
Pasar keuangan Indonesia kembali diguncang dinamika politik. Menkeu Baru Purbaya Yudhi Sebut IHSG Bisa Capai 36.000! Optimisme ini hadir setelah Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani.
Namun, sehari sebelum pelantikan, pasar modal sempat bergejolak. IHSG ditutup turun 1,28% ke level 7.766,84 pada Senin (8/9/2025), terutama karena investor mencermati reshuffle kabinet. Padahal, sejak pembukaan hingga sore hari, IHSG sempat bertahan di atas 7.900, sebelum ambruk di sesi akhir perdagangan.
Data mencatat, nilai transaksi mencapai Rp20,20 triliun dengan volume 36,68 miliar saham. Sebanyak 232 saham menguat, 451 saham melemah, dan 121 stagnan. Investor asing masih mencatat net sell Rp525,94 miliar, dengan tekanan terbesar pada saham perbankan seperti BBCA dan BMRI.
Rupiah Menguat di Tengah Gejolak Saham

Berbeda dengan IHSG, rupiah justru tampil perkasa. Merujuk data Refinitiv, rupiah ditutup di Rp16.300/US$, terapresiasi 0,70% dalam sehari. Ini merupakan penguatan harian terbesar dalam tiga bulan terakhir.
Penguatan rupiah dipicu melemahnya indeks dolar AS (DXY) yang turun ke 97,67. Pelemahan dolar global terjadi setelah rilis data ketenagakerjaan AS yang mengecewakan. Non-farm payrolls hanya bertambah 22.000, jauh di bawah ekspektasi 75.000.
Kondisi ini memicu spekulasi bahwa The Fed berpotensi memangkas suku bunga hingga 74 bps sampai akhir 2025. Ekspektasi ini mendukung sentimen positif untuk mata uang emerging market, termasuk rupiah.
Pasar Obligasi Masih Tertekan
Sementara itu, pasar surat utang belum menunjukkan perbaikan. Yield obligasi tenor 10 tahun naik 2 basis poin ke 6,42%. Kenaikan yield ini menandakan investor masih melakukan aksi jual, sehingga harga obligasi tertekan.
Bagi pemerintah, kondisi ini menjadi tantangan besar, karena pembiayaan fiskal melalui penerbitan obligasi bisa menjadi lebih mahal jika investor terus melepas surat utang.
Wall Street Catat Rekor Baru

Dari Amerika Serikat, bursa Wall Street justru merayakan reli. Nasdaq ditutup menguat 0,45% ke level 21.798,70—rekor tertinggi sepanjang sejarah. Saham teknologi seperti Broadcom, Nvidia, Amazon, dan Microsoft menjadi pendorong utama.
Investor global kini menunggu data inflasi AS (PPI dan CPI) yang akan rilis pekan ini. Data tersebut akan menjadi penentu arah kebijakan moneter The Fed ke depan.
Efek Reshuffle Kabinet: Sri Mulyani Diganti
Salah satu faktor yang membuat pasar domestik heboh adalah pergantian Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Purbaya Yudhi Sadewa, ekonom senior sekaligus mantan pejabat LPS, resmi ditunjuk menggantikannya.
Selain Kemenkeu, reshuffle juga menyentuh beberapa kementerian lain, termasuk Kemenkop, P2MI, dan pembentukan kementerian baru, yaitu Kementerian Haji dan Umrah.
Dilansir dari CNBC INDONESIA, Bagi pasar, pergantian Sri Mulyani menjadi pukulan besar karena ia selama ini dianggap sebagai jangkar stabilitas fiskal dengan reputasi global yang kuat. Tak heran, investor asing langsung bereaksi negatif dengan aksi jual besar-besaran.
Menkeu Baru Purbaya Yudhi Sebut IHSG Bisa Capai 36.000!
Di tengah gejolak pasar, Purbaya Yudhi menyampaikan pernyataan mengejutkan. Ia menyebut bahwa IHSG berpotensi menembus 36.000 dalam jangka panjang, jika reformasi fiskal berjalan konsisten dan investor asing kembali percaya pada prospek ekonomi Indonesia.
Pernyataan optimistis ini tentu memantik pro dan kontra.
- Pihak optimis menilai target tersebut realistis dengan mempertimbangkan potensi pertumbuhan ekonomi digital, hilirisasi, dan dukungan demografi muda Indonesia.
- Pihak skeptis justru melihat angka 36.000 terlalu ambisius, mengingat IHSG saat ini masih berkutat di bawah 8.000 dengan banyak tantangan global seperti perlambatan ekonomi China dan ketidakpastian The Fed.
Tantangan Berat Bagi Purbaya
Penggantian Sri Mulyani membuat pasar bertanya-tanya: apakah Menkeu baru mampu menjaga disiplin fiskal?
Beberapa tantangan yang dihadapi Purbaya antara lain:
- Defisit dan utang – risiko membengkak jika belanja pemerintah tidak terkendali.
- Tekanan inflasi – potensi kenaikan harga akibat pelemahan rupiah atau kebijakan fiskal ekspansif.
- Kepercayaan investor asing – yang sempat terkikis pasca reshuffle.
- Stabilitas pasar obligasi – perlu upaya ekstra agar biaya utang pemerintah tidak melonjak.
Jason Tuvey, ekonom dari Capital Economics London, bahkan memperingatkan bahwa pergantian Sri Mulyani bisa memicu kekhawatiran akan longgarnya disiplin fiskal dan tekanan terhadap independensi Bank Indonesia.
Update Data Ekonomi RI
Selain reshuffle kabinet, pasar juga mencermati data ekonomi terbaru. Cadangan devisa RI Agustus 2025 turun menjadi US$ 150,7 miliar dari bulan sebelumnya US$ 152 miliar. Penurunan ini dipengaruhi pembayaran utang luar negeri dan intervensi BI untuk menstabilkan rupiah.
Posisi cadangan devisa ini masih cukup sehat, setara pembiayaan 6,3 bulan impor—jauh di atas standar kecukupan internasional (3 bulan).
Dampak Global: Surplus Dagang China Melambat
Dari eksternal, data perdagangan China juga memberi sinyal hati-hati. Surplus dagang Agustus 2025 tercatat US$ 102,33 miliar, lebih tinggi dari ekspektasi, namun pertumbuhan impor melambat hanya 1,3%.
Melambatnya permintaan impor China bisa menjadi ancaman bagi negara pengekspor komoditas seperti Indonesia. Jika permintaan melemah, harga komoditas bisa turun, yang berdampak pada penerimaan negara dan kinerja emiten tambang.
Kesimpulan
Kasus Menkeu Baru Purbaya Yudhi Sebut IHSG Bisa Capai 36.000! menjadi sorotan utama pasar. Optimisme ini memang bisa menjadi katalis positif, tetapi realisasinya sangat bergantung pada konsistensi kebijakan fiskal, kemampuan menjaga stabilitas makro, serta daya tarik Indonesia di mata investor global.
Bagi investor, pernyataan tersebut bisa dilihat sebagai visi jangka panjang. Namun dalam jangka pendek, pasar masih akan diwarnai volatilitas akibat reshuffle kabinet, aksi jual asing, dan faktor eksternal global.
Pada akhirnya, stabilitas dan kredibilitas kebijakan akan menjadi kunci apakah target ambisius 36.000 benar-benar bisa tercapai, atau sekadar retorika politik belaka.

