami tentu mengedepankan hukum. Apa yang kami temukan dalam patroli siber harus ditindaklanjuti sesuai aturan,” kata Juinta.
Kesimpulan
Kasus TNI singgung dugaan pidana, Ferry Irwandi klarifikasi di YouTube menjadi cerminan betapa bahayanya disinformasi di era digital. Manipulasi video bukan sekadar kesalahan teknis, tetapi bisa menjadi alat provokasi yang merusak persatuan bangsa.
Publik kini menunggu langkah hukum selanjutnya, sekaligus menilai sejauh mana Ferry Irwandi berani membuka klarifikasi yang lebih jujur dan transparan.
Yang jelas, kasus ini memberi pelajaran penting: literasi digital, verifikasi informasi, dan tanggung jawab moral dalam bermedia sosial adalah kunci menjaga persatuan Indonesia.

