
Kasus perbankan kembali mencuat ke permukaan setelah polisi mengungkap praktik sindikat yang berhasil membobol rekening dormant bank BUMN. Dalam pengungkapan tersebut, aparat menampilkan tumpukan uang Rp 204 miliar dalam pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu yang disita dari pelaku.
Uang tunai dalam jumlah fantastis itu merupakan hasil dari pembobolan rekening dormant rekening yang sudah lama tidak aktif—di salah satu bank BUMN. Peristiwa ini terjadi pada 20 Juni 2025 dan menjadi salah satu kasus perbankan terbesar sepanjang tahun.
9 Tersangka terkait Pembobol Rekening Dormant Dibekuk

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan sembilan tersangka dari kasus ini. Brigjen Helfi Assegaf selaku Dirtipideksus menjelaskan, para pelaku terbagi ke dalam beberapa klaster dengan peran berbeda:
- Klaster karyawan bank
- AP (Kepala Cabang Pembantu Bank BUMN)
- GRH (Consumer Relations Manager)
- Klaster eksekutor pembobolan
- C, DR, NAT, R, TT
- Klaster pencucian uang (TPPU)
- DH dan IS
Menurut Helfi, sindikat Pembobol Rekening Dormant ini menggunakan modus illegal access untuk masuk ke sistem core banking dan memindahkan dana tanpa kehadiran fisik pemilik rekening (in absentia).
Modus Operandi: Mengaku Satgas Perampasan Aset
Yang mengejutkan, sindikat ini ternyata menyamar sebagai Satgas Perampasan Aset dari sebuah kementerian. Mereka menggunakan kedok tersebut untuk meyakinkan pihak internal bank agar melancarkan aksi pemindahan dana.
Dilansir dari kumparan.com, Sejak awal Juni 2025, jaringan Pembobolan Rekening Dormant melakukan serangkaian pertemuan dengan Kepala Cabang Pembantu (KCP) di Jawa Barat. Mereka mengatur strategi mulai dari persiapan, pelaksanaan eksekusi, hingga cara pembagian hasil.
Menurut penyelidikan, para pelaku memaksa KCP menyerahkan user ID aplikasi core banking milik teller dan kepala cabang. Ancaman serius dilayangkan: bila menolak, KCP beserta keluarganya akan dihabisi.
Barang Bukti Menggunung

Dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, aparat memamerkan barang bukti yang diamankan. Yang paling menyita perhatian adalah tumpukan uang Rp 204 M disita dari kasus pembobolan rekening dormant bank BUMN, disusun rapi di depan meja konferensi.
Selain uang tunai, polisi juga menyita:
- 22 unit handphone
- 1 hard disk eksternal
- 2 DVR CCTV
- 1 unit PC
- 1 unit notebook
Barang bukti ini memperkuat dugaan keterlibatan sindikat terorganisir dengan jaringan yang cukup luas.
Aksi Brutal: Rencana Penculikan dan Pembunuhan
Tidak berhenti pada pencurian uang, sindikat ini bahkan merencanakan tindak kekerasan. Dua tersangka, yakni C alias Ken dan Dwi Hartono, diketahui terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap Muhammad Ilham Pradipta, seorang kepala cabang bank.
Fakta ini memperlihatkan betapa nekat dan berbahayanya jaringan kriminal ini. Mereka tidak hanya menargetkan keuntungan finansial, tetapi juga rela mengorbankan nyawa demi melancarkan kejahatan.
Dampak terhadap Sistem Perbankan
Kasus ini membuka mata publik bahwa rekening dormant bisa menjadi sasaran empuk bagi sindikat kriminal. Dengan lemahnya pengawasan pada rekening tidak aktif, celah ini dimanfaatkan untuk melakukan manipulasi data dan akses ilegal.
Beberapa dampak besar dari kasus ini antara lain:
- Kerugian finansial besar: Rp204 miliar lenyap dari rekening dormant.
- Menurunnya kepercayaan publik terhadap keamanan sistem perbankan.
- Tuntutan peningkatan pengawasan dari regulator keuangan.
Upaya Penegakan Hukum
Polisi menjerat para pelaku Pembobolan Rekening Dormant dengan pasal berlapis, termasuk tindak pidana perbankan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal ini dilakukan agar hukuman maksimal bisa dijatuhkan kepada para tersangka.
Brigjen Helfi menegaskan bahwa penyidikan masih terus berjalan. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah, mengingat dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam jaringan ini.
Pelajaran dari Kasus Rp 204 Miliar
Kasus tumpukan uang Rp 204 M disita dari kasus pembobolan rekening dormant bank BUMN menjadi alarm bagi industri perbankan. Setidaknya ada beberapa pelajaran penting:
- Pengawasan internal harus diperketat terhadap rekening dormant.
- Teknologi keamanan digital perlu ditingkatkan untuk mencegah illegal access.
- Edukasi pegawai bank agar tidak mudah diintimidasi atau tergiur ajakan sindikat.
- Kolaborasi regulator, OJK, dan Polri mutlak diperlukan dalam menjaga kepercayaan publik.
Penutup
Kasus ini bukan sekadar soal uang, melainkan menyangkut integritas dan keamanan sistem perbankan nasional. Dengan tumpukan bukti yang begitu jelas, publik berharap para pelaku mendapatkan hukuman setimpal.
Lebih dari itu, kasus ini juga menjadi momentum penting bagi lembaga keuangan untuk berbenah. Rekening dormant, yang selama ini dianggap sepele, ternyata bisa menjadi pintu masuk kejahatan perbankan berskala besar.

