
Muktamar PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang ke 10 berakhir ricuh dan menimbulkan polemik serius. Muktamar PPP ricuh! Dua kubu saling klaim ketua umum, yakni kubu Mardiono dan kubu Agus Suparmanto. Kedua belah pihak sama-sama mengumumkan kemenangan melalui jalur aklamasi, sehingga menimbulkan kebingungan sekaligus pertanyaan besar soal legitimasi kepemimpinan Partai Kabah.
Suasana Memanas Sejak Pembukaan Muktamar PPP
Gelaran Muktamar PPP yang ke 10 berlangsung di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, sejak Sabtu (27/9/2025), sudah menunjukkan tanda-tanda kericuhan sejak awal. Plt Ketua Umum PPP, Mardiono, yang membuka acara, beberapa kali harus menghentikan pidatonya akibat interupsi dan teriakan dari peserta.
Pendukung Mardiono bersuara lantang mendesak agar ia melanjutkan kepemimpinan lima tahun mendatang. Sebaliknya, kubu Agus Suparmanto menuntut perubahan arah partai. Tensi tinggi ini bahkan sempat coba diredakan dengan lantunan shalawat, tetapi situasi tetap tak terkendali.
Kubu Mardiono Klaim Menang Aklamasi
Dilansir dari kompas.com, Di tengah kondisi tidak kondusif, pimpinan sidang Amir Uskara mengumumkan bahwa Mardiono terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP periode 2025–2030. Keputusan ini diklaim diambil dengan alasan darurat, sesuai Pasal 11 AD/ART PPP yang memungkinkan percepatan pemilihan dalam keadaan khusus.
Dalam konferensi pers, Mardiono menyebut langkah ini sebagai upaya penyelamatan partai dari potensi perpecahan. Ia didampingi 30 pimpinan DPW yang menyatakan dukungan penuh terhadap kepemimpinannya.
Kubu Agus Suparmanto Juga Klaim Kemenangan
Tak ingin kalah, sehari setelahnya, kubu Agus Suparmanto justru mengumumkan hal serupa. Dalam Sidang Paripurna VIII, Agus disebut terpilih secara aklamasi oleh mayoritas peserta Muktamar yang tetap bertahan di arena. Ketua Sidang, Qoyum Abdul Jabbar, menegaskan bahwa tidak ada satu pun peserta yang meninggalkan ruangan saat keputusan diambil.
Menurut Qoyum, pemilihan Agus merupakan aspirasi muktamirin yang sah dan sesuai aturan. Bahkan, perubahan AD/ART hingga teknis pemilihan sudah disepakati oleh para peserta sidang sebelum menetapkan Agus sebagai ketua umum baru.
Kronologi Ricuhnya Muktamar PPP
Kericuhan Muktamar PPP semakin nyata ketika beberapa kejadian ini terjadi:
- Interupsi beruntun – Pendukung Agus menolak Amir Uskara sebagai pimpinan sidang karena dianggap berpihak pada Mardiono.
- Pernyataan kontroversial Amir – Ucapannya bahwa “meski kalian DPW dan DPC, palu tetap saya pegang” memicu kemarahan peserta.
- Pimpinan sidang meninggalkan ruangan – Keputusan ini membuat sidang kosong dan tidak terarah.
- Pemilihan dipercepat – Amir dan kubu Mardiono menggelar konferensi pers terpisah, mengumumkan kemenangan Mardiono.
- Kericuhan fisik – Bentrok antarpendukung pecah, hingga menimbulkan korban luka. Bahkan, tokoh senior PPP, Romahurmuziy (Rommy), harus dievakuasi.
Bentrok Fisik dan Korban Luka
Situasi semakin panas ketika pendukung kedua kubu saling berhadapan langsung. Perkelahian pecah, kursi beterbangan, dan sejumlah kader PPP menjadi korban. Tiga orang bahkan harus dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto karena mengalami luka cukup serius.
Di tengah kericuhan, Taj Yasin Maimoen, putra almarhum KH Maimoen Zubair, sempat meminta kader membaca shalawat untuk menenangkan suasana. Namun, ketegangan kembali muncul begitu ia meninggalkan lokasi.
Kubu Agus Melanjutkan Sidang Tanpa Mardiono
Meski kericuhan pecah, kubu Agus tetap melanjutkan Muktamar. Mereka menunjuk pimpinan sidang baru secara bergiliran, termasuk Qoyum Abdul Jabbar, Komarudin Taher, Rusman Yakub, hingga Dony Ahmad Munir.
Sidang berlanjut dengan membahas laporan pertanggungjawaban DPP PPP periode 2020–2025, yang kemudian ditolak oleh peserta. Perubahan AD/ART pun dilakukan, termasuk aturan pencalonan ketua umum.
Setelah dibuka kembali, hanya Agus Suparmanto yang mendaftar sebagai calon ketua umum. Ia kemudian ditetapkan secara aklamasi oleh seluruh peserta sidang sebagai Ketum PPP periode 2025–2030.
Respons Tokoh Senior: Klaim Mardiono Tidak Sah
Romahurmuziy atau Rommy, Ketua Majelis Pertimbangan PPP, menolak klaim kemenangan Mardiono. Menurutnya, hingga malam hari sidang masih berlangsung dan belum ada agenda pemilihan ketua umum.
Rommy menegaskan bahwa klaim Mardiono hanyalah upaya sepihak yang tidak berdasar. Ia menyebut pengumuman tersebut sebagai langkah yang berpotensi memecah belah partai.
Hal senada disampaikan Qoyum Abdul Jabbar. Menurutnya, aklamasi Mardiono tidak sah karena sidang masih berjalan dan peserta justru menyepakati Agus sebagai ketua umum.
PPP di Persimpangan Jalan
Kericuhan Muktamar PPP kali ini menciptakan situasi dilematis bagi partai berlambang Kabah tersebut. Dengan Muktamar PPP ricuh! Dua kubu saling klaim ketua umum, publik menilai PPP tengah menghadapi krisis kepemimpinan serius.
Jika tidak segera diselesaikan, konflik internal ini berpotensi melemahkan soliditas kader hingga memengaruhi elektabilitas PPP di kancah politik nasional. Kejelasan kepemimpinan sangat diperlukan agar partai dapat kembali fokus menghadapi agenda politik lima tahun ke depan.
Kesimpulan
Peristiwa Muktamar X PPP memperlihatkan betapa rapuhnya dinamika politik internal partai. Dua kubu yang sama-sama mengklaim kemenangan membuat PPP berada dalam kondisi rawan perpecahan.
Apakah kubu Mardiono atau Agus yang benar-benar sah sebagai Ketua Umum PPP periode 2025–2030? Jawabannya kini menunggu penyelesaian resmi dari mekanisme hukum partai, atau bahkan intervensi dari lembaga terkait.
Yang jelas, Muktamar PPP ricuh! Dua kubu saling klaim ketua umum menjadi bukti bahwa konsolidasi partai politik di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama ketika kepentingan pribadi dan kelompok lebih dominan daripada semangat persatuan.

