
Fenomena alam kembali mengguncang Asia Timur. Topan Super Ragasa merenggut nyawa 14 Orang & 124 Hilang di Taiwan setelah badai besar ini melanda negara kepulauan tersebut. Hantaman angin kencang disertai hujan lebat bukan hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga menyebabkan kerusakan infrastruktur, banjir, hingga longsor.
Dilansir dari liputan6.com, Tak hanya Taiwan, badai kategori super ini juga melanda Hong Kong, China, hingga Filipina. Pemerintah di berbagai negara tersebut terpaksa mengeluarkan peringatan darurat, membatalkan penerbangan, menutup sekolah, serta melakukan evakuasi massal demi menyelamatkan warganya.
Korban Jiwa di Taiwan
Menurut laporan resmi pemerintah Taiwan, setidaknya 14 orang meninggal dunia akibat terjangan Topan Super Ragasa ini. Selain itu, 124 orang dinyatakan hilang, diduga terseret arus banjir dan longsor yang dipicu hujan ekstrem. Puluhan warga lainnya mengalami luka-luka dengan kondisi beragam.
Ribuan penduduk juga terpaksa dievakuasi dari wilayah pesisir dan pegunungan karena potensi longsor. Layanan listrik, transportasi, serta komunikasi di beberapa kota besar lumpuh total.
Hong Kong dan China Siaga Darurat
Di Hong Kong, pejabat setempat mengeluarkan peringatan “ancaman serius” pada 23 September 2025. Warga diminta untuk tetap berada di rumah, sementara moda transportasi publik, termasuk kereta cepat dan penerbangan, dibatalkan demi keselamatan.
Sementara itu, di China, otoritas menutup sekolah di lebih dari 10 kota. Langkah evakuasi dilakukan di wilayah pesisir Guangdong dan Fujian yang rawan diterjang gelombang tinggi. Menurut laporan AFP, Ragasa masuk dalam daftar topan terkuat yang menghantam China dalam beberapa tahun terakhir.
Bagaimana Ragasa Terbentuk?
Menurut NASA Earth Observatory, Ragasa lahir di Samudra Pasifik Barat pada pertengahan September 2025. Awalnya, badai ini hanya berupa depresi tropis. Namun, dalam waktu singkat, ia mengalami penguatan luar biasa hingga mencapai status Super Typhoon Kategori 5 dengan kecepatan angin melebihi 270 kilometer per jam.
Lintasan badai ini bermula di timur Filipina, lalu bergerak ke utara menuju Taiwan, kemudian menghantam selatan China. Jalurnya menghasilkan curah hujan ekstrem yang memperparah banjir, merusak lahan pertanian, serta menimbulkan kerugian ekonomi bernilai miliaran dolar.
Fakta Penting tentang Topan Super Ragasa:
- Kecepatan angin maksimum: 241–270 km/jam
- Kategori: Super Typhoon (Kategori 5)
- Negara terdampak: Filipina, Taiwan, Hong Kong, China, Vietnam
- Dampak utama: banjir, tanah longsor, gelombang tinggi, kerusakan infrastruktur
Badai Terkuat Tahun 2025
Berdasarkan laporan AP News, Topan Super Ragasa disebut sebagai badai paling kuat di dunia sepanjang tahun 2025. Gelombang setinggi lebih dari 10 meter dilaporkan terjadi di selatan China setelah Ragasa mendarat di Pulau Hailing, Guangdong. Setelah itu, badai bergerak menuju Vietnam dengan angin kencang yang masih mencapai lebih dari 240 km/jam.
Kerusakan yang ditimbulkan sangat parah, mulai dari terputusnya jalur transportasi, rusaknya ribuan rumah, hingga hancurnya lahan pertanian. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan kini mengungsi di pusat-pusat darurat.
Dampak Tidak Langsung untuk Indonesia
Meski tidak berada di jalur langsung, Indonesia juga merasakan imbas dari Topan Super Ragasa. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan adanya potensi cuaca ekstrem di beberapa wilayah, terutama di bagian timur Indonesia.
Peringatan BMKG:
- Hujan lebat disertai petir dan angin kencang berpotensi terjadi di Maluku, Sulawesi, dan Papua.
- Gelombang tinggi berisiko di Laut Natuna, Laut Banda, Laut Maluku, hingga Samudra Pasifik utara Papua.
- Nelayan serta operator kapal diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi laut berbahaya.
Belajar dari Bencana
Kejadian ini menunjukkan betapa rentannya wilayah Asia Pasifik terhadap bencana tropis. Topan Super Ragasa merenggut nyawa 14 Orang & 124 Hilang di Taiwan menjadi pengingat penting bagi semua negara untuk memperkuat sistem mitigasi bencana.
Selain kesiapsiagaan pemerintah, masyarakat juga perlu meningkatkan literasi bencana agar mampu bertindak cepat saat peringatan dini dikeluarkan. Infrastruktur yang tahan badai, edukasi publik, serta koordinasi antarnegara di kawasan Asia Timur menjadi kunci untuk mengurangi dampak dari badai mematikan di masa depan.

