
Kronologi Insiden yang Bikin Heboh Dunia Maya
Kasus viral tentang seorang lurah yang didorong hingga tercebur ke parit di Medan akhirnya menemukan titik terang. Polisi resmi menetapkan Mawardi (61) sebagai tersangka dalam insiden tersebut. Pria paruh baya itu terekam kamera mendorong Lurah Perintis, Muhammad Fadli, saat pembongkaran marka atau polisi tidur berpaku di Jalan Madukoro, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur.
Peristiwa ini bermula pada Senin, 13 Oktober 2025, ketika Fadli bersama sejumlah aparat kelurahan turun langsung ke lapangan menindaklanjuti keluhan warga. Banyak pengendara motor mengadu bahwa ban kendaraan mereka sering bocor saat melewati jalan tersebut. Setelah diperiksa, penyebabnya cukup mengejutkan — polisi tidur yang dibuat dari ban bekas dengan paku-paku menancap di permukaannya.
Melihat kondisi itu, Fadli dan tim memutuskan untuk membongkar marka berbahaya tersebut. Namun, tindakan itu justru mendapat perlawanan dari Mawardi, warga sekitar yang mengaku sebagai pembuat polisi tidur itu. Perdebatan pun tak terhindarkan hingga akhirnya Mawardi mendorong Fadli, membuat sang lurah terjatuh ke dalam parit di pinggir jalan.
Rekaman Viral dan Reaksi Publik
Aksi dorong-mendorong yang terjadi di tengah penertiban itu terekam kamera warga dan cepat beredar di media sosial. Video berdurasi singkat tersebut memperlihatkan Lurah Fadli berseragam dinas sedang menertibkan polisi tidur berpaku, kemudian tiba-tiba didorong oleh seorang pria hingga tercebur ke parit.
Banyak warganet mengecam tindakan Mawardi yang dinilai tidak sopan terhadap aparat pemerintah. Ada pula yang menyoroti soal kesadaran hukum masyarakat terkait pemasangan marka jalan tanpa izin.
Komentar warganet beragam, namun mayoritas mendukung langkah tegas pihak berwenang menertibkan marka berbahaya tersebut karena dianggap membahayakan pengguna jalan.
Update! Ini Nasib Warga yang Dorong Lurah ke Parit Saat Pembongkaran Marka
Dilansir detik.com, Tak butuh waktu lama bagi pihak kepolisian untuk bertindak. Kapolsek Medan Timur, Kompol Agus M. Butarbutar, menjelaskan bahwa pelaku berhasil diamankan di kediamannya beberapa jam setelah kejadian.
“Pelaku sudah kami tangkap dan sekarang berstatus tersangka. Ia dijerat Pasal 351 Ayat 1 KUHP tentang penganiayaan,” ujar Agus.
Menurut Agus, Mawardi kini ditahan di Mapolsek Medan Timur dan tengah menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa polisi tidur berpaku tersebut tidak memiliki izin resmi dari pihak terkait. Bahkan, sejumlah warga sebelumnya memang telah meminta kelurahan untuk menertibkan karena sering menyebabkan ban kendaraan bocor akibat paku-paku yang tertancap di jalan.
Motif Pelaku: Niat Baik yang Salah Langkah
Dalam pemeriksaan, Mawardi mengaku bahwa ia tidak bermaksud melukai lurah. Ia mengatakan polisi tidur itu dipasang demi keamanan keluarganya, terutama cucunya yang sering bermain sepeda di depan rumah. Ia khawatir kendaraan yang melaju kencang bisa membahayakan anak kecil.
Namun niat baik itu justru berujung petaka. Saat Fadli bersama aparat kelurahan hendak membongkar marka tersebut, Mawardi tersulut emosi karena merasa upayanya tidak dihargai. “Saya khilaf. Emosi saja waktu itu. Saya minta maaf kepada Pak Lurah,” ucap Mawardi dalam rekaman video permintaan maafnya yang beredar.
Sayangnya, dalam video itu ia tampak tersenyum canggung atau cengengesan, membuat publik menilai permohonan maafnya kurang tulus. Meski begitu, pihak kepolisian tetap menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan sesuai aturan.
Reaksi dan Tanggapan Pihak Kelurahan
Lurah Muhammad Fadli yang menjadi korban mengaku telah memaafkan pelaku secara pribadi, namun tetap menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada pihak kepolisian.
Menurutnya, apa yang dilakukan tim kelurahan hanyalah bentuk penertiban fasilitas jalan umum yang tidak sesuai aturan.
“Kami hanya menjalankan tugas. Jalan itu milik umum, bukan halaman pribadi. Banyak warga yang dirugikan karena ban motornya bocor akibat paku di polisi tidur itu,” ujar Fadli.
Ia pun berharap peristiwa ini menjadi pelajaran agar warga lebih memahami aturan pembuatan marka jalan dan tidak bertindak sendiri tanpa koordinasi.
Potensi Restorative Justice: Masih Terbuka?
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, pihak kepolisian menyebut kemungkinan penyelesaian lewat Restorative Justice (RJ) masih terbuka. Jika kedua pihak sepakat berdamai dan pelaku menunjukkan itikad baik, maka kasus bisa diselesaikan tanpa harus berlanjut ke pengadilan.
Namun, bila tidak tercapai kesepakatan, penyidik akan tetap melanjutkan proses hukum. “Semuanya tergantung hasil mediasi. Kalau tak ada itikad baik, kami proses sesuai hukum,” kata Kompol Agus menegaskan.
Dampak Sosial: Antara Emosi, Ego, dan Kesadaran Hukum
Kasus “Update! Ini Nasib warga yang dorong lurah ke parit saat pembongkaran marka!” menjadi contoh nyata bagaimana emosi sesaat dapat berujung pada konsekuensi hukum serius.
Banyak pihak menilai kejadian ini mencerminkan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap aturan publik. Pembuatan polisi tidur atau marka jalan tanpa izin bisa berbahaya bagi pengguna jalan lain, apalagi jika dibuat dari bahan tidak standar seperti ban bekas dan paku.
Selain itu, tindakan main hakim sendiri terhadap pejabat pemerintah merupakan pelanggaran yang dapat dikenai pidana. Warga diharapkan lebih bijak dalam menyalurkan protes atau ketidaksetujuan dengan cara yang damai dan komunikatif.
Penutup: Pelajaran untuk Semua Pihak
Kini, Mawardi harus menjalani proses hukum akibat perbuatannya. Ia dijerat Pasal 351 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman hingga 2 tahun 8 bulan penjara.
Sementara itu, Lurah Fadli masih menjalani pemulihan akibat luka memar yang dideritanya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa tindakan kecil yang dipicu oleh emosi spontan bisa berdampak besar. Harapan banyak warga, peristiwa ini bisa menjadi pelajaran bersama agar masyarakat dan aparat saling menghormati dalam menjaga ketertiban lingkungan.
Dan itulah update terbaru tentang nasib warga yang dorong lurah ke parit saat pembongkaran marka di Medan Timur — sebuah kisah nyata yang seharusnya tidak perlu terjadi bila komunikasi dan kesadaran hukum berjalan seimbang.

